nusabali

Pande Ketut Margita, Pengrajin Keris Anti Gravitasi Bumi

  • www.nusabali.com-pande-ketut-margita-pengrajin-keris-anti-gravitasi-bumi

Krama di Banjar Batusangihan, Desa Gubug, Kecamatan/Kabupaten Tabanan mayoritas sebagai pengrajin (pande) besi. 

TABANAN, NusaBali
Produk utama yang diciptakan berupa pisau dapur. Di antara pande itu, ada juga yang menjadi empu keris. Salah satunya Pande Ketut Margita, 43, yang membuat keris unik anti gravitasi (hukum tarik menarik) bumi. Keris ciptaannya dibuat seimbang sehingga bisa berdiri tegak saat ujung keris dan gagang keris diletakkan di atas meja atau tempat lainnya. Kerisnya tidak jatuh akibat hukum gravitasi bumi.  

Pande Ketut Margita mengaku belajar teknik membuat keris berdiri ini dari pengrajin keris asal Provinsi Banten, Jawa Barat bernama Rafiq. Dalam pembuatan keris berdiri ini tak ada ritual khusus ataupun banten (sesaji). “Yang diperlukan hanya konsentrasi tinggi,” ungkap Pande Margita saat ditemui di kediamannya, Banjar Batusangihan, belum lama ini. Proses pembuatan keris agar bisa berdiri tanpa ditarik gaya gravitasi bumi yakni dengan mensejajarkan meletakkan lingga (kerangka keris) dan yoni (sarung keris).

Pande Margita menerangkan, pembuatan keris agar bisa berdiri tegak sangat tergantung mood (suasana bathin). Jika terjadi konflik bathin atau kurang tenang, keris pun tidak bisa berdiri. “Memusatkan konsentrasi itu yang paling sulit,” tandas Pande Margita. Soal pembuatan keris tak jauh beda dengan keris lainnya. Ia mulai tertarik membuat keris unik berkekuatan anti gravitasi sejak tahun 2002. Dalam menimba ilmu dari Rafiq yang asal Banten, Pande Margita mengaku tak berangkat ke tanah Jawa. Melainkan mendatangkan Rafiq ke Banjar Batusangihan.  

Bagi Pande Margita, agar kualitas keris bagus dan tahan karat, ia menggunakan tiga unsur besi. Masing-masing besi hitam, nikel, dan baja dengan ukuran lebar 9 centimeter dan tinggi 10 centimeter. Berawal dari menyatukan nikel dengan besi hitam untuk kemudian dilipat (slorokan). Setelah itu dicampur dengan baja yang istilahnya disebut kodokan. “Kalau sudah berbentuk kodokan (besi yang menyatu dengan cara dibakar), terciptalah landakan atau bakal keris,” jelasnya. Proses berikutnya mengolah landakan menjadi keris yang diinginkan.

Pande Margita biasanya membentuk keris berbentuk lonjor dan memiliki lekukan. Umumnya di Bali, keris sampai pada lekukan (luk) 11. “Membuat lekukan ini sangat susah. Saya baru bisa sampai lekukan tujuh,” aku ayah dua anak ini. Dikatakan, pembuatan keris dibedakan menjadi dua yakni sakral dan koleksi. Jenis yang beda, langkah pembuatannya pun berbeda. Membuat keris sakral harus menggunakan banten pejati hingga memilih dewasa ayu (hari baik). Sementara membuat keris koleksi tergantung mood pembuat dan bentuk yang diinginankan.

Pande Margita menceritakan, ia mendatangkan bahan baku dari Jawa. Sementara pemesan keris berdiri kebanyakan dari Gianyar dan Badung. Setiap tuntas menyelesaikan keris, Pande Margita pun selalu mencoba kerisnya untuk dibuat berdiri. 7 cr61

Komentar