nusabali

Prihatin Bencana Erupsi dan Gempa, Ciptakan Alat 'Amati Bumi'

  • www.nusabali.com-prihatin-bencana-erupsi-dan-gempa-ciptakan-alat-amati-bumi

Peralatan ‘Amati Bumi’ karya I Made Yogi Windu Saputra dan I Ketut Juliadi dapat membantu masyarakat sekitar gunung berapi dalam mempersiapkan segala kondisi buruk, seperti tentukan waktu mengungsi yang tepat, tanpa harus banyak kerugian materi

Dua Siswa SMAN Bali Mandara Bikin Karya Ilmiah Spektakuler Terakit Bencana Alam


SINGARAJA, NusaBali
Dua siswa SMAN Bali Bandara, Buleleng: I Made Yogi Windu Saputra, 18 (Kelas XII IPA) dan I Ketut Juliadi, 16 (Kelas XI IPS), mencatat prestasi gemilang. Mereka berhasil menciptakan alat berteknologi sederhana yang didedikasikan untuk bencana gunung berapi dan gempa bumi yang kerap terjadi belakangan. Alat tersebut diberi nama ‘Amati Gumi’, yang berfungsi sebagai pendeteksi aktivitas gunung berapi dan gempa bumi.

Peralatan ‘Amati Gumi’ ini digagas dan dirancang duet Made Yogi Windu Saputra-Ketut Juliadi, sejak Februari 2018 lalu. Proyek penelitian dengan guru pembina Kadek Yuli Artama ini kemudian digarap sejak Mei 2018. Peralatan ini akhirnya diujicobakan akhir Juli 2018 lalu, di dekat kawah puncak Gunung Agung, Karangasem.

Alat ‘Amati Gumi’ karya dua siswa SMAN Bali Mandara ini bisa mendeteksi gejala erupsi gunung berapi. Peralatan ini akan sangat membantu masyarakat sekitar gunung berapi dalam mempersiapkan segala kondisi buruk, seperti menentukan waktu mengungsi yang tepat, tanpa harus banyak kerugian materi, khususnya bagi peternak dan petani.

Selain mendeteksi aktivitas gunung berapi, kata Yuli Artama, alat ‘Amati Gumi’ ini juga dapat membaca getaran gempa tektonik, terutama yang memiliki skala besar dan dirasakan manusia. Alat ‘Amati Gumi’ ini dapat memberikan peringatan untuk keselamatan masyarakat di sekitranya.

Menurut sang guru pembina, Kadek Yuli Artama, peralatan ‘Amati Gumi’ karya dua siswanya ini merupakan pengembangan dari alat pendeteksi cuaca yang sempat diciptakan siswa SMAN Bali Mandara lainnya beberapa tahun lalu. Gagasan merancang peralatan ‘Amati Gumi’ berawal dari keprihatinan dan kepedulian Made Yogi dan Ketut Juliadi atas bencana erupsi (gunung meletus) dan gempa yang kerap terjadi belakangan ini.

“Dengan alat yang diciptakannya, mereka (Kadek Yogo dan Juliadi) ingin membantu pemerintah dan masyarakat dalam mendeteksi bencana secara dini, untuk antisipasi lebih awal,” ungkap Yuli Artama kepada NusaBali di Singaraja, Minggu (26/8). Ide segar kedua siswanya ini kemudian difasilitasi melalui program Research Based yang memang diterapkan di SMAN Bali Mandara.

Yuli Artama mengatakan, peralatan ‘Amati Gumi’ dilengkapi dengan sejumlah sensor yang dapat mendeteksi keadaan cuaca, aktivitas seismik, kadar gas berbahaya, gambaran gunung berapi secara langsung, termasuk gempa bumi. Hasil penelitian ini memiliki keunggulan selangkah lebih maju dari pemantauan aktivitas gunung melalui satelit yang selama ini diterapkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM.

Termasuk lebih maju soal ketidakpastian akan status sebuah gunung. Bahkan, kata Yuli Artama, saat ketidakpastian status gunung berapi sering terjadi letusan secara tiba-tiba tanpa adanya peringatan dini. Padahal, status yang ditetapkan PVMBG masih dalam level Siaga. Sebaliknya, ketika status gunung dalam keadaan Awas, tapi tidak terjadi apa-apa.

Pemantauan aktivitas gunung berapi melalui stelit, kata Yuli Artama, hingga saat ini belum dapat memantau pergerakan gas berbahaya dari dalam kawah, yang memilik bahaya sangat tinggi bagi masyarakat di sekitar. Nah, peralatan ‘Amati Gumi’ disebut unggul dalam hal ini. Alat tersebut akan sangat membantu masyarakat dalam mempersiapkan segala kondisi buruk, seperti menentukan waktu mengungsi yang tepat, tanpa harus banyak kerugian materi, khususnya bagi peternak dan petani. Alat ‘Amati Gumi’ juga bisa menjadi acuan dan mempermudah para pendaki dalam melakukan pendakian.

Menurut Yuli Artama, alat ‘Amati Gumi’ ini dibuat sederhana, dilengkapi dengan sejumlah sensor cuaca, sensor pergerakan gas beracun, gambar terkini gunung berapi dan juga aktivitas gempa, bermodalkan Rp 1.050.000. Peralatan ini dipasang 10-15 meter dari kawah gunung berapi, yang dihubungkan dengan web, sehingga dapat dimonitor dari jarak jauh dan kapan saja. Alat ini akan mengirimkan sinyal melalui web dan mengirimkan peringatan berupa kedip lampu LED berwana merah dan bunyi.

Data-data yang terekam oleh alat ‘Amati Gumi’ nantinya akan langsung ditampilkan pada LCD yang terpasang dan web yang telah dirancang oleh peneliti. Jika terjadi kondisi tidak normal, alat ini akan memberikan peringatan berupa SMS dan pada web, sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan dini akan kerugian baik materi maupun jiwa yang mungkin terjadi. “Gambar terkini aktivitas di sekitar kawah gunung berapi melalui kamera yang terpasang pada alat, dapat dijadikan acuan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) untuk memprediksi kapan gunung akan meletus dan bagaimana kondisinya,” beber Yuli Artama.

Sejauh ini, kata Yuli Artama, sudah dilakukan beberapa kali uji coba untuk meyakinkan bahwa tingkat akurasi data yang dihasilkan oleh alat ‘Amati Gumi’ tersebut sangat tinggi. Hanya saja, pihaknya masih menyempurnakan alat deteksi gunung berapi dan gempa ini dari beberapa elemen. “Karena akan dipasang di beberapa titik dekat kawah, tentu memelukan alat khusus dengan kemampuan ketahanan suhu tertentu. Nah, itu yang sedang kami rancang,” tandas Yuli Artama.

Untuk melindungi dari suhu panas berlebih, menurut Yuli Artama, alat ‘Amati Gumi’ ini akan dilapisi dengan keramik. Sebab, keramik adalah benda yang tahan dengan suhu panas. Selain itu, pihaknya juga sedang mengusahakan pencarian sensor dan barang elektronik yang melekat di alat pendeteksi iini dengan daya tahan panas yang tinggi. Sejauh ini, barang elektronik yang digunakan masih standar. Sedangkan untuk alat pendeteksi yang bersifat statis, memerlukan komponen yang memiliki daya tahan panas tinggi.

Selain mendeteksi aktivitas gunung berapi, kata Yuli Artama, alat ‘Amati Gumi’ ini juga dapat membaca getaran gempa tektonik, terutama yang memiliki skala besar dan dirasakan manusia. Alat ‘Amati Gumi’ ini dapat memberikan peringatan untuk keselamatan masyarakat di sekitranya.

Yuli Artama menyebutkan, alat ‘Amati Gumi’ hasil penelitian Kadek Yogi dan Ketut Juliadi ini sudah diajukan untuk mengikuti Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI). Saat ini, Kadek Yogi dan Ketut Juliadi masih menunggu pengumuman soal lolos tidaknya ke OPSI. “Jika dinyatakan lolos ke OPSI, alat ‘Amati Gumi’ ini akan dipresentasikan, Oktober 2018 mendatang,” papar Yuli Artama. *k23

Komentar