nusabali

Warga Gili Trawangan Ngungsi ke Seririt

  • www.nusabali.com-warga-gili-trawangan-ngungsi-ke-seririt

Setelah mengungsi di perbukitan dengan hanya berbekal selimut untuk alas tidur, tanpa tenda dan selimut, Maulidin memilih mengungsi sementara ke rumah orangtuanya di Seririt.

Setelah Gempa Porak-porandakan Lombok

SINGARAJA, NusaBali
Satu kepala keluarga yang berjumlah empat orang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak asal Dusun Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara terpaksa mengungsi hingga wilayah Kelurahan/Kecamatan Seririt. Keputusan ini diambil lantaran gempa terus-menerus menimpa daerahnya. Keempat orang pengungsi itu saat ini menumpang di rumah Mohamad Sanimbar, 65.

Keempatnya yakni Muhamad Maulidin, 33, Samiwati, 26, Faturihman, 6 dan Patia, 1,5. Mereka memilih untuk pulang sementara ke rumah Sanimbar yang tidak lain adalah ayah kandung Maulidin. Ia mengajak pulang keluarga kecilnya setelah lama merantau di daerah kelahiran istrinya Samiwati sejak tahun 1999 silam.

Maulidin yang ditemui di rumah ayahnya RT 2, Lingkungan 3, Kelurahan/Kecamatan Seririt, Senin (20/7) kemarin, mengaku sudah tiba di rumah ayahnya pada Rabu (15/8) lalu atau sepuluh hari pasca gemnpa berkekuatan 7SR menggoyang Lombok. Sebelumnya,  Maulidin mengaku juga sempat mengungsi di perbukitan Gili dan akhirnya dievakuasi menuju pusat pengungsian di kecamatan Pemenang selama 10 hari pasca gempa pertama Minggu (5/8).

“Rumah saya rusak, tetapi kerusakannya sedang, sudah miring tapi belum roboh. Pasca gempa pertama itu sudah langsung ngungsi, pertama di bukit 1 kilometer dari rumah, setelah dua hari baru dijemput dibawa ke tenda di pusta kecamatan,” kata dia.  Gempa susulan yang terus menerus dirasakannya membuat ia dan keluarganya tidak berani pulang ke rumah. bahkan hanya untuk menyelamatkan barang-barang berharga yang masih tertinggal di dalam rumah.

Ia dan keluarganya pun mengaku saat lari dan mengamankan diri di daerah perbukitan hanya berbekal selimut untuk alas tidur, tanpa tenda dan selimut. “Karena kami takut ada tsunami, selain itu di sekitar rumah juga sudah pada hancur semua, listrik mati, tidak ada motor, akhirnya semua mengungsi ke bukit,” kata Maulidin.

Setelah mengungsi sepuluh hari penuh di tenda pengungsian pada Rabu (15/8) pagi ia pun memutuskan untuk pulang sementara ke Bali dengan tujuan rumah orangtuanya. Meski demikian ia mengaku jika kondisi mulai stabil, ia akan kembali ke Lombok untuk melihat rumah dan berkumpul kembali dengan keluarganya disana. “Mertua, adik ipar dan saudara istri semuanya masih mengungsi di tenda, kalau situasi sudah kondusif saya mau balik lagi, karena rumah dan penghasilan saya di sana,” imbuh pedagang nasi sekaligus nelayan ini.

Pihaknya pun mengaku tidak mengetahui kondisi terkini harta benda dan rumahnya yang ditinggal pasca bencana. Apalagi pada Minggu (19/8) malam kembali terjadi gempa dengan kekuatan besar. Namun pihaknya mengaku sudah sempat menghubungi keluarga yang masih bertahan di sana, yang saat ini dalam kondisi baik-baik saja.

Sementara itu, Maulidin mengaku memutuskan untuk pulang sementara ke Bali ingin menenangkan diri dan menghilangkan trauma pasca bencana yang dialaminya bersama keluarga kecilnya. Selain keluarganya dalam satu kapal saat penyeberangan dari Pelabuhan Lembar-Padangbai, juga ada dua KK tetangganya yang berjumlah 5 orang mengungsi ke rumah keluarganya di Jembrana. Yakni keluarga Khairul Anwar dan Een.

Sementara itu Lurah Seririt, I Gusti Bagus Sarpa Wijaya yang juga ditemui di rumah Sanimbar, mengaku baru mengetahui ada pengungsi di wilayahnya. Sebelumnya pihaknya memang belum menerima bantuan. “Sementara baru satu ini saja yang terpantau di Kelurahan Seririt, segera kami akan buatkan laporannya untuk diteruskan ke BPBD dan Dinas Sosial jika memang ada regulasinya,” kata dia.*k23

Komentar