nusabali

Siswi Kerauhan di Sekolah, Bupati Gelar Guru Piduka

  • www.nusabali.com-siswi-kerauhan-di-sekolah-bupati-gelar-guru-piduka

Siswi dari sejumlah sekolah level SMP dan SMA di Tabanan didera kerauhan (kesurupan) massal, sejak Senin (20/8) lalu.

Peristiwa Magis Pasca Pentas ‘Rejang Sandat Ratu Segara 1.800 Penari’


TABANAN, NusaBali
Hingga Kamis (23/8) masih ada sejumlah sekolah yang siswinya kerauhan. Para korban kerauhan rata-rata adalah siswi (perempuan) yang sebelumnya sempat kerauhan saat pentas kolosal ‘Tari Rejang Sandat Ratu Segara 1.800 Penari’ di DTW Tanah Lot, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan, Sabtu (18/8) malam.

Informasi di lapangan, sekolah yang siswinya masih mengalami kerauhan massal, Kamis kemarin, masing-masing SMPN 1 Kediri, SMPN 2 Marga, dan SMAN 1 Kediri. Dari SMPN 2 Marga, siswi kerauhan berjumlah 15 orang. Sedangkan siswi kerauhan di SMPN 1 Kediri dan SMAN 1 Kediri mencapai belasan orang.

Khusus di SMAN 1 Kediri, nelasan siswi mengalami kerauhan saat proses belajar mengajar, Kamis pagi sekitar pukul 10.30 Wita. Siswi dari beberapa kelas berbeda ini tiba-tiba berteriak histeris, menangis, dan menari-nari. "Kami tidak menyangka terjadi peristiwa seperti biasa," ungkap Kepala Sekolah (Kasek) SMAN 1 Kediri, I Wayan Sutaya.

Karena kerauhan massal belasan siswinya, Kasek Wayan Sutaya tidak berani meninggalkan sekolah. Sedangkan para siswa SMAN 1 Kediri kemarin terpaksa dipulangkan lebih awal. "Mudah-mudahan setelah dilaksanakan upacara ngaturang guru piduka oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan, tidak terjadi lagi peristiwa kerauhan, sehingga para siswa bisa belajar dengan nyaman," harap Wayan Sutaya.

Sedangkan 15 siswi SMPN 2 Marga di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, mengalami kerauhan, Kamis pagi. Awalnya, seorang siswi Kelas VIII berteriak, lalu tiba-tiba menangis. Dalam hitungan detik, belasan siswi lainnya dari berbagai kelas ikut teriak dan menangis histeris. Ada pula yang menangis sambil menari. Untuk mencegah kerauhan makin meluas, Kasek SMPN 2 Marga, I Ketut Suparka, putuskan memulangkan siswanya lebih awal. Sementara 15 siswi yang kerauhan diajak tangkil ke Pura Luhur Tanah Lot. Pihak sekolah juga menghubungi para orangtua siswi yang kerauhan untuk diajak serta ke Pura Luhur Tanah Lot.

Sebelumnya, banyak penari mengalami kerauhan usai pentas kolosal ‘Tari Rejang Sandat Ratu Segara 1.800 Penari’ yang digelar Pemkab Tabanan dan pengelola DTW Tanah Lot serangkaian Tanah Lot Art and Food Festival II, di DTW Tanah Lot, 18 Agustus 2018 malam. Pasca peristiwa magis malam itu, terjadi kerauhan massal para siswi sejumlah sekolah di Tabanan. Mereka kerauhan saat proses belajar mengajar, sejak 20 Agustus 2018.  

Itu sebabnya, Bupati Ni Putu Eka Wiryastuti bersama jajaran Pemkab Tabanan menggelar upacara guru piduka (bermakna sebagai permohonan maaf secara niskala) di Pura Luhur Tanah Lot pada Wraspati Kliwon Menail, Kamis siang tepat pukul 12.00 Wita. Upacara guru piduka kemarin dihadiri pula sejumlah kepala sekolah yang siswinya terlibat pentas ‘Tari Rejang Sandat Ratu Segara 1.800 Penari’ dan para camat se-Tabanan.

Para kepala sekolah dan perwakilannya datang membawa sujang (tempat tirta dari bambu) yang digunakan untuk membawa tirta (air suci) ke sekolah. Tirta tersebut akan dipercikkan ke seluruh siswa agar peristiwa kerauhan tidak terulang. Pantauan NusaBali, beberapa siswi ikut berdatangan ke Pura Luhur Tanah Lot didampingi orangtuanya masing-masing.

Uniknya lagi, sebagian dari siswi ini datang ke lokasi upacara guru piduka di Pura Luhur Tanah Lot dalam kondisi lemas. Ada di antara mereka yang kembali kerauhan sembari berteriak, menari, dan menangis. Mereka dibawa ke Pura Luhur Tanah Lot oleh orangtua masing-masing untuk ngaturang guru piduka, karena sebelumnya sempat kerauhan di sekolah, seperti siswi dari SMPN 2 Marga, SMPN 1 Kediri, dan SMAN 1 Kediri.

Salah satu orangtua siswi yang putrinya mengalami kerauhan, I Nyoman Wilantara, mengaku putri pertamanya sempat kerauhan di sekolah, sehingga diantar mengikuti upacara guru piduka. Selain kerauhan di sekolah, putrinya juga sempat kerauhan di rumah seusai pentas kolosan ‘Tari Rejang Sandat Ratu Segara 1.800 Penari’.

“Anak saya menangis dan teriak-teriak di rumah, katanya dia melihat ada wanita cantik berpakian hijau yang mengikutinya," jelas Nyoman Wilantara kepada NusaBali di Pura Luhur Tanah Lot, Kamis kemarin. "Malam itu juga saya suruh istri haturkan canang. Malah istri saya juga melihat ada wanita cantik berpakian hijau di pintu masuk rumah," lanjut pria asal Banjar Panti, Desa/Kecamatan Kediri ini.

Sementara itu, Bupati Tabanan Putu Eka Wiryastuti mengatakan proses upacara di Pura Luhur Tanah Lot kemarin dilaksanakan sebagai wujud puji syukur atas acara yang telah digelar. Upacara ini juga sekaligus untuk mamitin (mengembalikan) para siswi yang belum sempat pamit seusai menarikan Rejang Sandat Ratu Segara. "Karena itu, secara global kami wakilkan untuk mepamit, mulai dari kepala sekolah hingga camat ke Pura Luhur Tanah Lot nunas pakuluh dan panglukatan," jelas Bupati Eka Wiryastuti.

Menurut Eka Wiryastuti, pihaknya juga ngaturang upacara guru piduka dengan tujuan permohonan maaf secara niskala, bila ada tim, panitia, atau penari Rejang Sandat Ratu Segara bicara tidak benar, cuntaka, dan melakukan kesalahan lainnya. "Tidak hanya untuk pentas Rejang Sandat Ratu Segara saja digelar guru piduka, tapi juga digelar upacara ngenteg linggih. Ini untuk permohonan maaf agar alam bersih, selamat, dan rahayu," tandas Srikandi PDIP asal Banjar Tegeh, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan ini.

Eka Wiryastuti mengatakan, penari Rejang Sandat Ratu Segara mengalami kerauhan, karena beberapa faktor. Salah satunya, tidak mepamit seusai menari. Selain itu, ada yang menari dalam kondisi cuntaka (kotor secara niskala). Faktor lainnya lagi, ada penari yang ngiring sehingga keseningin (disukai) oleh Ratu Segara. *de,k21

Komentar