nusabali

Ditemukan Indikasi Pemukiman, Pelabuhan Kuno, hingga Pemujaan

  • www.nusabali.com-ditemukan-indikasi-pemukiman-pelabuhan-kuno-hingga-pemujaan

Bukti adanya pemukiman kuno ditemukan di dua situs, masing-masing dekat Pura Sang Bingin Desa Bondalem (Kecamatan Tejakula) dan Pura Pelisan Desa Pacung (Kecamatan Tejakula)

Balai Arkeologi Denpasar Identifikasi Temuan Arkeologis di 12 Desa Wilayah Buleleng Timur


SINGARAJA, NusaBali
Balai Arkeologi Denpasar kembali menyambangi Wilayah Buleleng untuk penelitian arkeologi. Setelah melakukan ekskavasi di kawasan Bukit Ser, Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng (Barat), Tim Peneliti Balai Arkeologi (Balar) kembali melakukan pendataan tinggalan arkeologis di Buleleng Timur. Dari 35 titik penelitian yang tersebar di 12 desa wilayah Kecamatan Kubutambahan dan Kecamatan Tejakula, ditemukan puluhan tinggalan sejarah yang mengindikasikan adanya pe-mukiman kuno, pelabuhan kuno, dan pusat pemujaan masa lampau.

Penelitian di wilayah Buleleng Timur dilakukan Tim Peneliti Balar selama hampir tiga pekan, 20 Agustus-6 September 2018. Ada pun 12 desa kawasan Buleleng Timur yang jadi objek penelitian arkeologi, masing-masing Desa Pakisan (Kecamatan Kubutambahan), Desa Tajun (Kecamatan Kubutambahan), Desa Kubutambahan (Kecamatan Kubutambahan), Desa Bulian (Kecamatan Kubutambahan), Desa Depa-ha (Kecamatan Kubutambahan), Desa Bengkala (Kecamatan Kubutam-bahan), serta Desa Sembiran (Kecamatan Tejakula), Desa Pacung (Kecamatan Tejakula), Desa Julah (Kecamatan Tejakula), Desa Bondalem (Kecamatan Tejakula), Desa Les (Kecamatan Tejakula), Desa Penuktukan (Kecamatan Tejakula), dan Desa Sambirenteng (Kecamatan Tejakula).

Ketua Tim Peneliti Balar Denpasar, Ida Ayu Gede Megasuari Indria, mengatakan penelitian yang dilakukan saat ini untuk pendatan tinggalan arkeologi di Bali Utara, yang dinyatakan sangat berpotensi dalam penggalian nilai sejarah. Dalam penelitian ini, pihaknya melakukan surveI ke 12 desa kawasan Buleleng Timur yang dianggap memiliki potensi arkeologi tersebut.

Dari hasil penelitian 12 desa kawasan Buleleng Timur ini, kata Ida Ayu Megasuari Indria, pihaknya menemukan sejumlah temuan arkeologis. Antara lain, temuan menhir (12 buah), arca perwujudan (11 buah), arca ganesha (4 buah), sarkofagus (2 buah), dolmen (1 buah), mangkuk keramik (3 buah), lingga yoni (2 buah), arca sederhana (1 buah), relief batu (2 buah), dan batu dakon (1 buah).

Selain itu, kata Megasuari, tim peneliti juga menemukan bukti adanya pemukiman kuno di dua situs, masing-maisng dekat Pura Sang Bingin (Desa Bondalem) dan situs Pura Pelisan (Desa Pacung). Juga ditemukan relief sabung ayam di Pura Yeh Lesung, Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan. Relief sabung ayam ini menandakan adanya pemukiman.

Sementara, tempat pemujaan kuno seperi menhir ditemukan di Pura Banua Desa Depeha, Kecamatan Kubutambahan. Sedangkan arca ganesha ditemukan di Pura Sang Jro, Desa/Kecamatan Kubutambahan. Ada pula arca yang ditemukan di Pura Puseh Desa Pakraman Les-Penuktukan, Kecamatan Tejakula. Sementara bekas pelabuhan kuno ditemukan di situs Bangsal/Tauke, Desa Tejakula.

“Dari hasil pendataan, Buleleng memang sangat berpotesi dengan tinggalan arkeologinya dari masa pra sejarah hingga masa kolonial. Sementara penelitian ini kajiannya mengenai hubungan antara tinggalan budaya yang ada dengan kondisi alam Bali Utara,” ujar Megasuari kepada NusaBali, Kamis (6/9).

Sementara itu, Kepala Balar Denpasar, I Gusti Ngurah Suarbhawa, mengatakan dari hasil pendataan dan penelitian timnya, masyraakat setempat dapat belajar dari fakta strategi adaptasi manusia terhadap lingkungan melalui tinggalan arkeologinya. Misal, alasan penempatan tinggalan arkelogis ditinjau dari sisi letak ke-lerengannya, permukiman, ritual-ritual, dan sumber daya air yang tersedia.

Menurut Suarbhawa, hal tersebut bisa dipakai model masyarakat dalam mencermati kearifan leluhur, sehingga eksploitasi alam dapat berpatokan dari temuan arkeologi yang ada. “Kalau ditinjau dari geologisnya, wilayah Tejakula dan Kubutambahan memiliki karakter yang sama. Salah satunya, ketersediaan sumber mata air yang jauh di bawah tanah. Kenapa itu bisa terjadi, ya karena Bali Utara dulunya sempat tertutup oleh material letusan Gunung Batur Purba,” papar Suarbhawa.

Dengan tragedi dan kondisi lingkungan saat ini, diharapkan dapat menjadi pemahaman masyarakat setempat, termasuk mencari jalan keluar dan antisipasi perubahan lingkungan yang terjadi. Dari hasil penelitian itu, kata Suarbhawa, pihaknya akan melakukan penelitian lanjutan untuk memperdalam dan memperluas sasaran aspek lainnya.

“Dari evaluasi kami, sangat besar potensi lanskap arkeologi ruang, yang akan sangat membantu desa dan masyarakat memahami hal di sekelilingnya. Potensi Bali Utara sangat menjanjikan,” tandas Suarbhawa. *k23

Komentar