nusabali

Banyuning Timur Jelaskan soal Ngusaba Desa

  • www.nusabali.com-banyuning-timur-jelaskan-soal-ngusaba-desa

Ada Dua Kali Nyepi Desa Dalam Setahun

SINGARAJA, NusaBali
Desa Pakraman Banyuning yang terdiri dari empat Banjar Adat memiliki tradisi dan kepercayaan yang sangat unik. Desa di wilayah Kecamatan Buleleng ini ternyata memiliki dua versi pelaksanaan Ngusaba Desa. Yakni ngusaba desa yang jatuh pada sasih kalima yang dilaksanakan tiga banjar adat (Banyuning Barat, Tengah dan Utara,red) dan ngusaba desa pada sasih kapat yang digelar oleh Banjar Adat Banyuning Timur.

Rangkaian upacara ngusaba desa dalam dua versi memang tidak ada bedanya, hanya beda pelaksanaan. Menurut tokoh masyarakat Banyuning Timur, I Made Astana yang ditemui bersama sejumlah tetua dan tokoh agama Banyuning Timur menjelaskan jika pihaknya tetap melaksanakan upacara ngusaba desa yang diawali dengan pacaruan dan nyepi desa sesuai dengan warisan dari leluhurnya.

Pihaknya menyebutkan jika selama ini masih mempercayai dan memegang teguh pelaksanaan Ngusaba Desa yang jatuh pada sasih kapat, diawali dengan pacaruan dan nyepi desa pada sasih katiga. Hal itu pun menurut Astana dikuatkan dengan sejumlah bukti otentik. Salah satunya prasasti di kori agung Pura Desa Pakraman Banyuning beraksara Bali, yang menyatakan pada 14 Oktober 1924, Desa Pakraman Banyuning, melaksanakan upacara Ngusaha Desa atau pangebek pada sasih kapat dan diawali dengan pacaruan pada tilem sasih katiga.

Pelaksanaan Ngusaba Desa itu juga berpatokan pada lontar milik keluarga Ida Bhujangga di Banyuning yang menyatakan pacaruan dalam rangka ngusaba desa dilakukan pada tilem sasih katiga dan jika berhalangan dilakukan pada sasih kalima. “Selain itu kami juga punya banyak bukti berkas dan naskah, seperti paparan pakar budaya asal Banyuning, Bapak Ketut Putru Martha dan Bapak Putu Semadhi, saat penyusunan awig-awig desa Banyuning tahun 1986 memang dinyatakan pada tilem sasih katiga dan ngusabanya pada sasih kapat,” katanya.

Hal senada juga disebut Astana tertulis pada buku sejarah Monasphatika/Banyuning yang ditulis Ketut Putru Martha dan catatan Nyoman Bawa tokoh masyarakat setempat. Selain juga bukti hasil paruman yang menetapkan pelaksanaan upcara ngusaba desa.

Dengan fakta dan acuan peninggalan sejarah, krama Banyuning Timur melakukan upacara ngusaba desa pada sasih kapat. Apalagi menurut Jro Mangku Bhujangga yang juga mendampingi Astana mengatakan pelaksanaan ngusaba desa pada sasih kapat sangat tepat, jika dicarikan referensi dalam lima lontar upacara pegangan pamangku dan sulinggih.

Sementara itu ngusaba desa pakraman Banyuning yang sudah diwarisi dari leluhur, jika dilihat dari kondisi alam sangat ideal sejalan dengan logika. “Oktober itu adalah musim penghujan dan biasanya air tedun akhir oktober, itu sudah hujan deras, jadi sebelum itu petani sudah bersiap-siap dengan pembibitan dan siapkan saluran air, termasuk menyiapkan upacara ngusaba. Ternyata leluhur kami sudah memperhitungkan dengan matang soal itu,” ungkapnya.*k23

Komentar