nusabali

'Perempuan Bukan Vas Bunga di Ranah Politik'

  • www.nusabali.com-perempuan-bukan-vas-bunga-di-ranah-politik

Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Bali terus menggenjot semangat dan menyusun strategi, agar hasil perjuangan kaum Srikandi lebih signifikan dalam Pileg 2019.

Suastini Koster Bakar Semangat Kader KPPI

DENPASAR, NusaBali
KPPI Bali secara khusus menggelar Focus Group Discussion (FGD), Kamis (11/10), dengan menghadirkan Dewan Pembina KPPI Bali Ni Putu Putri Suastini Koster dan Ketua Umum DPP PNIM, Sukmawati Soekarnoputri. Suastini Koster pun ikut membakar semangat para Srikandi, seraya mengingatkan bahwa perempuan bukanlah ‘vas bunga di ranah politik’.

FGD bertajuk ‘Penguatan Strategi Caleg Perempuan Menghadapi Pileg 2019, Perempuan Komitmen untuk Habis-habisan Merebut Kursi Legislatif di Semua Level’, Kamis kemarin, digelar KPPI Bali di Aula Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Bali, Jalan Melati Denpasar. FGD yang dipandu langsung Ketua DPD KPPI Bali, Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati, dihadiri pula Plt Kadis PPA Bali Luh Putu Haryani, Ketua Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan (KPAP) Daerah Bali AA Sagung Anie Asmoro, Komisi-oner Divisi Sosialisasi KPU Bali I Gede John Darmawan, serta anggota KPPI Bali dari lintas parpol.

Dalam FGD tersebut, Suastini Koster (yang notabene istri Gubernur Bali Wayan Koster) dan Sukmawati memberikan materi strategi perjuangan perempuan di Pileg 2019 mendatang, supaya tidak lembek dan kalah dari politisi pria. Suastini Koster membakar semangat para kader KPPI Bali, yang semuanya maju tarung ke Pileg 2019.

Suastini Koster menegaskan, perempuan dasanya memang lurus-lurus saja dan tulus melakukan pekerjaan. Namun, ketika masuk ranah politik, perempuan harus berani, dalam artian memaknai perjuangan politik itu sendiri. “Dulu suami saya (Gubernur Koster) awalnya polos-polos saja. Ketika masuk dunia politik, sudah beda hitungannya. Hitung suara dapat berapa? Saya sebagai istrinya, ya berusaha mendorong dan membantu dengan doa. Sama dengan kalian sekarang ini, maju dengan semangat juang tak kenal menyerah,” tandas Suastini Koster.

Menurut Suastini Koster, dunia politik tidak hanya dilihat dari kedudukan, kekuasaan, dan posisi dalam pemerintahan. Namun, politik kekuasaan itu sesungguhnya adalah menuju kebahagiaan, kehidupan berbangsa dan bernegara untuk maju bersama-sama.

“Politik menempatkan akal budi, perilaku yang elegan, dan keindahan akal budi. Dalam ranah politik, harusnya menawarkan nurani. Saya bukan meluruhkan hati teman-teman perempuan KPPI, saya siap berada di tengah memberikan dukungan dan memberikan dorongan. Ing ngarso sung tulodo (di depan memberikan contoh), ing madyo mangun karso (di tengah memberikan dukungan), tut wuri handayani (yang di belakang memberikan dorongan),” ujar perempuan yang dikenal sebagai dramawati dan jago baca puisi ini.

Dalam pidatonya selama 1 jam, Suastini Koster juga mengingatkan KPPI Bali harus mampu meloloskan kadernya lebih banyak lagi ke kursi legislatif. Dia pun sentil Ketua KPPI Bali, Dewa Ayu Sri Wigunawati, Srtikandi Golkar yang maju tarung berebut kursi DPD RI Dapil Bali dalam Pileg 2019. “Kalau sampai Sri Wigunawati tidak lolos ke DPD RI, ini kekalahan KPPI, kekalahan teman-teman perempuan,” katanya.

Demikian juga kader KPPI Bali lainnya yang maju sebagai caleg semua level dalam Pileg 2019 mendatang, diminta teguhkan hati dan kerja mulai sekarang. Tunjukkan bahwa perempuan bisa dan setara dengan laki-laki. “Tapi, jangan juga lupa nunas ica (memohon doa) kepada leluhur supaya diberikan jalan lapang,” tandas mantan Wakil Sekretaris Pemuda Pancasila Provinsi Bali ini.

Menghadapi situasi politik ke depan di mana incumbent masih menjadi sosok menakutkan bagi perempuan, Suastini Koster memberikan tips bagaimana bertarung melawan incumbent. “Jangan takut dengan incumbent membawa bermiliar-miliar bansos. Harus tunjukkan kepada masyarakat, kalian punya nilai plus. Incumbent biar bawa sekarung duit, kalau kita berusaha menunjukkan punya kualitas, punya nilai lebih, rakyat pasti mau memberikan pilihan. Melawan bansos jangan dengan uang. Ya, gunakanlah taktik Jenderal Sudirman, punya budi, nurani, punya hati,” tegas Suastini Koster.

Pada bagian lain, Suastini Koster mengingatkan, posisi perempuan di ranah politik sudah semakin diperhitungkan. Buktinya, PKPU mewajibkan parpol peserta Pemilu untuk melibatkan 30 persen caleg perempuan. Dengan kuota 30 persen ini, perempuan harus memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan Bali dan Indonesia.

“Jika Anda terpilih, Anda semua bukanlah vas bunga tempat pajangan untuk menyedapkan pandangan para politisi. Perepuan bukan vas bunga di ranah politik. Namun, perempuan yang duduk sebagai wakil rakyat, haruslah berjuang secara moral dan intelektual untuk kepentingan masyarakat,” papar perempuan asal Desa Padangsambian Kaja, Kecamatan Denpasar Barat ini.

Sementara itu, Sukmawati Soekarnoputri mengatakan dalam dunia politik, perempuan harus belajar dari sosok Sarinah, yakni pengasuh Bung Karno ketika masa kanak-kanak. Sosok Sarinah punya akal budi pekerti dan kecerdasan. Ketua Umum DPP PNIM ini mengisahkan masa kecilnya sebagai putri dari mendiang Presiden Soekarno.

“Saya sebagai politisi, dulunya diisi otak urusan politik ketika ayah saya memimpin PNI. Beliau memberikan pedoman perjuangan kepada kaum wanita, yang tidak hanya pintar urusan rumah tangga, tapi juga cerdas dan mampu menunjukan kesetaraan, lebih pandai dalam ilmu sosial politik. Ketika mereka mampu meraih itu, sebuah kemajuan bagi satu bangsa. Wanita harus maju di segala bidang. Itulah yang ditananmkan ayah saya, Bung Karno,” kenang adik kandung Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum DPP PDIP) ini.

Menurut Sukmawati, perempuan harus memenuhi kuota 30 persen dalam komposisi legislatif dan kepengurusan parpol. “Semua caleg perempuan harus maksimal meraih kursi, walaupun punya spesialisasi itu beda-beda. Kuota 30 persen itu sudah menjadi keputusan Perserikatan Bangda Bangsa (PBB), supaya wanita tertarik dalam dunia politik. Jangan urusan bisnis saja atau urusan rumahtangga saja. Jangan menyerah, saya sarankan pelajari itu buku Sarinah, bagaimana seorang perempuan itu berjuang,” tandas Sukmawati. *nat

Komentar