nusabali

Hidup Sebatang Kara, Lansia Belum Dapat Bantuan Rastra

  • www.nusabali.com-hidup-sebatang-kara-lansia-belum-dapat-bantuan-rastra

Di usia 65 tahun, Ni Ketut Kartini alias Men Wati harus menjalani sisa harinya dengan hidup sebatang kara setelah kedua anaknya menikah.

TABANAN, NusaBali
Meskipun mempunyai saudara namun sudah tidak tinggal bersama. Kartini sudah berpisah dengan suaminya sejak anak keduanya masih di dalam kandungan. Sehingga dia kembali pulang ke rumah bajangnya di Banjar Banana Kelod, Desa Buruan, Kecamatan Penebel, Tabanan.

Saat ditemui di kediamannya, Rabu (14/11), Kartini tinggal di pekarangan yang tidak luas. Terdapat satu rumah sebagai tempat menjalani hari-harinya meskipun rumah itu beratapkan genteng dan berlantai semen halus. Tidak ada barang istimewa, terdapat dapur darurat yang satu lokasi dengan kandang ayam, sementara kamar mandinya tidak ada jamban. Sehingga kesehariannya dia BAB di saluran irigasi yang lokasinya tak jauh dari rumahnya.

Sebelum hidup sebatang kara, Kartini tinggal bersama orangtuanya. Namun pada 2014 lalu ibunya Si Luh Nengah Rumbeg, meninggal. Bahkan sebelum ibunya meninggal, kedua anaknya lebih dulu menikah. Anak pertama Ni Putu Era Wati menikah ke Kecamatan Penebel, dan anak keduanya Edi Wirawan menikah ke Jawa.

Meski kondisi fisiknya sudah bungkuk sehingga membuat aktivitasnya terhambat, Kartini masih bisa mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Mulai dari memasak, mencuci, dan mencari kayu bakar di sekitaran rumahnya untuk memanak nasi. Namun dia masih beruntung, anaknya yang perempuan yang sudah menikah sering membawakan beras maupun makanan untuknya. “Anak saya sering bawakan saya beras untuk masak, kadang lauk pauk juga dibawakan,” ujarnya.

Tak hanya itu, tetangganya juga sering membantu Kartini. Biasanya Kartini meminta kayu bakar, garam, bawang, cabai, dan keperluan hidupnya. “Saya juga sering minta bantuan kakak yang tinggal di Kediri untuk mengantar ke puskesmas,” tutur Kartini, anak bungsu dari empat bersaudara.

Kartini adalah penerima bantuan Kartu Indonesia Sehat (KIS), tetapi sama sekali belum menerima bantuan rastra (beras sejahtera). Padahal bantuan rastra sangat diharapkan, karena keseharian selalu merepotkan sang anak yang sudah menikah. “Saya belum pernah menerima bantuan beras, kalau KIS sudah, karena sering saya pakai berobat dan tidak pernah membayar,” akunya.

Kartini berharap bisa menerima bantuan beras, agar tidak selalu meminta ke anaknya. Sementara kalau bekerja dia mengaku tidak mampu. Dia hanya mengandalkan memelihara ayam Jepang yang setiap 4 bulan baru bisa dijual. “Sekarang ayam saya baru bertelur, setiap empat bulan baru bisa dijual anakan ayamnya. Biasanya dapat Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu untuk empat anak ayam,” tuturnya.

Terkait kondisi itu Perbekel Buruan I Wayan Edy Suryawan mengatakan pihaknya telah mengajukan permohonan sejak tahun 2017 agar warganya mendapat bantuan rastra atau bantuan pangan non tunai (BPNT).

“Sudah kami ajukan beberapa kali, tetapi tidak masuk kriteria dari PKH (program keluarga harapan). Yang keluar hanya KIS saja, sedangkan yang bersangkutan juga menginginkan BPNT, dan ini sudah mendapat perhatian Dinas Sosial,” ucapnya.

Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tabanan I Nyoman Gde Gunawan,  menerangkan petugasnya telah melakukan pengecekan langsung ke yang bersangkutan setelah mendapatkan informasi. Kartini memang telah mendapatkan KIS. Dan kalau warga telah mendapat KIS, tentunya BPNT atau rastra juga pasti dapat.

Namun yang terjadi, data di pusat terkadang tidak sinkron dengan yang diusulkan oleh daerah. Dan kasus ini tidak hanya terjadi pada Kartini saja, melainkan juga dialami salah seorang warga dari Kecamatan Marga. “Kadang data ada tetapi tidak masuk dalam basis data terpadu yang dikeluarkan oleh pemerintah. Inilah yang akan kita usulkan, sama dengan kasus di Cau Marga, dapat KIS tetapi tidak dapat rastra,” tutur Gde Gunawan. *de

Komentar