nusabali

Biaya Obat BRSUD untuk Tutupi Defisit Pemkab

  • www.nusabali.com-biaya-obat-brsud-untuk-tutupi-defisit-pemkab

Pemkab Tabanan mengalami defisit Rp 31 miliar, akan ditutupi dari Silpa BRSUD sebesar Rp 13 miliar dan BKK Provinsi Bali Rp 10 miliar.

TABANAN, NusaBali
Untuk menutupi defisit anggaran Rp 31 miliar, Pemerintah Kabupaten Tabanan akhirnya menggunakan dana Silpa BRSUD Tabanan tahun 2017 yang direncanakan membeli obat sebesar Rp 13 miliar. Selain itu juga ada pergeseran anggaran beberapa kegiatan. Dampak dari itu, BRSUD Tabanan terancam ngutang untuk pembelian obat.

Kepala Bapelitbang Tabanan Ida Bagus Wiratmaja, menjelaskan untuk menutupi defisit tersebut digunakan dana BKK dari Provinsi Bali sebesar Rp 10 miliar, dan ada pergeseran anggaran namun tidak sampai memangkas anggaran kegiatan.  “Salah satunya BKK provinsi membantu untuk menutupi anggaran, tetapi tidak sampai ada pemangkasan,” ungkapnya, Senin (3/9).

Namun dari defisit Rp 31 miliar tersebut meski ditutupi oleh BKK sebesar Rp 10 miliar dan Silpa BRSUD Tabanan sebesar Rp 13 miliar. “Sehingga sisanya itu sekitar Rp 7 miliar lebih akan didapat dari Silpa lainnya. Intinya tidak ada anggaran dipangkas,” tegasnya.

Disinggung terkait wacana sebelumnya Silpa BRSUD sebesar Rp 13 miliar tidak bisa digunakan karena untuk membeli obat akhirnya digunakan alternatif untuk tutupi defisit, Wiratmaja menyebutkan masih bisa digunakan sementara. Karena untuk pembelian obat memang urgent, tetapi ada yang lebih urgent dari hal tersebut.

“Sementara masih bisa digunakan (Silpa). Harapannya nanti ada untuk membeli. Kan ini belum teranggarkan, baru mau dianggarkan. Jadi yang mau dianggarkan kami tunda dulu, kalau yang sudah dianggarkan tidak bisa diotak-atik. Sekaligus juga kita menunggu hasil verifikasi provinsi, siapa tahu nanti Badung kasih BKK, Denpasar juga ngasih, jadi sementara ini sudah balance,” katanya.

Terkait hal tersebut, Direktur BRSUD Tabanan dr Nyoman Susila mengatakan memang anggaran Silpa sebesar Rp 13 miliar untuk membeli obat. Tentu ada pengaruhnya, tetapi mau bagaimana lagi karena kondisi. Di samping itu Silpa bisa digunakan sesuai dengan aturan Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 jika diminta oleh bupati. “Sesuai aturan bisa digunakan jika diminta oleh bupati,” tandasnya.

Meskipun demikian untuk pembelian obat masih bisa terpenuhi tetapi berpengaruh di likuiditas (kemampuan untuk membayar). Karena uang Silpa sebesar Rp 13 miliar itu belum ada sebab masih berada di BPJS. Jika itu nanti sudah terkumpul dan diminta daerah, maka modal awal untuk membeli obat atau operasional tidak ada sehingga ngutang sementara.  “Tetapi kami masih punya piutang sekitar Rp 17 miliar dari BPJS untuk tagihan bulan Juli dan Agustus, sehingga untuk pembelian obat masih aman,” tutur Susila. *de

Komentar