nusabali

SMPN 2 Rendang Belajar di Bale Gong

  • www.nusabali.com-smpn-2-rendang-belajar-di-bale-gong

Tidak mungkin belajar double shift karena tempat tinggal para siswa jauh jauh dari sekolah.

AMLAPURA, NusaBali

SMPN 2 Rendang, Karangasem memanfaatkan bale gong, ruang ketrampilan, dan laboratorium untuk ruang belajar. Penyebabnya, SMPN 2 Rendang masih kekurangan 6 ruang kelas. Dari 21 rombongan belajar hanya didukung 15 ruang kelas. Imbasnya, proses belajar mengajar kurang optimal.

Kasek SMPN 2 Rendang, Ketut Suparjana, mengakui masih kekurangan 6 ruang kelas. Suparjana mencoba menyiasati kekurangan itu dengan menggunakan mapping kelas. Jika ada siswa menggelar praktek IPA di lab, maka siswa yang biasa belajar menggunakan lab pindah ke ruang kelas siswa yang tengah praktek. “Kesannya belajarnya berpindah-pindah,” ungkap Suparjana, Minggu (7/10).

Suparjana berupaya agar semua siswa belajar mulai pagi. Tidak mungkin belajar double shift, karena tempat tinggal siswa jauh-jauh, khawatir belajar mulai sore pulangnya malam. Sebab kondisi alam di Desa Pempatan mulai pukul 17.00 Wita terlihat mulai senja. Jika belajar mulai siang, tidak didukung guru pengajar yang memadai. “Kalau membangun gedung baru, lahan tidak punya. Kecuali bangunan yang telah ada dirombak jadi berlantai dua atau lantai III,” katanya.

SMPN 2 Rendang yang dibangun di lahan 6.050 meterpersegi didukung 25 guru PNS dan 8 guru kontrak. Kondisi siswa masing-masing kelas VII sebanyak 7 kelas, dengan 211 siswa, kelas VIII sebanyak 8 kelas dengan 246 siswa dan kelas IX sebanyak 6 kelas dengan 259 siswa. Tahun depan diperkirakan jumlah siswa baru meningkat jadi 8 kelas. Misalnya, siswa SMPN 2 Rendang yang belajar di bale gong, ruangan setengah terbuka, dalam kondisi panas. “Ya, memang seperti itu adanya, kami telah mengusulkan ke Disdikpora Karangasem,” katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kepemudaan (Disdikpora) Karangasem, I Gusti Ngurah Kartika, mengakui telah menerima laporan terkait kekurangan ruang kelas di SMPN 2 Rendang. “Memang dilema, di satu sisi wajib menampung siswa baru sebanyak mungkin, untuk program wajib belajar sembilan tahun, di sisi lain belum didukung sarana yang memadai,” kata Gusti Ngurah Kartika. *k16

Komentar