nusabali

Komunitas Kretek dan Petani Tembakau Inginkan Advokasi

  • www.nusabali.com-komunitas-kretek-dan-petani-tembakau-inginkan-advokasi

Puluhan anggota Komunitas Kretek Indonesia, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), menyuarakan penolakannya terhadap Asian Pasific Conference on Tobacco or Health (APACT) 12th di Nusa Dua , Kamis (13/9) kemarin.

SINGARAJA, NusaBali
Penyuaraan aspirasi dari kelompok anti tembakau itu disebut dapat merugikan masyarakat dan negara. Ketua Komunitas Kretek Indonesia, Aditia Purnomo, mengatakan dampak yang dirasakan pun tidak hanya dari petani tembakau yang akan mengalami kebangkrutan akibat serapan produk pertaniannya tidak ada. Tetapi juga akan berdampak pada petani cengkih yang 96 persen dari hasil panennya selama ini diserap untuk pembuatan rokok kretek. “Kalau ini dijalankan banyak petani yang akan mati,” ungkap dia.

Apalagi 2-3 tahun belakangan terjadi penurunan produksi batang rokok di industri rokok Indonesia, yang sudah berdampak pada serapan produksi petani dan kesejahteraan petani. Padahal pertanian tembakau di Indonesia yang ada di 15 provinsi dan komunitas cengkih di 30 provinsi di Indonesia merupakan pertanian warisan turun-temurun. Tanaman tembakau pun dengan sifat hanya bagus ditanam saat musim kemarau, juga bermanfaat menjadi lahan tetap produktif, di saat tanaman apa saja tidak dapat bertumbuh bagus pada musim itu. Selain itu dengan APACT 12th  yang mendorong mengganti tanaman tembakau dengan varietas lain diharapkan tidak akan berhasil, karena dari nilai ekonomi tanaman tembakau jauh lebih besar.

Dengan adanya APACT 12th   pihaknya pun mengaku memiliki dua poin penekanan dalam penolakan yang dilakukan. Yakni advokasi konsumen kretek dengan menyediakan ruangan merokok dan mengedukasi perokok memberi penyadaran menghargai hak masyarakat yang tidak merokok. “Sebenarnya persoalannya sederhana, seandainya antara yang merokok dan anti rokok saling menghargai, seandainya ada ruang merokok sehingga orang yang anti rokok tidak terganggu, tidak akan ada persoalan tentang rokok lagi,” ungkap dia.

Penolakan yang dilakukan pihaknya dinyatakan dalam pernyataan sikap terdiri dari 5 poin, di antaranya menolak keberadaan dan semua produk hasil APACT 12th , menolak klaim tafsir antitembakau yuang menuding IHT menghambat SDG’s, mendorong pemerintah melakukan perlindungan IHT, dan melibatkan pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan dan menolak investasi asing yang bertujuan mengancam keberlangsungan IHT.  Dalam kesempatan itu juga dirilis policy paper yang disusun tujuh dosen di universitas ternama Indonesia, yang memberikan kajian dan jalan tengah atas permasalahan tersebut.

Ketua APTI, Suseno juga mengatakan kelompok anti tembakau dengan menyuarakan kampanye Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai penghalang tujuan Suistainable Development Goals (SDG’s) dan mengaksesi Frame Work Convention Non Tobacco Control (FCTC) merupakan hal yang berlebihan. Jika hal ini disetujui pemerintah dipastikan akan ada kekecewaan dan protes besar dari petani tembakau dan cengkih di Indonesia.

Padahal sejauh ini IHT di Indonesia sangat mendukung program Nawacita Presiden Joko Widodo dan SDG’s dalam penyerapan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan. “Kalau ini diaksesi, dampaknya aturan yang dibuat parlemen harus diikuti dan akan merugikan petani tembakau, petani cengkih, industri kretek dan juga toko retail,” kata dia.

Ia pun menjelaskan sesuai data yang ada saat ini 6,1 juta orang penduduk Indonesia tergantung langsung dari hasil tembakau. Selain ada 2 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkih, 2 juta pedagang ritel dan 600 ribu karyawan yang akan mendapatkan dampak rencana penggantian tanaman tembakau.

“Kalau ini tetap disetujui pemerintah, kami akan tolak dengan tegas, karena tanaman tembakau di Indonesia sudah menjadi tanaman kulturan dan subsisten, beda dengan tanaman tembakau di Eropa yang bersifat farm,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Nyoman Genep yang berkesempatan hadir mengatakan masyarakat Buleleng yang basis pertanian memang mengandalkan hasil tembakau dan cengkih sebagai komoditas unggulan, yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Pihaknya pun terus berharap tanaman tembakau tetap eksis di Indonesia, sehingga petani tembakau dan cengkih dapat berlanjut.

“Jelas akan berdampak pada ekonomi masyarakat kami. Harapannya, karena Buleleng basis juga tembakau dan cengkih, pemerintah bisa memikirkan kedepannya seperti apa. Karena semua butuh, sumbangannya cukai juga begitu banyak, mungkin lebih pada jalan keluar dan aturan dan batasannya yang lebih ditekankan,” jelas Genep.*k23

Komentar