nusabali

Petani 'Dihukum' Tanpa Jatah Air

  • www.nusabali.com-petani-dihukum-tanpa-jatah-air

Petani pemilik lahan rela memberikan jalur sepanjang 25 meter. Tapi syarat yang diminta, tak diterima oleh pihak subak. Alhasil aliran air dihentikan sejak sekitar setahun silam.

Betonisasi Jalan Subak di Desa Padangbulia Dead Lock

SINGARAJA, NusaBali
Konflik jalan di Subak Runuh Kubu, Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, berujung penderitaan. Seorang petani Nengah Darsana, 47, warga Desa Padangbulia, hampir setahun tidak bisa bercocok tanam akibat jatah air ditutup oleh subak. Konon, Darsana dianggap menentang rencana pembetonan jalan subak, hingga prajuru subak menjatuhkan sanksi penghentian jatah air persawahan.

Konflik itu bermula ketika ada rencana pembetonan jalan Subak Runuh Kubu dengan biaya dari Dana Desa, pada tahun 2017 lalu. Jalan Subak Runuh Kubu, diperkirakan memiliki lebar 1,5 meter dengan panjang belasan kilometer. Dari belasan kilometer itu, beberapa kilometernya, akan dibeton dengan biaya dari dana desa sebesar Rp 150 juta. Jalan subak yang akan dibeton itu, sekitar 25 meter adalah milik dari Nengah Darsana.

Semula Darsana keberatan, jika jalan subak sepanjang 25 meter di atas lahannya dibeton. Alasannya jalan subak tersebut menjadi bagian dari luas lahan yang sudah bersertifikat hak milik. Darsana pun mengajukan syarat, agar pihak subak bisa mengurus pemecahan sertifikat. Namun pihak subak tetap bersikukuh membeton jalan tersebut.

“Sebenarnya tiyang rela kalau tanah itu tetap dipakai jalan subak dan dibeton asalkan ada pemecahan sertifikat dulu. Karena jalan subak itu ada di tengah-tengah tanah tiyang yang sudah bersertifikat. Tiyang khawatir di kemudian hari akan masalah. Karena jalan subak itu masih menjadi hak milik tiyang berdasar sertifikat yang ada,” ungkap Darsana kepada NusaBali belum lama ini.

Menurut Darsana, ketika syarat pemecahan tidak bisa diwujudkan oleh subak, dirinya sempat memberikan alaternatif dengan memindahkan jalan subak ke pinggir agar tidak berada di tengah-tengah lahan hak miliknya. Lagi-lagi pihak subak tidak mau dengan alternatif tersebut karena dianggap jalan subak di tengah-tengah lahan milik Darsana sudah ada dan diamanfaatkan oleh krama subak sejak lama sebagai akses jalan.

“Kalau dipindah ke pinggir, itu lahan tiyang juga dipakai, tetapi kan tidak harus memecah sertifikat. Tiyang rela kok karena ini demi kepentingan banyak orang juga. Tetapi tetap saja pihak subak tidak mau,” ungkapnya.

Kasus ini pun sempat dimediasi oleh pihak aparat Desa Padangbulian, hingga ke Kecamatan Sukasada. Ternyata dalam mediasi itu, tetap juga tidak ada titik temu. Akhirnya, pihak subak menjatuhkan sanksi penutupan jatah air menuju lahan milik Darsana, karena Darsana dianggap sebagai penentang rencana pembetonan tersebut. “Biasanya setahun bisa panen tiga kali, sekarang tiang hanya bisa tanam padi sekali, saat musim hujan saja. Kalau musim hujan sudah tidak ada, sudah tidak bisa mengolah sawah karena tidak ada air. Kalau bisa persoalan ini secepatnya bisa diselesaikan,” katanya.

Sementara Perbekel Padangbulia, I Gede Sudena yang dikonfirmasi Minggu (22/12), membenarkan persoalan tersebut, hingga program tersebut dibatalkan. Diakui, pihaknya sudah memediasi hingga empat kali, sampai ketemu solusi pemindahan jalur jalan subak. Namun, pihak subak bersikukuh agar jalur subak tetap berada seperti sediakala. “Sebenarnya warga yang tidak mendapat air dari subak (Nengah Darsana,red) sudah bersedia melepas tanahnya sesuai kebutuhan jalan subak. Hanya saja jalurnya dipindah ke pinggir tidak di tengah-tengah lahannya. Tetapi tetap tidak ada kesepakatan, terpaksa saya batalkan programnya. Buat apa dibuatkan program kalau di bawah masih tidak sinkron,” tegasnya.

Menurut Perbekel Sudena, persoalan tersebut terpaksa diarahkan ke Kecamatan karena beberapa kali mediasi tidak ada titik temu. Ia pun berharap, persoalan itu segera mendapatkan hasil yang terbaik, sehingga pihak desa kembali bisa memprogramkan pembetonan jalan pertanian tersebut. *k19

Komentar