nusabali

Harga Telur Tak Mau Turun

  • www.nusabali.com-harga-telur-tak-mau-turun

Kenaikan telur ayam kemungkinan malah akan terus terjadi menyusul pasokan sejak dua hari lalu dikurangi distributor.

DENPASAR, NusaBali
Belum tuntas kenaikan harga daging ayam,  telur ayam juga membuat pengeng pedagang dan pembeli. Telur ayam yang sebelumnya pasokan melimpah, sejak dua hari lalu berkurang di pasaran. Harganya juga menanjak. Pedagang, khususnya pedagang pengecer kelabakan.

Para pedagang mengaku mengalami kesulitan, karena jatah pasokan telur dikurangi distributor. Alasannya, karena produksi telur menurun.  “Pasokan malah berkurang,” ujar I Wayan Purna, seorang pedagang telur di Pasar Kumbasari, Denpasar, Rabu (18/7).

Papar Purna, biasanya dia dapat pasokan 100 krat telur ayam (ayam) ras. Namun sejak dua hari sebelumnya, jatahnya dikurangi. Purna, mengaku hanya mendapat 50 krat atau setengahnya dari disributor. Dia mengaku tidak bisa berbuat apa, kecuali menerima  pengurangan pasokan tersebut. “Mudah-mudahan telur segera normal kembali, “  ujar Purna, ditemani istrinya.

Ni Nengah Sayur, pedagang kebutuhan pokok di Pasar Kreneng, menuturkan hal serupa. Harga telur diakui naik dan kini pasokan juga berkurang. Dari pantauan NusaBali di sejumlah pasar, Rabu (18/7) kemarin, telur ayam ras dijual Rp 45.000 per krat. Sedangkan eceran per butir rata-rata Rp 1.500.

Harga ini memang sudah ‘stabil’ sejak sebelum bulan Ramadhan lalu. Dua pecan lalu sempat turun Rp 1.400 per butir, kini ‘stabil’ di kisaran Rp 1.500 per butir dan berpotensi naik lagi menyusul pasokan yang dikurangi.

Dari penuturan para pedagang, harga semua jenis telur mengalami lonjakan. Telur itik, harga di pasaran berkisar antara Rp 87.000-Rp 90.000 per krat. Telur ayam kampung, harganya  Rp 55.000  sampai Rp 58.000 per kilogram. Demikian juga telur puyuh, harganya berkisar Rp 30.000 per krat. Sebelumnya harga jenis-jenis telur tersebut, berada di bawah harga pasaran Rabu kemarin.

Di pihak lain, kalangan peternak ayam petelur mengaku penurunan produksi akibat cuaca dingin belakangan ini. “Produksi berkurang sekitar lima persen,” ujar I Nengah Sarjana, seorang peternak ayam petelur dari Desa Sulahan, Kecamatan Susut Bangli. Namun menurut, Sarjana soal cuaca tersebut, merupakan hal yang rutin. “Itu memang biasa setiap tahun,” ujarnya.

Lanjut Sarjana, yang dominan mempengaruhi pasaran telur adalah di Jawa. “Kita kan tergantungnya di Jawa,” ujar Sarjana. Jika pasokan atau pasaran telur di Jawa stabil, akan berpengaruh terhadap kondisi pasaran telur di Bali. “Khususnya di Blitar. Jika di sana pasokan memadai, tentu tidak sampai mengganggu pasaran telur di Bali,” kata Sarjana.

Data dari Dinas Peternakan Provinsi Bali, produksi telur rata-rata di Bali, sekitar 4,5 juta butir per hari. Sedang kebutuhan telur, sekitar sepertiga dari produksi. “Sesungguhnya kita masih surplus, sehingga sampai ‘ekspor’ (jual ke luar daerah),” ujar Kabid Produksi dan Kesehatan Hewan Veteriner Dinas Peternakan Bali Ni Made Sukerni didampingi Kasi Pengolahan dan Pemasaran Jose Manuel Sarminto. Sebagian besar produksi telur Bali dikirim ke Mataram, Bima (NTB) juga ke Flores (NTT). Malah rata-rata pengeluaran telur Bali, berkisar 10 juta butir per bulan. Namun pada Juni lalu mengalami penurunan, hanya 4,75 juta butir.

Sukerni, mengiyakan penurunan produksi, karena faktor cuaca, kenaikan harga pakan, karena naiknya kurs dollar,plus akumulasi dampak dari hari libur keagamaan, menyebabkan produksi telur menurun.  Imbasnya, harga telur naik. Kondisi ini (kenaikan) harga telur, tandas Sukerni, tidak hanya di Bali. “Ini  sifatnya nasional,” tandasnya. *k17

Komentar