nusabali

Sang Istri Patah Tulang Kaki, Suaminya Memar di Kedua Lutut

  • www.nusabali.com-sang-istri-patah-tulang-kaki-suaminya-memar-di-kedua-lutut

Korban patah tulang Ni Ketut Warni bersedia dibawa ke RSUD Negara setelah dibujuk petugas BPBD Jembrana. Namun, perempuan sepuh yang patah kaki iri ini menolak jalani operasi dan rawat inap di rumah sakit

Kisah Pasutri Sepuh di Desa Tegal Badeng Barat, Jembrana Selamatkan Diri Saat Gempa Situbondo


NEGARA, NusaBali
Selain 10 korban luka yang sudah terdata sebelumnya, ada lagi satu warga Jembrana yang terluka akibat goncangan gempa berkekuatan 6,4 SR di Situbondo, Jawa Timur, Kamis (11/10) dinihari. Dia adalah Ni Ketut Warni, 61, nenek asal Banjar Puana, Desa Tegal Badeng Barat, Kecamatan Negara, Jembrana, yang patah tulang kaki kirinya karena jatuh di teras rumahnya ketika berusaha menyelamat diri.

Saat gempa terjadi, Kamis dinihari sekitar pukul 02.45 Wita, korban Ni Ketut Warni berusaha menyelamatkan diri dengan lari dari rumahnya bersama sang suami, I Ketut Linggih, 67. Pasutri sepuh ini lari sambil bergandengan tangan. Apes, Dadong (Nenek) Ketut Warni jatuh di teras rumahnya hingga patah kaki kiri dalam kondisi pingsan. Sedangkan suaminya, Ketut Linggih, yang juga ikut jatuh, mengalami memar di kedua dengkulnya.

Sang suami, Pekak (Kakek) Ketut Linggih mengisahkan, ketika terjadi gempa waktu itu, dia bersama istrinya sedang istirahat di kamar tidur. Begitu merasakan gempa, pasutri sepuh ini terbangun. Karena mendengar warga tetangga berteriak-teriak mengatakan gempa, Pekak Linggih dan Dadong Warni pun langsung berlari keluar kamar untuk menyelamatkan diri.

“Saya lari barengan sambil pegang istri (korban Dadong Warni, Red). Karena dalam kondisi panik, pas lari mau turun dari tangga pondasi rumah, istri saya terpeleset dan jatuh. Saya juga ikut jatuh. Kebetulan waktu itu kondisinya gelap, karena lampu di teras rumah mati,” kenang Pekak Linggih saat ditemui NusaBali di rumahnya kawasan Banjar Puana, Desa Tegal Badeng Barat, Kecamatan Negara, Jumat (12/10).

Menurut Pekak Linggih, saat terjatuh di teras rumahnya tersebut, Dadong Warni seketika pingsan. Melihat hal tersebut, Pekak Linggih dibantu salah satu anaknya, I Ketut Dede Ariadi, 30, bergegas menggotong Dadong Warni untuk dibawa ke pekarangan rumah. Setelah gempa mereda, Dadong Warni langsung siuman dan mengeluh kesakitan di bagian kaki kirinya.

Selanjutnya, Dadong Warni direbahkan ke bale di pekarangan rumah. “Anak saya yang bantu. Sebenarnya, dia (sang anak, Ketut Gede Ariadi, Red) sudah duluan keluar. Pas melihat saya dan istri terjatuh, dia langsung kembali membantu mengangkat ibunya (dadong Warni),” papar pria berusia 67 tahun yang dikaruniai 6 orang anak dan sejumlah cucu ini.

Meski Dadong Warni kesakitan, menurut Pekak Linggih, istrinya itu justru menolak dibawa ke RSUD Negara. Karena itu, Pekak Linggih bersama anaknya berusaha memberikan pertolongan dengan mencari seorang tukang pijat tradisional dari Desa Tegal Badeng Barat. Berdasarkan hasil pemeriksaan tukang pijat tradisional, Jumat pagi, terungkap Dadong Warni mengalami patah tulang kaki kiri.

“Tadi pagi (kemarin) waktu dicarikan tukang pijat, memang sudah sempat disarankan agar istri saya di-rontgen ke rumah sakit untuk memastikan patah tulangnya. Tapi sayang, istri saya tetap tidak mau, karena takut nanti dioperasi,” cerita Pekak Linggih.

Sementara itu, jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jembrana langsung melakukan pengecekan, Jumat kemarin, begitu mendapat informasi ada korban patah kaki akibat gempa. Bahkan, Kepala Pelaksana BPBD Jembrana, I Ketut Eko Susila, ikut terjun langsung ke rumah korban Dadong Warni di Desa Tegal Badeng Barat.

Setelah dilakukan upaya pendekatan oleh BLBD Jembrana, koban Dadong Warni yang sempat bersikukuh takut dioperasi itu, akhirnya bersedia dibawa ke IRD RSUD Negara. Nenek berusia 61 tahun ini diangkut ke rumah sakit menggunakan ambulans BPBD Jembrana.

Dari hasil rontgen, Dadong Warni dipastikan patah tulang kaki kiri, hingga perlu dilakukan tindakan operasi. Namun, korban tetap bersikukuh menolak dilakukan operasi maupun rawat inap di rumah sakit. Kemauan korban akhirnya dituruti pihak keluarga, sehingga Dadong Warni tidak dioperasi dan hanya menjalani rawat jalan.

Kepala Pelaksana BPBD Jembrana, Ketut Eko Susila, mengatakan korban Dadong Warni sebenarnya telah memiliki kartu jaminan kesehatan berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun, korban tetap menolak untuk dioperasi maupun dirawat inap di RSUD Negara, sehingga kemarin diantar pulang ke rumahnya.

“Mengenai tindakan lebih lanjut, kami tidak bisa mengintervensi. Dari keluarga sebenarnya mau saja kalau korban memang harus dioperasi. Tapi, korban tetap menolak dioperasi. Dari keterangan tim dokter, masih bisa dilakukan rawat jalan, tapi agak lama sembuhnya,” jelas Eko Susilo kepada NusaBali.

Dengan terdatanya korban Dadong Warni, maka ada 11 warga Jembrana yang terluka akibat gempa Situbondo, Kamis dinihari. Sebelumnya, telah terdata 10 korban luka di Jembrana, termasuk aktivis LSM lingkungan Ngurah Kariyadi, 63. Seperti halnya Dadong Warni, Ngurah Karyadi juga retak tulang kaki kiri, gara-gara melompat dari ketinggian 2 meter di rumahnya kawasan Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo.

Sedangkan 9 korban luka lainnya saat itu, masing-masing Ni Ketut Tuti Parwati, 39 (Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo), I Putu Sentana, 45 (asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara), Komang Aris Setiawan, 19 (Desa Kaliakah, Kecamatan Negara), dr Metya Dewi, 34 (Kelurahan Banjar Tengah, Kecamatan Negara), Rizky Alvan, 6 (Desa Tegal Badeng Timur, Kecamatan Negara), Kristian Tri Hardiyanto, 34 (Desa Tegal Badeng Timur, Kecamatan Negara), I Gede Yasa Priadi (Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara), Dewi Darmawati, 45 (Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara), dan Anggraeni (asal Kelurahan Loloan Timur, Kecamatan Negara). *ode

Komentar