nusabali

Pelajaran dari Gempa Bumi Lombok serta Tsunami Palu

  • www.nusabali.com-pelajaran-dari-gempa-bumi-lombok-serta-tsunami-palu

Kejadian bencana alam khususnya kejadian gempa bumi sedang mengakrabi Indonesia belakangan ini. Ketika Pulau Lombok yang porak poranda akibat bencana gempa bumi belum benar-benar pulih, Palu, Sigi dan Donggala juga ikut luluh lantah akibat bencana gempa bumi yang bahkan disertai dengan Tsunami dan juga Likuifaksi. Terbaru adalah peristiwa gempa bumi beruntun yang terjadi di wilayah Mamasa, Sulawesi Barat.

PMG Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar

Berkaca pada rentetan kejadian gempa bumi di atas, maka daerah-daerah lain yang termasuk daerah rawan gempa bumi dan tsunami sudah selayaknya mengambil beberapa pelajaran berharga dari kejadian ini, termasuk diantaranya wilayah Bali.

Potensi gempa bumi Di Wilayah Bali
Jika kita dilihat dari posisinya, wilayah Bali memiliki tiga zona sumber gempa bumi aktif yang setiap saat bisa melepaskan energi. Sumber pertama adalah potensi gempa bumi yang terletak di wilayah lautan yang merupakan batas pertemuan dua lempeng yaitu lempeng Indo-Australia dan Eurasi.

Lempeng Indo-Australia relatif bergerak ke arah utara, sedangkan lempeng Eurasia bergerak ke arah selatan. Karakteristik gempa bumi yang terjadi pada bagian laut ini memiliki kekuatan mulai dari gempa bumi dengan skala kecil hingga gempa bumi dengan skala besar.

gempa bumi terbaru yang dibangkitkan zona ini adalah gempa bumi di Pulau Bali dengan Magnitudo 5.3. gempa bumi tersebut terjadi pada tanggal 15 November 2018 pada pukul 01:23:30 WITA. Episenter gempa bumi tersebut terletak pada koordinat 9,59 LS dan 115,38 BT, atau tepatnya di laut pada kedalaman 38 km, dengan jarak 304 km arah selatan kota Denpasar. gempa bumi ini dirasakan hampir diseluruh Wilayah Bali dengan intensitas antara III sampai IV MMI. 

Pulau Bali juga pernah terimbas tsunami yang bersumber di zona subduksi Lempeng Indo - Australia dan Lempeng Eurasia di selatan Pulau Bali ini, yakni Tsunami Banyuwangi (1994) dengan magnitudo 7,8 yang menimbulkan tinggi air laut yang menimpa daratan (run up) maksimal 14,0 m dan merenggut 238 jiwa.

Zona kedua adalah back arc thrust Bali, yaitu sesar naik belakang busur Bali yang merupakan perpanjangan dari Flores back arc thrust yang terletak di utara Pulau Bali. Zona ini memiliki potensi menimbulkan gempa bumi kecil hingga besar seperti halnya zona subduksi di selatan Bali. Yang Paling jelas diingatan kita tentunya adalah rentetan kejadian gempa bumi besar di Lombok merupakan bukti aktifnya zona patahan ini.

Dan terakhir, zona pembangkit gempa bumi di wilayah Bali adalah patahan/sesar lokal yang ada di darat diantaranya sesar Tejakula, sesar Seririt dan sesar Negara. Karakteristik gempa bumi darat biasa terjadi dengan kekuatan lebih kecil daripada gempa bumi di laut. Namun, walaupun skala kekuatan kecil potensi kerusakan yang diakibatkan juga cukup besar mengingat lokasi gempa bumi darat biasanya lebih dekat dengan pemukiman penduduk serta kedalaman gempa yang sangat dangkal.

Apa yang dapat kita lakukan?
Untuk wilayah-wilayah yang sumber gempa buminya dekat dengan pantai seperti kasus gempa bumi di Palu, gelombang tsunami datang dalam waktu yang begitu singkat. Hanya berselang kurang lebih 8 menit setelah terjadi gempa bumi, tsunami menerjang dan meluluhlantakan bangunan di pesisir pantai.

Dengan waktu yang begitu singkat tentunya tidaklah cukup mengambil tindakan evakuasi jika harus menunggu informasi Peringatan Dini dari BMKG dan perintah evakuasi dari BPBD atau Pemda setempat.  Maka, bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai tindakan yang paling tepat adalah apabila merasakan gempa kuat segeralah mengambil tindakan evakuasi mandiri mencari tempat yang lebih tinggi. Adapun wilayah di Bali yang memiliki karakteristik zona sumber gempa bumi yang dekat dengan pantai adalah wilayah pesisir pantai Utara Bali.

Guncangan gempa bumi kuat dan dengan durasi lama yang pertamakali kita rasakan dijadikan sebagai alarm peringatan dini tsunami yang sesungguhnya. Kalaupun tsunami tidak terjadi setelah kita menyelamatkan diri, maka anggaplah kita sudah melatih kesiapsiagaan terhadap bencana dan bersyukur karena diselamatkan dari bahaya yang lebih besar. 

Melihat begitu banyak korban gempa akibat tertimpa reruntuhan bangunan akibat gempa bumi Lombok dan Palu, sudah sepatutnya kita yang tinggal di kawasan rawan akan kejadian gempa bumi untuk segera merealisasikan bangunan tahan gempa.

Pemerintah setempat harus mengevaluasi bangunan-bangunan publik, baik pusat perbelanjaan, hotel, perkantoran, dan sekolah semua harus menerapkan standar bangunan tahan gempa. gempa bumi boleh terjadi, namun korban harus diminimalisir dengan adanya bangunan tahan gempa. Apalagi seperti pulau Bali yang sebagian besar masyarakatnya menggantungkan ekonomi pada sektor pariwisata, dimana keamanan infrastruktur tahan gempa bumi dapat menjadi nilai lebih untuk tetap menjaga antusiasme wisatawan baik lokal maupun asing untuk datang ke Bali.

Melihat dampak kejadian likuifaksi ketika peristiwa gempa bumi palu, juga harus membuat kita waspada terhadap potensi likuifaksi di wilayah kita. Pemerintah daerah setempat harus mengetahui wilayah mana saja yang rawan akan potensi bencana likuifaksi serta memperketat perijinan lahan di wilayah yang rentan tersebut. Jangan sampai wilayah yang rentan akan potensi likuifaksi justru jadi kawasan pemukiman bagi masyarakat.

Kita juga harus peduli dan mau menjaga peralatan yang menyangkut kepentingan orang banyak. Dalam kasus ini banyaknya komponen sensor gempa bumi milik BMKG yang dicuri, begitu juga dengan peralatan pendeteksi tinggi gelombang di laut yang diganggu dan dicuri milik BIG, maka hal ini jangan sampai terjadi lagi mengingat pentingnya fungsi peralatan tersebut. Jangan sampai kita ikut menjadi penyebab utama hilangnya nyawa saudara kita karena tidak sampainya informasi peringatan dini akibat rusaknya peralatan.

Datangnya ujian yang bertubi-tubi melanda Indonesia melalui bencana gempa bumi dan tsunami ini sudah selayaknya menjadikan semua komponen masyarakat Indonesia semakin sadar atas pentingnya mitigasi bencana.

Mengenali jalur evakuasi di sekitar tempat tinggal menjadi penting, jangan sampai saat terjadi gempa kuat, kita tidak tahu harus menyelamatkan diri kearah mana. Pantai-pantai yang ada di Bali sendiri saat ini hampir seluruhnyasudah terpasang jalur evakuasi. Tugas kita hanya perlu mengikuti jalur-jalur evakuasi tersebut.

Melakukan kegiatan simulasi gempa bumi kuat di lingkungan sekolah, perhotelan dan perkantoran yang bertingkat juga merupakan salah satu upaya melatih kesiapsiagaan sebelum menghadapi gempa bumi yang sesungguhnya.

Dengan memetik pelajaran dari kejadian bencana gempa bumi dan tsunami tentunya diharapkan kita dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang ada saat kejadian gempa bumi dan tsunami terjadi di wilayah kita.*

Komentar