nusabali

MURTIARA WEDA : Kita adalah Siva

  • www.nusabali.com-murtiara-weda-kita-adalah-siva

Pengetahuan yang terbatas adalah penyebab rintangan

Jnanam bandhah

(Siva sutra, 2)

MENURUT paham Shaiva monis, kesadaran (chaitanya) adalah Diri Yang Sejati (atma). Penyebab mengapa kita tidak mampu berada pada kondisi itu oleh karena kekotoran (mala), yakni kekotoran yang bersifat inheren (anava mala), kekotoran oleh karena maya (mayiya mala), dan kekotoran yang disebabkan oleh karma (karma mala). Paham dualis memandang bahwa ada dua realitas yang berbeda, yakni Sang Diri yang murni (atma) dan kekotoran (mala). Tetapi Shaiva monis melihat bahwa tidak ada apapun yang berpisah dari kesadaran, sehingga bagaimana mungkin mala itu berbeda dari Chaitanya itu sendiri? Bagaimana mungkin mala bisa menjadi lawan dari Chaitanya?

Mala tidak lain adalah ajnana (kebodohan), ketidaktahuan akan nature dirinya yang sejati. Kebodohan inilah anava mala yang menjadi penyebab dari samsara (mayiya mala). Mayiya mala ini kemudian kembali menjadi sebab dari karma mala. Rentetan inilah yang menyebabkan kita betul-betul lupa dengan Diri kita yang sejati. Dalam teks sutra di atas disebutkan dengan jelas bahwa pengetahuan yang terbatas atau ajnana adalah rintangan setiap orang untuk mengenal Dirinya yang sejati. Oleh karena pengetahuan yang terbatas, Diri kita tidak mengenal sifat asli kita, yakni svatantrya (kekebasan abadi) dan anandam (kebahagiaan sejati).

Apa itu anava mala yang menjadi sumber dari rintangan tersebut? Anava mala adalah kondisi pembatasan awal yang mengurangi kesadaran universal sampai pada titik keasadaran makhluk empirik. Ini adalah kondisi pembatasan kosmik yang tidak bisa dikontrol oleh manusia secara individu. Oleh karena proses pembatasan (limiting) inilah jiva individu menjadi tidak sempurna (apurna), menjadi entitas yang terpisah dengan kesadaran universal. Keagungan Siva dalam kondisi ini tertutupi dan jiva individu melupakan sifatnya yang sejati sebagai Siva itu sendiri. Meskipun keagungan Siva tertutupi pada kondisi ini, namun, tetap kesadaran Diri yang sempurna terbebas dari semua jenis kondisi.

Mayiya mala adalah kondisi keterbatasan yang disebabkan oleh Maya, yang memberikan jiva badan kasar dan badan halus. Kekotoran (mala) inilah yang memberikan kesadaran pembeda antara individu satu dengan individu lainnya. Sementara itu karma mala adalah vasana atau impresi dari tindakan yang dilakukan oleh jnanendriya dan karmendriya di bawah pengaruh antahkarana (badan penyebab). Jadi, mala inilah yang menjadikan rintangan mengapa kita tidak sadar bahwa Diri kita yang sejati adalah Siva itu sendiri. Di sini, Siva bisa dibedakan menjadi dua jenis. Pertama Anadisiva, yakni Siva yang tidak pernah tersentuh oleh mala dan tidak pernah turun dan terjebak di dalam rintangan. Kedua, Siva yang diasumsikan dengan mala dan turun ke dalam rintangan. Siva yang terjebak di dalam rintangan ini, melalui sebuah sadhana akan kembali menjadi Anadisiva. Siva yang terjebak ke dalam rintangan maksudnya adalah jiva individu yang berada dalam ajnana atau rintangan.

Melihat hal tersebut di atas, maka kita bisa melihat bahwa kebodohan yang menjadi bagian kehidupan kita sehari-hari, yang menyebabkan kita merasa menderita setiap saat adalah permainan Siva itu sendiri dengan menjadikan dirinya sendiri terbatas melalui proses Kancuka dengan pengaruh Maya. Pengetahuan yang bersifat universal yang merupakan sifat aslinya Siva menjadi pengetahuan terbatas dari pikiran. Pengetahuan yang ada di dalam pikiran adalah by product dari proses limitasi Siva itu sendiri menjadi jiva individu. Oleh karena demikian, sepanjang kita masih terus terjebak oleh rintangan ini, olah mala itu sendiri, berputar-putar di dalam kebodohan, maka sepanjang itu kita tidak menyadari bahwa diri kita sendiri adalah Siva.

Oleh karena demikian, hidup ini adalah drama dari Siva itu sendiri. Kehidupan ini membuat kita harus menjalani dua pilihan, yakni apakah kita berniat ingin menyadari ke-Siva-an kita atau tidak. Keinginan kita untuk meraih kebahagiaan dan terhindar dari penderitaan adalah indikasi bahwa kita dituntun untuk memilih agar kembali kepada kesadaran ke-Siva-an kita sendiri. Namun meskipun demikian, walaupun kita berada dalam jebakan kebodohan, kita juga adalah Siva itu sendiri. *
 
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta

Komentar