nusabali

Gubernur Ajak Krama Bali Tingkatkan Rasa Solidaritas

  • www.nusabali.com-gubernur-ajak-krama-bali-tingkatkan-rasa-solidaritas

Peringati Puputan Margarana, Keluarga Pejuang Gelar Tradisi Mamunjung

TABANAN, NusaBali
Memperingati 72 Tahun Puputan Margarana, ribuan keluarga pejuang gelar tradisi mamunjung di Taman Pujaan Bangsa Margarana, Desa Kelaci, Kecamatan Marga, Tabanan, 20 November 2018. Sementara, Gubernur Wayan Koster yang bertindak sebagai Inspektur Upacara dalam peringatan 72 Tahun Puputan Margarana, Selasa (20/11) pagi, mengajak krama Bali memupuk dan tingkatkan rasa solidaritas.

Keluarga pejuang yang datang ke Taman Pujaan Bangsa Margarana, Selasa kemarin, bukan hanya dari Tabanan, tapi juga asal berbagai kawasan di Bali, seperti Karangsem dan Buleleng. Mereka mamunjung untuk mendoakan sang pejuang agar mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Mereka datang dengan sarana upacara punjung dan kemudian sembahyang di makam leluhurnya masing-masing. Usai sembahyang, lungsuran (buah-buahan dan jajan bekas upacara) disantap bersama di lokasi.

Mereka yang datang mamunjung ke Taman Pujaan Bangsa Margarana, Selasa kemarin, antara lain, I Nengah Mustika. Dia datang bersama keluarganya dari Banjar Kaja, Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu, Buleleng. "Saya ke sini bersama rombongan keluarga berjumlah 10 orang. Ini sudah menjadi agenda rutin tahunan Sudah menjadi agenda tahunan,” tutur Nengah Mustika, yang merupakan keturunan dari I Ketut Narta, pejuang yang gugur tahun 1946.

Menurut Nengah Mustika, tujuan tradisi mamunjung ini untuk mendoa-kan Ketut Narta yang telah menjadi Dewa Pitara agar mendapat tempat terbaik. "Selain itu, juga untuk menghormati dan menghargai jasa yang telah diberbuat pejuang saat zaman itu," katanya.

Selain tradisi mamunjung dari keluarga para pejuang, Selasa kemarin juga digelar upacara Peringatan 72 Tahun Puputan Margarana di Taman Pujaan Bangsa Margarana. Peringatan dengan tema ‘Glorakan Semangat Puputan Margarana Demi Tegaknya Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika’, Selasa pagi pukul 09.00 Wita, dihadiri langsung Gubernur Bali Wayan Koster---bertindak selaku Inspektur Upacara---beserta istri Nyonya Putri Suastini Koster, Wagub Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) beserta istri, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra beserta istri, Bupati/Walikota se-Bali, dan Pimpinan OPD lingkup Pemprov Bali.

Dalam sambutannya, Gubernur Koster menyampaikan bahwa momentum Hari Pahlawan yang diperingati setiap tahun hendaknya tidak dimaknai sebagai simbolis belaka, namun lebih dapat meneladani setiap makna dari peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu. Salah satunya, kebersamaan dalam satu perbedaan. “Kita boleh beda dalam tugas dan fungsi masing-masing, namun hendaknya bersama-sama da-lam mewujudkan kesejahtraan sosial,” ujar Gubernur Koster.

“Bercermin dari konsep nilai masa lalu yang diadaptasikan dengan konsep-konsep pembangunan masa sekarang, maka melalui momentum Peringatan 72 Tahun Puputan Margarana ini saya mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk memupuk rasa solidaritas sosial dengan dijiwai nilai-nilai luhur kepahlawanan, guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat lewat visi misi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ melalui Pembangunan Semesta Berencana,” imbuh Koster.

Dalam kesempatan tersebut, Koster juga menyerahkan hadiah juara I lomba napak tilas tahun 2014-2016 yang diraih Kabupaten Gianyar, kemudian juara I lomba napak tilas tahun 2018 ini juara satu diraih oleh Kabupaten Bangli, disusul juara II bagi Kabupaten Badung, dan juara III bagi Kabupaten Buleleng.

Sementara itu, seusai upacara di Taman Pujaan Bangsa Margarana kemarin, segenap pejabat dan undangan menikmati prosesi mapeed yang dilakukan ibu-ibu PKK dari Desa Kelaci, Kecamatan Marga. Pantauan NusaBali, ritual mapeed yang melibatkan 209 ibu PKK ini berlangsung dari jalan raya menuju Utama Mandala Monumen Margarana. Mereka tampak rapi berbaris sambil nyuwun gebogan, diiringi tabuh baleganjur.

Bendesa Pakraman Kelaci, I Nyoman Sumayasa, menyatakan tradisi mapeed dilakukan secara turun temurun saat Peringatan Puputan Margarana. "Kami lakukan ini sebagai wujud persembahan dan ucapan syukur kepada para pejuang yang telah gugur di medan pertempuran," kata Nyoman Sumayasa kepada NusaBali.

Bukan hanya itu, menurut Sumayasa, tradisi mapeed ini juga sebagai wujud rasa kebangkitan. Pasalnya, Desa Kelaci dulunya menjadi tempat sejarah pertempuran zaman perang mempertahankan kemerdekaan, yang masih membekas di ingatan warga setempat. "Tradisi mepeed ini menunjukkan rasa kebangkitan dan rasa semangat bagi warga dan desa," katanya. *de

Komentar