nusabali

15 Korban Gempa Lombok Ngungsi ke Tabanan

  • www.nusabali.com-15-korban-gempa-lombok-ngungsi-ke-tabanan

Sebanyak 15 orang warga Lombok Barat, NTB korban gempa berkekuatan 7,0 SR, Minggu (5/8) malam, pilih mengungsi ke Tabanan.

Kadek Yogiani Sekeluarga Sempat Lari ke Bukit Gili Trawangan

TABANAN, NusaBali
Mereka mengungsi secara mandiri ke rumah keluarga I Ketut Pastika, 55, di Banjar Bantas Balai Agung, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan, sejak Sabtu (11/8) malam.  Dari 15 pengungsi korban gempa asal Lombok ini, 2 orang di antaranya balita usia 4 tahun, 1 balita usia 2 tahun, selain 4 anak usia 7-14 tahun. Selebihnya, orang dewasa. Mereka berangkat bersama-sama dari Lombok Barat, NTB, Sabtu (11/8) siang sekitar pukul 13.00 Wita. Setelah menempuh perjalanan darat dan laut selama 11 jam, mereka tiba di Tabanan pas tengah malam pukul 24.00 Wita.

Lamanya waktu perjalanan, karena kapal Fery yang ditumpanginya sempat sandar 9 jam dalam penyeberangan dari Pelabuhan Lembar (Lombok Barat, NTB) menuju Pelabuhan Padangbai (Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem). Mereka mengungsi ke Tabanan karena diajak oleh Ni Kadek Yogiani, 30, perempuan korban gempa asal Banjar Bantas Balai Agung, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur yang menikah ke Mataram, Lombok Barat.

Kadek Yogiani sendiri merupakan anak dari Ketut Pastika, pemilik rumah di Desa Bantas di mana 15 orang korban gempa ini mengungsi. Menurut Kadek Yogiani, belasan orang yang diajaknya mengungsi ke Tabanan ini adalah keluarga dari suaminya, Antik Tri Permana.

Mereka selama ini tinggal di Jalan Bulu Babi Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, NTB. "Saya kebetulan punya vila dan hotel di Objek Wisata Gili Trawangan, sehingga kami tinggal menetap di sana," tutur Kadek Yogiani.

Sedangkan keluarganya yang diajak mengungsi ke Tabanan, kata Yogiani, sebenarnya tinggal di Kota Mataram, Lombok Barat. Hanya saja, karena merasa tidak nyaman dan ingin istirahat, keluarganya itu diajak boyongan mengungsi ke tanah kelahirannya di Banjar Bantas Balai Agung, Desa Bantas. "Semua yang kami ajak mengungsi ini adalah keluarga dekat, ada juga tetangga yang ingin ikut," papar perempuan berusia 30 tahun ini.

Menurut Kadek Yogiani, dia dan keluarganya putuskan mengungsi buat sementara ke Tabanan, karena ingin istirahat dengan tenang. Pasalnya, saat ini nyaris setiap hari kawasan Lombok masih digoyang gempa skala kecil. Walhasil, tidurnya jadi terganggu. Apalagi, mereka masih trauma oleh guncangan gempa 7,0 SR, 5 Agustus 2018 malam, yang menewaskan lebih dari 400 orang. "Kami tidak bisa tidur nyenyak, meskipun sudah coba tiduran di tenda yang dibangun di sebelah rumah," keluh Yogiani.

Yogiani mengisahkan, banyak keluarganya di Lombok yang kehilangan anggota karena tewas akibat gempa. Selain itu, rumah keluarganya di Lombok juga banyak yang hancur hingga rata dengan tanah. Bahkan, salah seorang staf Yogiani juga kehilangan orangtuanya yang tewas tertimpa bangunan runtuh.

Sedangkan Objek Wisata Gili Trawangan saat ini sepi, karena operasionalnya masih ditutup. "Suasananya sepi. Ada beberapa unit bangunan di hotel dan vila saya yang rusak akibat gempa, sehingga masih perlu renovasi," katanya.

Saat gempa berkekuatan 7,0 SR mengguncang malam itu, Yogiani sedang keluar rumah untuk membeli martabak. Aktivitas wisatawan di hotel dan vilanya saat itu juga berjalan sebagaimana biasanya. Namun, karena guncangan gempa sangat dahsyat, mereka berhamburan menyelamatkan diri ke pantai.

Karena ada informasi gempa malam itu berpotensi tsunami, Yogiani bersama keluarga dan seluruh wisatawan yang menginap di vilanya sempat ramai-ramai berlari menuju Bukit Gili Trawangan. "Semua orang saat itu panik setengah mati, mereka bingung, perasaan tidak karuan," papar Yogiani.

Akhirnya, kata Yogiani, mereka malam itu putuskan tiodur di perbutikan. Mereka baru berani turun ke bawah (vila), Senin (6/8) subuh pukul 05.00 Wita. "Saat kami ke bawah, semua kami lihat sudah rata, bangunan warga ambruk. Banyak warga yang kehilangan saudara," katanya.

Yogiani mengaku sangat beruntung karena anak sematangnya wayangnya yang maish balita, Gio, 2, saat itu berada di Bali bersama kakeknya karena sedang liburan akibat imbas gelombang tinggi beberapa hari sebelumnya. Karena sanaknya berada di Bali, Yogiani dan sang suami, Antik Tri Permana, sedikit tenang. Mereka tinggal fokus mengurus staf dan keluarganya yang terkena musibah.

Menurut Yogiani, buat sementara dia bersama belasan keluarganya dari Lombok akan istriharat di Tabanan. Mereka rencananya akan kembali ke Lombok dalam waktu dekat. "Kemungkinan saya dan suami berangkat duluan ke Gili Trawangan untuk melihat situasi di sana. Sedangkan keluarga ada yang ingin balik, ada juga ingin ke Denpasar mencari kerabatnya disana."

Sementara itu, di rumah asalnya di Banjar Bantas Bale Agung, Desa Bantas yang dijadikan lokasi pengungsian secara mandiri, Kadek Yogiani sudah membuka Posko Bantuan Bencana. Mereka dibantu oleh mahasiswa Undikasa yang KKN di Desa Bantas. Yang dibutuhkan saat ini adalah selimut, makanan, obat-obatan, dan pakian dalam perempuan. "Kemarin bantuan sudah ada yang kami kirim ke Lombok Utara, sekarang kami masih mengumpulkannya lagi," papar Yogiani.

Sedangkan Kepala Dinas Sosial Tabanan, Nyoman Gede Gunawan, mengatakan seluruh pengungsi korban gempa dari Lombok sudah didata. Ada 15 orang yang mengungsi di rumah keluarga Ketut Pastika. Sebagian dari mereka berstatus pelajar SD dan SMP. “Buat sementara, mereka tidak sekolah. Tim Tagana sudah cek ke sana, semua kondisinya sehat,” jelas Nyoman Gede Gunawan secara terpisah di Tabanan, Senin kemarin. *de

Komentar