nusabali

Sebelum Naik Tangga Batu Kursi, Wajib Tangkil Dulu ke Pura Pemuteran

  • www.nusabali.com-sebelum-naik-tangga-batu-kursi-wajib-tangkil-dulu-ke-pura-pemuteran

Empat jenis tirta di Pura Pemuteran pernah mendadak berbau menyengat dari jarak jauh. Ternyata, itu pertanda buruk akan terjadinya bencana Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur

Sisi Lain Pura Batu Kursi di Desa Pakraman Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng (2)

SINGARAJA, NusaBali
Pamedek (umat yang hendak tangkil sembahyang) tidak boleh sembarangan masuk ke Pura Batu Kursi, yang berlokasi di bukit perbatasan Banjar Kembang Sari dan Banjar Pala Sari, Desa Pakraman Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Sebelum naikk tangga menuju Pura Batu Kursi, pamadek lebih dulu harus tangkil ke Pura Pemuteran, yang memiliki empat tirta berkhasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Pura Pemuteran berada di bawah perbukitan Pura Batu Kursi. Sebelum menuju Pura batu Kursi, pamadek wajib lebih dulu tangkil ke Pura Pemuteran. Pasalnya, Pura Batu Kursi adalah pura penyangga dari Pura Pemuteran, yang merupakan Pura Dang Kahyangan. Posisi Pura Pemuteran sama seperti empat Pura Dang Kahyangan lainnya di Desa Pakraman Banyu Poh, Kecamatan Gerokgak---yang berlokasi sekitar 1 kilometer arah timur---, yakni Pura Pulaki, Pura Pabean, Pura Melanting, dan Pura Kerta Kawat.

Menurut Kelian Desa Pakraman Pemuteran, Jro Mangku Ketut Wirdika, Pura Pemuteran merupakan pusatnya puluhan pura penyangga yang ada di wawidangan desanya. Pura Pemuteran sudah ada sejak dahulu kala, jauh sebelum ditemukannya Pura Batu Kursi tahun 1984. Pura Pemuteran ada seiring keberadaan krama ued (asli) Desa Pemuteran. Karenanya, Pura Pemuteran juga dikenal sebagai Pura Kawitan bagi krama Desa Pemuteran.

Jro Mangku Wirdika mengatakan, Pura Pemuteran baru dipugar sekitar tahun 1970-an. Pura Pemuteran kemudian diakui sebagai Pura Dang Kahyangan pada 1982. “Setiap krama Desa Pakraman Pemuteran yang memiliki hajatan dan hendak tangkil ke pura penyangga seperti Pura Batu Kursi, mereka wajib tangkil ke Pura Pemuteran ngaturang piuning,” ungkap Kro Mangku Wirdika saat ditemui NusaBali di Pura Pemuteran, Sabtu (30/6) lalu.

Jauh sebelum Dang Hyang Nirartha menginjakkan kaki ke Bali Utara, menurut Jro Mangku Wirdika, Pura Pemuteran sudah ada. Kala itu, pura ini bernama Pura Taman Mutering Jagat, yang merupakan stana Dewa Ayu Manik Taman Mutering Jagat.

Nah, setelah abad XIV, Dang Hyang Nirartha sebagai orang suci dari Jawa yang menyebarkan ajarah Hindu ke Bali, sempat singgah di Pura Pemuteran. Saat itu, dengan pengetahuannya, Dang Hyang Nirartha mampu memutar bajra hingga muncul sumber mata air suci (tirta) di empat lokasi berdekatan di Pura Pemuteran.

Empat sumber tirta yang muncul berkat bajra Dag Hyang Nirartha itu berada di Utama Mandala Pura Pemuteran. Sumber tirta ini memiliki suhu, bau, dan rasa berbeda-beda. Hal itu dapat dirasakan jelas saat mengenai tangan. Keempat sumber tirta ini dipercaya memiliki khasiat untuk menyembuhkan beragam peyakit.

Sumber tirta pertama terletak di sisi paling timur Utama Mandala Pura Pemuteran. Suhu air hangat kuku, kadang dingin dan tidak berbau. Sumber tirta yang terbungkus kain putih ini merupakan satu-satunya yang tidak dialirkan ke tempat panglukatan di Madya Mandala Pura Pemuteran. Tirta ini kerap dipakai untuk panglukatan seseorang yang memiliki dosa semasa hidupnya, seperti durhaka kepada orangtua dan dosa lainnya.

Sedangkan sumber tirta kedua (di sebelah barat) diselimuti dengan kain warna merah. Tirta ini duhunya lebih panas dan berbau belerang. Menurut Jro Mangku Wirdika, air suci ini biasa dipakai untuk panglukatan seseorang yang mengalami pekarangan pemalinan dan angker.

Sementara sumber tirta ketiga diselimuti kain hitam dan berbau belerang. Tirta ini bersuhu lebih panas dari yang diselumuti kain putih, namun lebih dingin dari yang diselimuti kain merah. Tirta ini biasanya dipakai mengobati orang yang sakit karena black magik, babainan, kena guna-guna, kesurupan.

Terakhir, sumber tirta keempat posisinya paling barat, diselimuti dengan kain kuning. Tirta ini berbau belerang dan bersuhu hampir sama dengan mata air yang diselimuti kain merah. Tirta ini dipercaya dapat mengobati segala jenis penyakit kulit.

Jro Mangku Wirdika menyebutkan, selain dipercaya bertuah menyembuhkan berbagai macam penyakit karena keberadaan empat tirta beda rasa, Ida Batara yang berstana di Pura Pemuteran juga dipercaya dapat melancarkan seluruh usaha bisnis. Pemuteran berasal dari kata ‘Putar’, yang dipercaya dapat memutar usaha yang macet menjadi lancar kembali.

Jika ada krama yang memohon kelancaran usaha, kata Jro Mangku Wirdika, biasanya pengempon pura akan memberikan empat tirta itu dicampur dalam satu wadah dan diputar melawan arah jarum jam, disertai dengan mantra. “Krama yang tangkil ke Pura Pemuteran biasanya datang karena dapat pawisik (petunjuk gaib). Mereka banyak rombongan yang berasal daro Denpasar, Badung, Gianyar, bahkan dari Jawa,” katanya.

Sebagai Pura Persinggahan Dang Hyang Nirartha, Pura Pemuteran juga seringkali memberikan petunjuk alam ketika akan terjadi peristiwa besar. Salah satunya, tirta dari empat sumber mata air yang ada di Pura Pemuteran pernah mendadak berbau menyengat dari jarak jauh. Namun, saat didekati dan disentuh dengan tangan, baunya menghilang. Fenomena alam ini, kata Jro Mangku Wirdika, terjadi sebelum bencana Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Terkadang, muncul juga pertanda alam lainnya di Pura Pemuteran. Misalnya, mendadak turun hujan siang hari hanya di areal Pura Pemuteran dan sekitarnya. Peristiwa ini diyakini krama setempat sebagai pertanda buruk akan terjadinya bencana. Piodalan di Pura Dang Kahyangan Pemuteran sendiri dilaksanakan setahun sekali pada Purnamaning Kapat, bersamaan dengan pujawali di Pura Dang Kahyangan Pulaki. *k23

Komentar