nusabali

Buleleng Buru Pajak Air Bawah Tanah

  • www.nusabali.com-buleleng-buru-pajak-air-bawah-tanah

Setelah sukses ‘mengacam’ hotel-hotel penunggak pajak skala besar, Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Buleleng kini memburu tunggakan pajak air bawah tanah.

SINGARAJA, NusaBali

Setidaknya ada enam penginapan di Buleleng selaku wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak air bawah tanah cukup tinggi. Data yang dihimpun NusaBali, penginapan penunggak pajak air bawah tanah itu berlokasi di dua kecamatan di Buleleng, yakni Kecamatan Banjar dan Kecamatan Gerokgak. Tunggakan pajak air bawah tanah mereka kisaran Rp 1.000.000 hingga Rp 2.500.000 setahun.

Keenam penginapan itu masing-masing Jati Ayu di Desa Temukus (Kecamatan Banjar), RM Small di Desa Pemuteran (Kecamatan Gerkgak), Pondok Wisata Sudi di Desa Pemuteran (Kecamatan Gerkgak), Penginapan Tegal Sari di Desa Pemuteran (Kecamatan Gerkgak), Pondok Wisata Gunung Sari di Desa Pemuteran (Kecamatan Gerkgak), dan Sarin’s di Desa Pemuteran (Kecamatan Gerkgak).

Pihak pengelola penginapan sudah beberapa kali ditemui staf BKD Buleleng untuk penagihan tunggakan pajak air bawah tanah tersebut. Namun, pihak pengelola penginapan selalu berkelit dengan dalih air bawah tanah itu bukan komersial. Karena tidak koperatif, BKD Buleleng akhirnya mengambil tindakan tegas. BKD Buleleng langsung memberikan surat peringatan (SP) 1 kepada enam penginapan ini.

Dalam SP 1 tersebut tertuang, jika surat BKD Buleleng tidak diindahkan dalam waktu 7 hari, maka akan dilanjutkan SP 2 dengan penempelan stiker ‘penunggak pajak’. Setelah diancam, akhirnya enam penginapan tersebut melunasi tunggakan pajaknya dengan cara mencicil.

“Kalau nilainya (pajak tunggakan, Red) memang kecil. Tapi, kalau yang kecil ini dibiarkan, tentu nanti akan berdampak dan semakin lama kian besar juga,” ungkap Kepala Bidang Pelayanan dan Penagihan BKD Buleleng, Gede Sasmita Ariawan, saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Rabu (22/8).

Menurut Gede Sasmita, tindakan tegas yang diambil sebagai bentuk pembelajaran agar para wajib pajak ingat dengan kewajibannya. Pasalnya, pajak dihimpun untuk dikembalikan lagi kepada masyarakt dalam bentuk pembangunan fisik dan SDM. “Apa yang kami lakukan, untuk mengingatkan dan menyadarkan kalau air bawah tanah itu kena pajak, ada Perda-nya,” tandas Gede Sasmita.

BKD Buleleng juga menggunakan pola yang sama ketika menaggih tunggakan pajak yang cukup besar di sejumlah hotel. Akhirnya, hotel-hotel penunggak pajak itu mau mencicil tunggakannya setelah diancam sanksi penempelan stiker. Termasuk di antaranya Hotel Bali Handara Kosaido di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng yang merupakan penunggak pajak terbesar mencapai Rp 5,2 miliar.

Selain Hotel Bali Handara Kosaido, ada tiga hotel penunggak pajak dalam jumlah besar lainnya yang sudah mulai melunasi tunggakan pajaknya. Ketiga hotel tersebut semuanya berlokasi di kawasan wisata Lovina, Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, yakni Hotel Sunari Villas (punya tunggakan pajak sebesar Rp 1,4 miliar), Hotel Melka (menunggak pajak sebesar Rp 440,6 juta), dan Hotel Nirwana Water Garden (menunggak pajak Rp 17 juta).

Hotel-hotel penunggak pajak ini akhirnya menyerah dan bersedia mencicil tunggakannya, setelah BKD Buleleng melayangkan surat peri-ngatan pertama (SP I) seraya ancam akan lakukan sanksi penempelan stiker, 27 Juli 2018 lalu. Dalam SP I itu berisi ancaman bahwa jika dalam waktu 7 hari sejak surat teguran tersebut dilayangkan ternyata tidak diindahkan, maka BKD Bulelemg akan melayangkan SP II dan sekaligus penempelan stiker penunggak pajak.

Ternyata, SP I yang dilayangkan BKD Buleleng tersebut cukup ampuh. Buktinya, pasca diayangkan SP I, tiga dari empat hotel tersebut mulai melunasi tunggakan pajaknya dengan cara mencicil, yakni Hotel Bali Handara Kosaido, Hotel Melka, dan Hotel Nirwana Water Garden. Se-dangkan Hotel Sunari Villas belum dikasi SP I, karena saat petugas BKD Buleleng datang ke hotel tersebut, pihak manajemen tidak ada di tempat. *k19

Komentar