nusabali

AKBP Dayu Rupini dari Kowad Beralih ke Polwan

  • www.nusabali.com-akbp-dayu-rupini-dari-kowad-beralih-ke-polwan

Salah satu hasil penelitikan AKBP (Purn) Ida Ayu Rupini SH selaku Kasubbid Pembekalan Umum Bidang Pemeriksaan dan Pengawasan Mutu Puslitbang Mabes Polri adalah rekomendasi dibangunnya Pos Polisi di perbatasan Indonesia-Filipina

Perwira Polwan Asal Bali yang Pegang Jabatan Penting di Mabes Polri

JAKARTA, NusaBali
Selain AKBP (Purn) Dewa Ayu Made Ariani SAg M Fil H, 58, perwira Polwan asal Bali yang juga sempat menduduki jabatan penting di Mases Polri adalah AKBP (Purn) Ida Ayu Rupini SH, 59. Jabatan terakhirnya sebelum pensiun adalah Kasubbid Pembekalan Umum Bidang Pemeriksaan dan Pengawasan Mutu (Pekum Bidrikwastu) Puslitbang Mabes Polri. Uniknya, sebelum tembus jadi Polwa, Ida Ayu (Dayu) Rupini sempat gagal menjadi personel Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad).

AKBP (Purn) Dayu Rupini merupakan perwira Polwan asal Griya Cebang, Banjar Tengah, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar. Dayu Rupini sudah 8 bulan pensiun dari dinas kepolisian, tepatnya 31 Desember 2017. Pasca pensiun, perwira Polwan kelahiran Gianyar, 31 Desember 1959, ini kini aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan seni di pura-pura.

Kepada NusaBali, Dayu Rupini sempat mengisahkan perjalanan kariernya hingga menjadi perwira menengah Polri. Awalnya, setamat dari SMA Wijaya Kusuma Denpasar, dia ikut seleksi sebagai calon anggota Kowad. Dayu Rupini tertarik mendaftar di Kowad, lantaran lokasi sekolah SMA-nya dekat dengan tempat latihan Kowad. Dia melihat personel tentara wanita hebat-hebat, sehingga kelak ingin seperti mereka.

Namun sayang, dia gagal lolos seleksi Kowad. "Cita-cita saya memang jadi Kowad, tapi saya tidak lolos. Saya gugur di cabang renang. Bagi yang tidak lolos Kowad, dipersilakan mengambil berkas. Saya pun ambil berkas, kemudian mendaftar ke Komando Daerah Kepolisian (Kodak) Nusra—kini Polda Bali--tahun 1981," kenang Dayu Rupini saat ditemui NusaBali di Wantilan Pura Widya Dharma, Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Ternyata, Dayu Rupini lolos seleksi menjadi calon Polwan. Dia pun mengikuti pendidikan di Sepolwan Ciputat, Jakarta Selatan. Sementara temannya yang memberi saran untuk daftar Polwan, justru tidak lulus tahap selanjutnya di Kowad. "Dia akhirnya ikut daftar di Polwan, tapi tidak lolos juga," cerita ibu dua anak dari pernikahannya dengan Ida Bagus Made Suartama ini.

Saat dinyatakan lolos seleksi Polwan, Dayu Rupini sebetulnya baru tiga bulan sebagai tenaga administrasi di Universitas Marhaen Denpasar. Dia pun pamit kepada atasannya. Sang atasan berpesan agar Dayu Rupini jangan balik ke Bali, sebelum nanti mencapai pangkat Sersan Dua (Serda).

Bagi Dayu Rupini, pesan atasannya di Universtas Marhaen itu adalah sebuah doa dan motivasi agar mencapai hasil terbaik dalam menekuni profesinya sebagai Polwan. Singkat cerita, ssai pendidikan di Sepolwa, anak keempat dari sembilan bersaudara ini langsung ditugaskan di Polres Jakarta Timur. Dayu Rupini bertugas di sana selama 14 tahun, sejak 1982 hingga 1996.

Di Polres Jakarta Timur, Dayu Rupini menjadi petugas Bimas yang memberikan penyuluhan kepada masyarakat di Terminal Pulogadung, Jakarti Timur. Di sana dia kerap mengingatkan penumpang agar berhati-hati ketika bertemu orang yang baru dikenal dan memberikan minum, karena dikhawatirkan minuman tersebut membuat mereka pingsan, lalu harta bendanya dirampas.

Pengalaman lainnya, saat Dayu Rupini menegur sopir angkutan umum yang berhenti di sembarang tempat demi mengangkut penumpang, padahal sudah ada rambu dilarang berhenti. Si sopir berdalih terpaksa melanggar rambu, karena belum mendapat penumpang.

Bagi Dayu Rupini, alasan itu tidak dapat diterima. Dia pun memanggil rekannya yang bertugas sebagai Polantas, agar menilang sopir angkot tersebut. Sang sopir berusaha negosiasi, bahkan ingin memberikan uang kepada Dayu Rupini. Tapi, dengan tegas Dayu Rupini menolaknya. Dia balik menyarankan agar uang itu digunakan bagi keluarga sang sopir, karena yang bersangkutan bekerja untuk keluarganya. "Saya juga menolak, karena tidak ingin menurunkan wibawa sebagai abdi negara," tegas Dayu Rupini.

Menurut Dayu Rupini, hal tersebut menjadi shock theraphy bagi sang sopir untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dia juga mengingatkan sopir tersebut untuk mematuhi rambu lalulintas, baik saat ada maupun tidak ada petugas di lokasi, demi ketertiban, keamanan, dan kenyamanan bersama.

Sementara itu, setelah 14 tahun bertugas di Polres Jakarta Timur, Dayu Rupini dipindahkan ke Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Mabes Polri pada 1996. Di Mabes Polri, dia bertugas sampai pensiun pada Desember 2017 lalu, dengan jabatan terakhir sebagai Kasubid Pekum Bidrikwastu Puslitbang Mabes Polri. Tugasnya, antara lain, melakukan penelitian terhadap suatu kebijakan yang akan diterapkan.

Misalnya, saat kepolisian ingin membuka Pos Polisi di daerah perbatasan Indonesia-Filipina di Sulawesi Utara, terlebih dulu harus dilakukan penelitian. Dayu Rupini terjun ke sana untuk meninjau tempat dan kesiapan sarana dan prasarna Polda setempat. Lokasinya harus ditempuh dengan perjalanan laut yang memiliki gelombang tinggi, sehingga cukup mengkhawatirkan keselamatan nyawa.

Meski begitu, Dayu Rupini tidak surut semangat. "Saya tetap menyeberang laut. Dari situ saya merasa sangat bersyukur, karena ternyata lebih enak tugas di darat ketimbang di perbatasan atau laut yang risikonya tinggi," katanya.

Laporan Dayu Rupini mengenai lokasi di perbatasan RI-Filipina ditindaklanjuti oleh bagian lain. Hasilnya, Pos Polisi segera dibangun setelah beberapa tahun Dayu Rupini melakukan penelitian, karena memerlukan dana yang cukup besar.

Dayu Rupini juga pernah tugas ke luar negeri untuk studi banding terkait LO Polri di wilayah Asia. Sampelnya di Singapura, Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang. Dia kebagian tugas ke Singapura. Di sana dia meminta masukan dari masyarakat Indonesia yang tinggal di Singapura.

Berdasarkan hasil penelitian kala itu, Indonesia belum ada MOU dengan Singapura. Makanya, ketika ada masalah kriminalitas yang menimpa TKI, permasalahan ditangani Konsulat dan polisi Singapura, tanpa keterlibatan Polri. Setelah penelitian tersebut, Indonesia akhirnya menempatkan LO Polri di Singapura.

Di tengah kesibukannya sebagai polisi, Dayu Rupini masih menyempatkan diri menempuh pendidikan formal di Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta. Dia biasanya kuliah sepulang kerja dan saat hari libur. Jadwal kuliahnya tiga kali sepekan, setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu. Dayu Rupini memilih jurusan hukum, karena profesinya sebagai polisi tidak jauh dari penegakan hukum.

Sedangkan sang suami, Ida Bagus Made Suartama, berprofesi sebagai guru di SMAN 52 Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sang suami sangat mendukung karier Dayu Rupini. Selain itu, suaminya juga dipercaya menjadi Ketua Tempek Muncul, Jakarta Timur. Sementara dua anaknya, tidak ada yang mengikuti jejak Dayu Rupini menjadi polisi. Si sulung Ida Ayu Apsari Dewi adalah lulusan psikologi, sementar si bungsu Ida Bagus Indrya N kuliah jurusan komputer.

Dayu Rupini sendiri lahir dan dibesarkan di lingkungan Griya Cebang, Banjar Tengah, Desa/Kecamatan Tampaksiring. Pendidikan SD dan SMP juga ditempuh di Tampaksiring. Saat kecil, Dayu Rupini tidak malu membantu ibunya, Ida Ayu Putu Adi, berjualan bubur keliling sebelum berangkat sekolah. Begitu pula saat ibunya jualan sayuran mentah di pasar, Dayu Rupini ikut membantu.  Selain itu, Dayu Rupini juga ikut bantu jualan banten. "Uwak (kakak dari ibunya, Red) saya dari pihak ibu adalah seorang pedanda. Jadi, saya bantu-bantu ibu jual banten," cerita Dayu Rupini. *k22

Komentar