nusabali

Tunggu Bonus Rp 1 Miliar, Sebagian untuk Upacara Potong Gigi

  • www.nusabali.com-tunggu-bonus-rp-1-miliar-sebagian-untuk-upacara-potong-gigi

Atlet para atletik Ni Made Ariyanti Putri mengalami tuna netra sejak lahir. Bahkan, penderita difabel asal Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini sempat tiga kali menjalani operasi mata

Ni Made Ariyanti Putri Borong 2 Medali Perak di Pesta Olahraga Asian Para Games III 2018

JAKARTA, NusaBali
Atlet para atletik asal Bali, Ni Made Ariyanti Putri, 22, mencatat prestasi gemilang dalam pesta olahraga Asian Para Games III di Jakarta, 6-13 Oktober 2018. Sehari pasca sukses sabet medali perak lewat nomor lari 100 meter T13, Kamis (11/10) Made Ariyanti kembali berhasil sabet perak dari nomor lari 400 meter T13 dalam laga cabang atletik yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta. Made Ariyanti pun berhak mendapatkan bonus Rp 1 miliar atas 2 medali perak yang direngkuhnya.

Made Ariyanti sabet medali perak lari 400 meter T13 dengan catatan waktu 65,29 detik. Pelatri difabel asal Banjar Lantangidung, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini diungguli atlet Jepang, Sasaki Mana, yang sabet emas dengan torehan waktu 61,48 detik. Sedangkan medali perunggu diraih pelari Iran, Mahdavikiya Ozra, dengan waktu 68,18 detik.

Keberhasilan Made Ariyanti meraih perak kemarin, mendapat aplaus dari penonton yang memadati Stadion Utama GBK Jakarta. Sebab, atlet tuna netra kelahiran Denpasar, 4 Februari 1996, ini berjuang sendirian mempertaruhkan kehormatan Indonesia di nomor 400 meter putri. Masalahnya, pelari Indonesia lainnya, Aulia Putri, justru didiskualifi-kasi.

Dengan suksesnya kemarin, Made Ariyanti pun menjadi satu-satunya atlet difabel asal Bali yang berhasil merengkuh 2 medali perak dalam APG III 2018 di Jakarta. Sehari sebelumnya, Rabu (10/10), Ariyanti juga sukses sabet medali perak dari nomor lari 100 meter T13, dengan catatan waktu 13,00 detik. Torehan waktunya hanya terpaut tipis dari atlet Indonesia lainnya, Aulia Putri, yang sabet medali emas dengan catatan 12,49 detik. Sedangkan medali perunggu disabet atlet Indonesia lainnya, Endang Sari Sitorus, dengan waktu 13,07 detik.

Ariyanti mengaku surprise dan sekaligus senang sabet 2 medali perak dalam aksi pertamanya di ajang APG 2018. Sebab, torehan ini di luar predikasi dan target. Ariyanti pun persembahkan 2 medali perak tersebut kepada seluruh masyarakat Indonesia yang telah mendukungnya.

"Saya tidak ditarget mendapatkan medali di nomor 400 meter ini, karena catatan waktu lawan rata-rata tajam. Astungkara saya dapat medali," ujar Ariyanti kepada NusaBali seusai pengalungan medali di Senayan, Kamis kemarin.

Menurut Ariyanti, medan pertandingan di Stadion Utama GBK Senayan agak sulit, khususnya saat berada di tikungan. Dia agak repot menyeimbangkan badan, karena penglihatannya terbatas. Beruntung, atlet berusia 22 tahun dengan tinggi badan 160 cm dan berat 49 kg ini dapat mengatasi kondisi medan dengan cara berlatih intensif di selama menjalani Pelatnas di Solo. Selain itu, dia juga menjajal Stadion Utama GBK sebelum pertandingan.

"Selain itu, saya menggunakan feeling agar tepat ketika berlari di tikungan. Saya bisa seperti itu juga tidak terlepas dari dukungan penonton di stadion yang selalu antusias memberikan support, sehingga saya menjadi lebih percaya diri untuk mendapatkan hasil terbaik," tutur anak bungsu dari dua bersaudara keluarga pasangan I Nyoman Setiawan dan Made Suri ini.

Begitu berhasil meraih medali perak kedua, Kamis kemarin, Made Ariyanti langsung menghubungi kedua orangtuanya di Bali. Kedua orangtuanya pun sangat senang dengan keberhasilan Ariyanti di tingkat Asia. Konon, pasutri Nyoman Setiawan dan Made Suri berharap agar Ariyanti selalu bahagia serta memberikan yang terbaik kepada nusa dan bangsa.

"Saya sudah komunikasi dengan orangtua. Mereka mengatakan yang penting saya bahagia, enjoy, dan melakukan yang terbaik bagi negara. Orangtua ikut senang dan bangga," tandas Ariyanti, yang dalam laga pemanasan Test Event APG 2018 lalu juga sabet medali perak dari nomor lari 100 meter T13 dan 400 meter T13.

Atas suksesnya mengharumkan nama bangsa dan negara, Made Ariyanti pun akan kecipratan bonus menggiurkan. Ariyanti total dapat bonus Rp 1 miliar, karena medali perak dihargai Rp 500 juta. Ini sama dengan penghargaan bagi atlet peraih medali dalam Asian Games XVIII 2018 lalu di Jakarta.

Meski demikian, Ariyanti mengaku belum mengetahui tentang bonus tersebut. Namun, Ariyanti sudah memiliki rencana terkait penggunaan bonus Rp 1 miliar atas suksesnya di APG III 2018 ini. "Bonus tersebut nanti akan saya gunakan untuk upacara potong gigi. Juga untuk kado pernikahan kakak saya," papar adik kandung dari I Wayan Yasa Ariawan ini.

Setelah usainya APG III 2018 di Jakarta nanti, Ariyanti mengagendakan ikut kejuaraan bertaraf internasional. Dia pun berharap dapat lolos ke pesta olahraga Para Lympic di Tokyo. Sebelum ke Tokyo, Ariyanti lebih dulu akan mempersiapkan diri berlaga dalam ASEAN Para Games 2019 di Filipina.

Sebelumnya, Ariyanti sudah sempat berjaya dalam pesta olahraga ASEAN Para Games 2017 di Myanmar. Kala itu, Ariyanti sukses mempersembahkan 3 medali perak bagi kontingen Indonesia, masing-masing dari nomor lari 100 meter putri T13, 200 meter putri T13, dan 400 meter putri T13.

Made Ariyanti Putri sendiri mengalami tuna netra sejak lahir. Dalam keluarganya, hanya dia yang difabel. Sedangkan kedua orangtua dan kakaknya, semua normal. Sang ayah, I Nyoman Setiawan, dikenal sebagai penari topeng tradisional. Sedangkan ibunya, Made Suri, adalah ibu rumah tangga.

Menurut Ariyanti, berbagai usaha telah dilakukan agar dapat melihat. Bahkan, Ariyanti sempat menjalani tiga kali operasi mata. Pertama, saat usia 3 bulan ketika operasi mata di RSUD Wangaya, Denpasar. Kala itu, matanya dianggap ada katarak sehingga, perlu dibersihkan.

Operasi kedua dijalani saat Ariyanti berusia 2,5 tahun. Saat itu, dia diajak menjalani operasi memasang lensa mata di Perth, Australia. Namun, mata kirinya tetap tidak bisa melihat, sementara penglihatan mata kanannya tidak terlalu jelas. Terakhir, Ariyanti operasi mata juling pada 2011 lalu. Namun, Ariyanti tetap saja tidak bisa melihat normal.

Kondisinya ini tidak lantas membuat Ariyanti patah semangat. Ini justru memotivasinya untuk berprestasi di cabang atletik. Dia juga tidak melupakan pendidikan. Setamat dari SLBN 1 Denpasar (setingkat SMA), dia melanjutkan kuliah di jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Sebelas Maret Solo. Ariyanti kuliah di sela-sela kesibukan berlatih di Pelatnas.

Ariyanti berharap dengan menempuh pendidikan, bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. “Saya bercita-cita menjadi guru. Kelak lewat profesi guru, saya ingin menularkan semangat pantang menyerah pula kepada yang lain,” tutur Ariyanti. *k22

Komentar