nusabali

Ketua yang Baru Kena Epilepsi, Bendaharanya Nikah, LPD Dibekukan

  • www.nusabali.com-ketua-yang-baru-kena-epilepsi-bendaharanya-nikah-lpd-dibekukan

Penahanan Ketua LPD Desa Pakraman Sega, Desa Bunutan, Kecamatan Abang, Karangasem, I Wayan Sumadi Yasa, 43, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Amlapura akibat dugaan korupsi dana nasabah sebesar Rp 548,51 juta, menyisakan cerita miris.

Di Balik ‘Korupsi’ Ketua LPD Sega


AMLAPURA, NusaBali
Operasional LPD Desa Pakraman Sega ternyata sudah ‘dibekukan’ sejak tahun 2010, pasca terjadi kredit macet dan uangnya disalahgunakan tersangka Wayan Sumadi Yasa.

Bendesa Pakraman Sega, I Komang Oka, menyatakan ada banyak faktor, kenapa LPD di desanya tidak beroperasi selama 8 tahun sejak 2010. Selain karena kredit macet, LPD Desa Pakraman Sega juga tidak punya pegawai lagi setelah Sumadi Yasa diberhentikan dari jabatan ketua.

Menurut Bendesa Komang Oka, Ketua LPD yang baru diangkat menggantikan Sumadi Yasa, yakni I Nengah Kari, tidak bisa optimal menjalankan tugasnya karena menderita penyakit epilepsi. “Sedangkan Bendahara LPD, Ni Nyoman Yani, menikah ke luar desa,” ungkap Komang Oka saat dikonfirmasi NusaBali, Jumat (14/9).

Karena ketua dan bendahara tidak menjalankan tugas, kata Komang Oka, pengurus aktif LPD Desa Pakraman Sega kala itu praktis tinggal satu orang. "Makanya, sejak 2010 itu LPD Desa Pakraman Sega kami nonaktifkan. Apalagi, keuangan LPD bermasalah," jelas Komang Oka.

Komang Oka menyebutkan, dirinya diangkat menjadi Bendesa Pakraman Sega sejak Desember 2009, setelah LPD bermasalah. Jadi, menurut Komang OK, dirinya mewarisi LPD yang dalam kondisi dirundung masalah akibat dugaan penggelapan dana nasabah sebesar Rp 548,51 juta yang dilakukan ketuanya, Sumadi Yasa, selama kepemimpinannya periode 2005-2009.

Disebutkan, LPD Desa Pakraman Sega macet total aktivitasnya sejak Juni 2010, setelah nasabah tidak bisa menarik tabungan maupun depositonya. Komang Oka selaku Bendesa Pakraman Sega sempat berusaha mengendalikan LPD yang bermasalah tersebut. Di antaranya, mendatangi para nasabah debitur (peminjam) agar bersedia mengembalikan uang LPD. Namun, uang yang berhasil terkumpul hanya mencapai Rp 9 juta.

Sebelum kasus dugaan korupsi dana nasabah LPD ini bergulir ke ranah hukum, Komang Oka juga sempat berupaya menggali informasi dari Wayan Sumadi Yasa guna mencari tahu pihak-pihak mana saja yang pinjam uang LPD. “Tapi, jawaban yang didapatkan plintat-plintut, karena kredit yang dijalankan ternyata fiktif,” kenang Komang Oka.

Menurut Komang Oka, dirinya berupaya melakukan penyelidikan yang bertujuan untuk menyelamatkan uang milik krama Desa Pakraman Sega di LPD, dengan menyelidiki kepemilikan harta Sumadi Yasa. Dari situ terungkap sang Ketua LPD punya lahan seluas 44 are, yang merupakan tanah warisan. Tanah itu bukan hasil dari penggelapan uang nasabah LPD.

Selanjutnya, Sumadi Yasa diberhentikan sebagai Ketua LPD Desa Pakraman Sega, Maret 2010. Saat itu pula, Sumadi Yasa dan keluarganya mendapatkan sanksi sosial dari pihak desa. Bentuk sanksi sosial itu bukan kasepekang (dikucilkan secara adat) sebagaimana diberitakan. Sebab, saat ada upacara di Desa Pakraman Sega, Sumadi Yasa dan keluarganya tetap dibolehkan sembahyang, namun mereka selalu harus melakukan persembahyang paling akhir.

Setelah Sumadi Yasa diberhentikan dan diberikan sanksi sosial, pihak desa kemudian mengangkat Nengah Kari sebagaiu Ketua LPD Desa Pakraman Sega yang baru, Maret 2010. Namun, LPD tidak bisa jalan karena ketua baru dan bendahara berhalangan. Nengah Kari selaku Keta LPD yang baru mengidap epilepsi sejak Juni 2010. Sedangkan Bendahara LPD, Ni Nyoman Yani, menikah ke luar desa.

“Itu sebabnya, operasional LPD praktis dibekukan sejak Juni 2010i,” kata Komang Oka. "Tapi, kami berencana akan mengaktifkan kembali LPD setelah nantinya proses hukum kasus ini tuntas,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Badan Kerjasama Lembaga Perkreditan Desa (BKSLPD) Karangasem, I Made Mastiawan, mengatakan selama terjadi masalah di LPD Desa Pakraman Sega, pihaknya sempat dua kali turun tangan lakukan pembinaan. "Kami telah berupaya memberikan pembinaan. Semoga kasus LPD Desa Pakraman Sega tidak berpengaruh terhadap LPD lainnya di Karangasem," ujar Made Mastiawan yang juga Ketua LPD Desa Pakraman Sibetan, Kecamatan Bebandem, Karangasem saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Jumat kemarin.

Sedangkan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Karangasem, I Gede Yudiantara, menyatakan kasus LPD Desa Pakraman Sega menjadi pelajaran berharga bagi LPD lainnya. "Bahwa pengurus LDP harus hati-hati mengelola dana. Itu kan dana milik masyarakat yang mesti dipertanggungjawabkan tiap tahun melalui RAT (rapat anggota tahunan)," papar Yudiantara.

Sekecil apa pun dana LPD yang disalahgunakan, menurut Yudiantara, tetap saja masalah dan pastinya aakan ketahuan. "Kasus LPD Desa Sega itu merupakan dugaan korupsi. Kasusnya beda dengan LPD lain yang statusnya kurang sehat, karena lemah bidang SDM dan manajemen, sehingga masih bisa dibenahi melalui pembinaan," tandas Yudiantara.

 Wayan Sumadi Yasa sendiri telah dijebloskan Kejari Amlapura ke sel tahanan LP Karangasem, Kamis (13/9) malam sekitar pukul 19.00 Wita. Kasus dugaan korupsi LPD Desa Pakraman Sega yang menyerat Sumadi Yasa sebagai tersangka ini mulai terendus setalah dana nasabah macet sejak 2010. Namun, Sumadi Yasa selaku Ketua LPD baru dilaporkan nasabah ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, 23 Januari 2018 lalu. Pelapor yang mewakili nasabah adalah I Wayan Saputra.

Sejak itu, petugas kejaksaan melakukan penyelidikan dan mengumpulkan keterangan saksi-saksi. Ada 30 saksi yang diperiksa penyidik kejaksaan, termasuk Bendesa Pakraman Sega I Komang Oka dan Kelian Banjar Sega, I Nengah Neka, yang selama ini aktif memperjuangkan nasib uang nasabah yang diduga diselewengkan sang Ketua LPD. Selanjutnya, kasus ini dilimpahkan Kejati Bali ke Kejari Karangasem.

Namun, Sumadi Yasa baru ditetapkan sebagai tersangka, 31 Juli 2018. Pada akhirnya, tersangka Sumadi Yasa dijebloskan k sel tahanan, 13 September 2018 malam. Menurut Kajari Amlapura, Nyoman Sucitrawan, tersangka Sumadi Yasa dijerat Pasal 2 sub Pasal 3 lebih subsider Pasal 8 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perbuatan Tindak Pidana Korupsi yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perbuatan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara plus denda maksumal 1 miliar. *k16

Komentar