nusabali

Bebek Timbungan Gali Kembali Masakan Lawas Bali yang Hampir Punah

  • www.nusabali.com-bebek-timbungan-gali-kembali-masakan-lawas-bali-yang-hampir-punah

Setiap menu dilandasi konsep filosofi budaya Bali yang kental.

MANGUPURA, NusaBali
Bebek Timbungan, restaurant yang khusus mengangkat kuliner warisan budaya Bali, kini telah membuka cabang keduanya di Pertokoan Sunset One, Jalan Sunset Road Dewa Ruci, Kuta, Badung. Sebelumnya, restaurant yang terkenal dengan menu Bebek Timbungan – sesuai nama restaurantnya – terlebih dulu telah terlahir di Secret Garden Village Bali, Luwus, Tabanan.

Foto: Hidangan Bebek Timbungan Lengkap dengan Aneka Sayur, Sate, dan Sambal - Dok - Bebek Timbungan

Menurut Chef Ida Bagus Udiyana (Chef Udi), selaku Kepala Chef di Bebek Timbungan dan sekaligus pencetus menu-menu di restaurant Bebek Timbungan Heritage, bahwa Timbungan sendiri berasal dari kata ‘embung’ atau ‘timbung’ yang berarti ‘bambu muda.’ Jadi, Bebek Timbungan bisa dikatakan sebuah hidangan yang dimasak dengan teknik timbungan, yaitu memasak dengan bambu. Tidak hanya bebek yang bisa ditimbung, namun hidangan lain juga dapat dimasak dengan cara yang sama.

Dipaparkan, bahwa Bebek Timbungan ingin kembali mengangkat ciri khas masakan Bali yang hampir punah. Maka, lewat Bebek Timbungan, lidah pengunjung diajak bernostalgia kembali dengan masakan-masakal lawas Bali yang mungkin kini sudah jarang dihidangkan, tentunya dengan nama-nama menu yang sangat unik dan pasti akan membekas diingatan pengunjung.

“Masakan ini hampir punah, kami punya inisiatif disokong oleh manajemen untuk mengembangkan lagi masakan-masakan Bali yang mulai punah. Seperti yang ada di menu, salah satunya adalah Tambusan Lawas Genit, ini tidak lain adalah ketika ibu kita masak di dapur, dulu tidak ada gas dan minyak tanah, sehingga memasaknya lama sekali sampai istilahnya ‘gatal punggung bapaknya sampai hilang’ tapi masakannya belum juga jadi. Jadi, Lawas Genit itu, Lawas artinya lama, Genit itu gatal,” papar Chef Udi pada awak media saat jumpa pers, Kamis (15/11).

Selanjutnya, dijelaskan pula oleh Chef Udi mengenai menu-menu lain yang masih mengambil filosofi rakyat Bali, misalnya menu Kepiting Sera Lemo yang diangkat dari cerita Pedanda Baka, cerita di Bali yang mengisahkan seorang Pendeta berwujud  Burung Bangau yang menyebar isu bohong pada kepiting dan ikan-ikan bahwa kolam yang mereka tempati akan segera mengering dan ada sebuah kolam besar yang lebih banyak airnya. Maka, dengan tipu dayanya, Pedanda Baka ingin menolong memindahkan ikan-ikan dan kepiting ke tempat tersebut. Namun, di tengah jalan, ternyata ia memakan seluruh ikan yang dibawa dan hal itu diketahui oleh si kepiting. Akhirnya, Pedanda Baka meregang nyawa dicapit lehernya oleh kepiting.

“Kepiting Sera Lemo atau Yuyu ini, kami angkat dari cerita tentang Pedanda Baka, cerita di Bali yang mengisahkan betapa hoax-nya dulu, sebelum kita tahu hoax, ini sudah beredar ratusan tahun yang lalu. Mungkin ibu bapak lebih tahu ceritanya dari saya, jadi cerita-cerita filosofi itulah yang kita angkat ke dalam menu masakan ini,” ujar Chef Udi.

Dalam kesempata itu pula, ia menjelaskan lagi bahwa seluruh bebek yang dimasak untuk hidangan Bebek Timbungan adalah bebek yang sudah tidak produktif lagi. Ini, semata-mata dilakukan karena menghormati tradisi Bali yang hingga saat ini menggunakan bebek sebagai sarana upacara yadnya. Maka, sebisa mungkin, dicarilah bebek yang tidak digunakan dalam upacara keagamaan, juga bebek pejantan yang sudah tidak produktif lagi.

Selain konsep hidangan Bali lawas, Bebek Timbungan juga mengusung konsep Segara dan Gunung, yaitu hidangan yang bahannya bisa didapat di darat dan lautan. Menurut Chef Udi, dirinya percaya jika laut dan gunung tidak dipelihara dengan baik, maka akan terjadi hal buruk, “maka, kami pelihara gunung dan laut, bertemu di Luwus pada saat itu,” tutupnya. *ph

Komentar