nusabali

LENTERA : Tirtha Sejuk untuk Bumi

  • www.nusabali.com-lentera-tirtha-sejuk-untuk-bumi

Di dunia shamanism (agama tertua di muka bumi), tanda-tanda cahaya sering disembunyikan di balik perlambang alam.

Pikiran yang Lentur

Di Bali, tempat itu terlihat terang benderang di perempatan Catur Muka Denpasar. Lapangan luas adalah undangan bagi para pemimpin dan tokoh masyarakat, agar memiliki pikiran yang luas, tidak sempit, apalagi picik. Meminjam pidato salah satu mantan Presiden AS di zaman dulu: “Saya memang dicalonkan jadi pemimpin oleh sebuah partai, tapi saya dipilih jadi pemimpin untuk melayani seluruh masyarakat!” Dengan kata lain, begitu seseorang terpilih menjadi pemimpin, dia tidak lagi menjadi milik partainya, namun mulai menjadi milik rakyat yang dipimpinnya. Dan, di zaman yang sangat terbuka ini, kesalahan kecil seorang pemimpin bisa dibicarakan secara sangat luas. Namun, tindakan-tindakan besar pemimpin bisa tidak dihiraukan orang.

Suka tidak suka, demikianlah zamannya. Karena itulah, keluasan dan keluwesan pikiran seorang pemimpin menjadi sangat diperlukan. Perlambang alam yang membantu dalam hal ini adalah air. Edward de Bono menyebutnya logika air: jauh dari kaku, jauh juga dari kebenaran yang membatu. “Belajar mengenakan sepatu orang lain,” begitu bunyi sebuah pesan tua.

Maknanya, agar pikiran cair mengalir, latih diri untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Bagi tukang taman, rumput liar itu mengganggu. Namun, bagi kelinci, rumput liar itu makanan enak. Yang perlu diendapkan dalam-dalam, pikiran yang cair mengalir tidak sama dengan serba boleh. Ada yang tidak boleh tentu saja. Namun, cara pengungkapan sebaiknya halus dan lembut. Dan, yang dilakukan tetua dalam hal ini sederhana, kalau tidak yakin akan menyejukkan, bungkus bibir dengan senyuman.

Tanda kedua berupa tempat suci, lain lagi. Ia undangan bagi pemimpin dan tokoh masyarakat untuk memasuki dunia spiritual. Sahabat-sahabat yang lama duduk di kursi pemimpin, mengerti bahwa tidak semua hal bisa dimengerti dengan logika dan rasa. Guru besar dari MIT Donald Schon dalam mahakaryanya berjudul ‘The Reflective Practioners’ menyebutnya dengan tacit knowlegde (pengetahuan yang tidak bisa diungkapkan dengan logika dan rasa).

Meminjam cerita terindah di Upanishad tentang Svetaketu: “Belajar hal-hal yang tidak bisa diajarkan!” Di dunia spiritual mendalam, ia disebut alam rahasia yang bisa muncul dengan berbagai wajah. Tidak mudah menjelaskan hal ini pada publik pemula. Yang jelas, pemimpin mana pun yang mendalami spiritualitas, akan terbimbing rapi di sepanjang perjalanan.

YM Dalai Lama adalah sebuah contoh indah dalam hal ini. Beliau memang kehilangan negerinya, Tibet, di usia 15 tahun. Namun, banyak pihak di dunia menyimpulkan seperti ini ‘HH Dalai Lama is suffering to Tibet, but blessing to the world’ (Beliau adalah simbol penderitaan bagi Tibet, namun berkah indah bagi dunia, Red). Karena negerinya diambil orang, maka cahaya Dalai Lama bisa menerangi dunia.

Mahatma Gandhi adalah contoh pemimpin lain yang mendalami spiritualitas. Ketika jutaan orang sudah siap mendukungnya untuk demonstrasi menentang penjajah Inggris soal garam, Gandhi malah duduk meditasi lama sekali. Ketika ditanya kenapa, dengan tersenyum pria tidak berambut ini menjawab: “Tidak boleh ada kemarahan dalam setiap perjuangan!”

Ujungnya sudah dicatat sejarah, tentara terkuat di dunia ketika itu harus angkat kaki dari India bukan karena senjata, tapi diusir oleh kekuatan cinta. Persisnya, cinta sangat mendalam pada India. Saat Nelson Mandela meninggalkan penjara tempatnya ditahan selama 27 tahun, dengan terang beliau berpesan: “Kalau saya tidak memaafkan, tubuh saya memang sudah keluar dari penjara. Namun, pikiran saya akan terus menerus ada di dalam penjara kebencian dan kemarahan.” Inilah contoh pemimpin yang memasuki spiritualitas mendalam.


SELANJUTNYA . . .

Komentar