nusabali

Sempat Jenuh Ajari Siswa SLB Cara Makan, Mandi, dan Mencuci

  • www.nusabali.com-sempat-jenuh-ajari-siswa-slb-cara-makan-mandi-dan-mencuci

Selama 12 tahun sejak 2004-2016, Wayan De¬ngen hanya dikasi imbalah kisaran Rp 300.-000 per bulan. Barulah setelah diangkat sebagai tenaga kontrak Provinsi Bali, gajinya naik menjadi Rp 2,19 juta per bulan

Ni Wayan Dengen, Juru Masak di Asrama SLB Negeri Karangasem Sejak 2004 hingga Sekarang

AMLAPURA, NusaBali
Ni Wayan Dengen, 48, termasuk salah satu sosok pentng di balik keberlangsungan Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Karangasem. Dialah juru masak di Asrama SLB yang berlokasi di Lingkungan Karangsokong, Kelurahan Subagan, Kecamatan Ka¬rangasem tersebut. Bukan hanya jadi juru masak, namun Wayan Dengen juga me¬ng¬a¬jari murid SLB cara makan, mandi, dan mencuci.

Wayan Dengen sudah bekerja sebagai juru masak di SLB Negeri Karangasem se¬jak sejak tahun 2004. Selama itu pula, perempuan asal Banjar/Desa Bukit, Keca¬ma¬tan Karangasem ini mengabdikan secara penuh tenaganya untuk anak didik se¬kolah berkebutuhan khusus tersebut. Wayan Dengen mengajari anak-anak yang tinggal di as¬rama mengenai tata cara makan, buang sampah, mencuci, mandi, hingga tertib sa¬at tidur.

Pada tiga bulan pertama bertugas, Wayan Dengen sempat kebingungan mengajari anak-anak berkebutuhan khusus di luar pendidikan formal. Kebingunan itu bahkan membuatnya jenuh. Wayan Dengen pun sempat berniat meninggalkan tugas-tugas mulia tersebut.

Namun, karena kasihan dan khawatir 13 siswa di Asrama SLB Ne¬geri Karangasem terbengkalai, Wayan Dengen akhirnya mengurungkan niat untuk pergi. “Sampai sekarang, saya tetap di sini,” ungkap Wayan Dengen saat ditemui NusaBali di As¬ra¬ma SLB Negeri Karangasem, Senin (26/11).

Wayan Dengen mengisahkan, awalnya dia tidak pernah punya bayangan akan be¬kerja sebagai juru masak di Asrama SLB Negeri Karangasem. Namun, akhirnya dia bertugas di sana. Semua bermula ketika suaminya, I Gede Sudipta, berniat me¬ng¬abdi di SLB Negeri Karangasem pada 2004. Gede Sudipta pun mengajak istrinya ikut bekerja di tem¬pat yang sama.

Singkat cerita, pasutri Gede Sudipta dan Wayan Dengen akhirnya bekerja di SLB Negeri Karangasem. Sang istri, Wayan Dengen, bersedia ikut mengabdi di SLB Ne¬geri Karangasem, karena kebetulan tidak dikaruniai anak. Pada tiga bulan pertama mengabdi di Asrama SLB Negeri Karangasem, sangat me¬nyulitkan bagi Wayan Dengen. Sebab, anak-anak asrama belum bisa tertib saat ma¬kan, belum bisa buang sampah pada tempatnya, belum bisa mandi, belum bisa me¬n¬cuci pakaian, juga be¬lum bisa bersih-bersih di kamar dan di lantai asrama.

Itu sebabnya, tugas Wayan Dengen harus berlipat ganda. Dia bukan saja menja¬lan¬kan tugas pokok memasak, namun setiap hari harus mengajari anak-anak asrama agar bisa tertib makan tidak menimbulkan sampah di meja makan, mengajari cara mandi, cara mencuci, dan sebagainya.

Awalnya, Wayan Dengen kesulitan bagaimana caranya berkomunikasi dengan anak-anak Astama SLB Negeri Karangasem. Tapi, akhirnya dia mampu berkomunikasi de¬ngan anak-anak berkebutuhan khusus itu menggunakan bahasa isyarat. Wayan Den¬gen pun mengajari mereka segala hal dengan menggunakan bahasa isyarat.

Akhirnya, 13 anak SLB Negeri Karangasem yang tinggal di asrama bisa mandiri, berkat bimbingan Wayan Dengen. Mereka bisa membersihkan kamar tidur dan lan¬tai asrama, mampu menjaga sampah tidak lagi berserakan. Anak-anak asrama juga bisa mencuci pakaian sendiri.

Menurut Wayan Dengen, kalau pekerjaan sebagai juru masak sebenarnya tidaklah sulit, yang terpenting mengikuti selera dan menu yang diinginkan anak. Tiap hari ada menu yang tertera dengan jenis masakan berbeda-beda, walaupun bahannya sama. Bahan-bahan berupa sayur, daging, bumbu, dan beras didatangkan pihak re¬kan¬an sesuai kebutuhan. Bahan tersebut didatangkan dua kali sepekan, setiap Senin dan Kamis.

Perempuan kelahiran 3 Juli 1970 ini tiap hari rutin bangun dinihari pukul 04.30 Wi¬ta dan langsung memasak. Sebab, anak-anak SLB sudah harus sarapan pukul 06.30 Wita. Sedangkan makan malam biasa dilakukan pukul 19.00 Wita. “Tiap hari rata-rata memasak 4 kilogram beras,” kata Wayan Dengen.

Wayan Dengen menyajikan makanan bagi anak-anak SLB Negeri Karangasem dari Senin hingga Jumat. Sedangkan hari Sabtu, dia hanya menyediakan sarapan. Se¬bab, anak-anak SLB setiap Sabtu dijemput orangtuanya untuk diajak pulang. Hari Minggu libur, Senin pagi baru aktivitas kembali berjalan normal.

Wayan Dengen mengaku senang dengn pekerjaan yang dilakoninya saat ini. Dia me¬rasa pengabdiannya embuahkan hasil. “Anak-anak mampu mandi sendiri, mencuci sendiri, dan bajunya berganti-ganti tiap hari,” jelas anak kelima dari tujuh bersau¬dara keluarga pasangan I Ketut Sari dan Ni Nengah Kereng ini.

Menurut Wayan Dengen, selama 12 tahun pertama, dirinya murni mengabdi di SLB Negeri Karangasem. Selama kurun 2004 hingga 2016, dia hanya dihonor kisaran Rp 250.000 – Rp 300.000 per bulan. Setelah 12 tahun mengabdi, barulah Wayan De¬ngen diangkat jadi tenaga kontrak Provinsi Bali, karena SLB Negeri Karangasem di bawah naungan Pemprov Bali. Sejak diangkat jadi tenaga kontrak tahun 2016, dia mendapat imbalan Rp 2,19 juta per bulan.

Dalam melayani anak-anak di Asrama SLB Negeri Karangasem, Wayan Dengen tidak mengenal libur. Kendati suaminya menjalani rawat inap atau ada upacara adat di kampungnya, dia tetap menjalankan tugas di asrama. "Terpenting kami siapkan makanan sesuai kebutuhan, selanjutnya kami tinggalkan sebentar menengok sua¬mi,” tutur perempuan tamatan SMPN 1 Amlapura tahun 1985 ini.

Hingga saat ini, tercatat ada 13 penghuni Asrama SLB Negeri Karangasem. Dari jumlah itu, 8 orang di antaranya siswa SD, yakni Ni Made Padmawati, Ni Wayan Putu Epiani, Ni Wayan Cindy Saskari, Ni Komang Dewi Candra, Ni Wayan Ajeng Dewi Parwati, I Gede Rehan Mahayana, Ida Bagus Suriada, dan I Putu Ramayodi Permana. Sedangkan 5 orang lagi siswa SMP: Ni Komang Septiani, Ni Kadek Sep¬tiana, I Kadek Dwi Ariawan, I Putu Suliantara, dan I Nyoman Agus Juliana.

Sementara itu, Ketua Asrama SLB Negeri Karangasem, Cok Istri Komala Dewi, mengapresiasi kerja keras Wayan Dengen, juru masak yang telah mampu mendidik anak-anak asrama hingga mereka bisa mandiri. "Buktinya, lantai asrama, kamar tidur, tempat makan, bersih dan rapi. Itu artinya anak-anak telah mampu mandiri menjaga kebersihan," jelas Cok Istri Komala Dewi kepada NusaBali. *k16

Komentar