nusabali

LENTERA : Tirtha Sejuk untuk Bumi

  • www.nusabali.com-lentera-tirtha-sejuk-untuk-bumi

Di dunia shamanism (agama tertua di muka bumi), tanda-tanda cahaya sering disembunyikan di balik perlambang alam.

Hati yang Sejuk


Perlambang ketiga dalam bentuk pohon beringin jelas sekali berisi undangan agar para pemimpin dan tokoh masyarakat selalu menyejukkan. Di pohon beringin, apa saja dan siapa saja yang berteduh di sana pasti sejuk. Di psikologi telah lama dibagikan, hanya ia yang penuh kesejukan di dalam yang bisa berbagi kesejukan ke luar. Konkretnya, hanya ia yang penuh penerimaan di dalam yang bisa memiliki taman jiwa penuh kesejukan di dalam.

Untuk direnungkan bersama, semua manusia punya kekurangan dan ketidaksempurnaan. Agar sejuk di dalam, lihat kekurangan seperti tukang taman melihat daun kering. Asal diletakkan di bawah pohon bunga rasa syukur, daun kering kekurangan akan berevolusi menjadi bunga indah kedamaian. Kedamaian di dalam inilah yang membuat seorang pemimpin mirip pohon beringin. Semua makhluk yang berteduh di sana jadi sejuk.

Di dunia meditasi telah lama terdengar pesan seperti ini: “Self-acceptance is a beautiful inner sunrise!” Begitu seseorang bisa menerima diri dan hidupnya apa adanya, ada matahari indah yang terbit di dalam diri. Begitu matahari jenis ini memancar lama di dalam, persoalan waktu ia juga akan memancar ke luar dalam bentuk karisma.

Dalam cerita Nelson Mandela, Bunda Teresa, dan Mahatma Gandhi, cahaya itu malah masih memancar terang jauh setelah tubuh beliau dibawa pergi oleh kematian. YM Dalai Lama memang kehilangan negerinya, tapi beliau mendapatkan kesempatan luas untuk menerangi dunia. Di berbagai kesempatan, berkali-kali Dalai Lama berpesan: “Kindness is my true religion!” Kebaikan, itulah agama beliau yang sesungguhnya.

Perlambang keempat berupa rumah pemimpin sedang berbisik pelan namun terang, di sanalah pemimpin dan tokoh masyarakat sebaiknya bermukim. Maksudnya, rumah spiritual seorang pemimpin adalah pikiran yang luas, jiwa yang diterangi spiritualitas, serta keseharian yang selalu menyejukkan. Tidak mudah menemukan pemimpin jenis ini di zaman sekarang. Namun, generasi baru bisa mempersiapkan diri sejak dini. Sebagai bahan renungan, bom dulunya diciptakan untuk membantu pemerintah khususnya untuk merontokkan bukit-bukit berbatu agar bisa membangun jalan. Tidak kebayang kalau belakangan bom digunakan teroris untuk menghabisi banyak nyawa manusia.

Tantangan ke depan lebih berat lagi, tidak kebayang apa yang akan terjadi kalau para teroris menggunakan teknologi rekayasa genetika serta kecerdasan buatan (artificial intelligence) sebagai kekuatan penghancur. Daya hancurnya akan berlipat-lipat lebih hebat dari bom teroris yang sangat ditakuti zaman ini. Tantangan ke depan yang kompleks dan rumit itulah yang sebaiknya digunakan generasi baru untuk melatih diri. Mengacu pada peninggalan tetua di atas, latih pikiran agar jauh dari picik dan sempit. Sebaliknya, miliki pikiran yang luas. Seawal mungkin masuki dunia spiritualitas seperti meditasi, yoga dan doa. Latih diri agar selalu sejuk di dalam sekaligus  di luar.

Tanda-tanda rumah spiritual seperti ini masih tersisa di Bali sampai saat ini. Di kepala Pulau Bali, nama desanya Kubutambahan. Kubu artinya rumah, tambah artinya positif. Ringkasnya, Bali adalah rumah untuk jiwa-jiwa yang indah. Di sebelah Kubutambahan ada Desa Bulian (abulih) dan Bungkulan (abungkul). Artinya, kalau mau tumbuh jadi jiwa yang indah, belajar melihat kehidupan secara utuh. Mawar bersanding dengan duri, kesenangan bersandingan dengan kesedihan, pujian bersanding dengan cacian.

Jika kepala diterangi cahaya ke-u-Tuhan, kaki bisa melangkah ke Sanur. Sa dalam bahasa Bali artinya satu. Nur tentu saja berarti cahaya. Begitu kepala terang oleh ke-u-Tuhan, kaki melangkah diterangi cahaya yang satu, di sana krama Bali bisa menemukan Ubud (obat). Tandanya, seseorang selalu melangkah indah di tengah, terutama karena Ubud ada di Bali Tengah. Dan, obat ini tidak saja menyembuhkan diri di dalam, tapi juga menyembuhkan dunia. Begitu jiwa pemimpin sembuh dan utuh seperti ini, setiap pikiran, ucapan dan tindakannya menjadi Tirtha yang sejuk untuk bumi. *

Gede Prama

Komentar