nusabali

Ketua DPRD Bangli Diperiksa Kejari

  • www.nusabali.com-ketua-dprd-bangli-diperiksa-kejari

Ketua DPRD Bangli periode 2004–2009 dan 2014–2019 Ngakan Made Kutha Parwata diperiksa Kejari. Selama 1,5 jam dia disodori 16 pertanyaan.

Kasus Upah Pungut 

BANGLI, NusaBali
Kejaksaaan Negeri (Kejari) Bangli menargetkan kasus dugaan korupsi upah pungut (UP) di Pemkab Bangli, bisa masuk pengadilan pada pertengahan tahun ini (2016). Dengan demikian ada kejelasan dan kepastian kasus  dengan nilai kerugian sekitar Rp 1 miliar. 

Di kejaksaaan, kasus tersebut sudah masuk dalam proses penyidikan. Sejumlah pihak dipanggil diperika sebagai saksi. Termasuk Ketua DPRD  Bangli (2004–2009 dan periode 2014–2019) Ngakan Made Kutha Parwata. Politisi PDIP asal Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, ini diperiksa di Kejari Bangli, Selasa (15/30), selama sekitar 1,5 jam mulai pukul 11.00 sampai pukul 12.30 Wita.

Usai diperiksa, Kutha Parwata menjelaskan, pihaknya diperiksa dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan (2004-2009). ”Mewakili pimpinan dewan lah,” ujar Gus Dek, sapaan Kutha Parwata, yang kini juga menjabat Ketua DPRD Bangli periode 2014–2019.
Kutha Parwata mengaku disodori 16 pertanyaan. “Kecuali ada beberapa yang lupa, semua bisa saya jawab,” kata Kutha Parwata. 

Dijelaskannya, pihaknya ditanya seputar pembahasan APBD, dan kaitannya dengan SK-SK bupati yang mengatur pemberian upah pungut. Menurut Kutha Parwata, semua sudah dijelaskannya.  

Dipaparkan Kutha Parwata, dewan tidak tahu tentang munculnya SK-SK bupati yang mengatur pemberian upah pungut. Dewan hanya dapat tembusan. “Karena memang setelah penetapan APBD, untuk eksekusinya menjadi kewenangan eksekutif,” jelasnya. Termasuk pejabaran APBD, menurut Kutha Parwata, merupakan ranah eksekutif. Hal itulah yang disampaikannya saat diperiksa kejaksaan.

Terkait penanganan kasus upah pungut (UP) tersebut, Kejari Bangli berharap bisa merampungkan secepatnya. Ancang-ancangnya, kasus upah pungut ini sudah masuk persidangan pada petengahan tahun ini (2016). “Sehingga kepastian kasus ini jelas,” ujar Kasi Pidsus Kejari Bangli I Bagus Putra Agung. Sejauh ini, kata Bagus Putra Agung, semua saksi yang dipanggil dan diperiksa untuk dimintai keterangan bersifat kooperatif. 

Dari penjelasan Kasi Pidsus Bagus Putra Agung, ada 3 SK bupati yang diterbitkan yang menyangkut pengaturan dan pemberian upah pungut. Masing-masing SK Bupati pada tahun 2006, yang mengatur pemberian upah pungut untuk tahun 2006. Kemudian SK bupati untuk hal yang sama (pengaturan upah pungut) tahun 2007 yang mengatur pelaksanaan pemberian upah pungut tahun 2007 sampai 2009. Terakhir SK bupati yang diterbitkan tahun 2009, yang mengatur pemberiaan upah pungut tahun 2009 sampai 2010. “Ada tiga SK bupati,” ungkapnya. 

Bagus Putra menyatakan posisi kasus dugaan korupsi upah pungut (UP) sudah dalam tahap penyidikan. “Keterangan saksi-saksi untuk melengkapi  penyidikan,” tandasnya.
Selain memeriksa Ketua Dewan Ngakan Kutha Parwata, Kejari Bangli juga memeriksa mantan ketua Komisi C DPRD Bangli (2004-2009) I Nengah Merta. Mantan politisi PDIP yang pindah ke Gerindra ini, diperiksa usai pemeriksaan Ngakan Kutha Parwata. “Ini untuk yang pertama kalinya (pemeriksaan),” ujar politisi asal Banjar Jelekungkang, Desa Tamanbali, Kecamatan Bangli, ini.  

Merta menyatakan mendapat panggilan dari kejaksaan sebelumnya, sehingga dia pun mendatangi kejaksaan. “Sebelumnya belum pernah diperiksa,” ujarnya sebelum menjalani pemeriksaan.

Pemeriksaan Kutha Parwata dan Nengah Merta, menyusul pemeriksaan kolega mereka sebelumnya, mantan anggota dewan (periode 2004-2009). Mantan anggota dewan yang telah diperiksa, Sang Putu Sosialiawan (Fraksi PDIP), I Ketut Mastrem (Fraksi PDIP), I Made Santika (Fraksi Golkar).  Mantan anggota dewan ini pengurus dan anggota dari Komisi C yang merupakan mitra kerja eksekutif dari Dinas Pendapatan/Sedahan Agung, intansi atau SKPD yang membidangi masalah pungutan dan perpajakan.

Kasus dugaan korupsi upah pungut mencuat, terkait pemberian kewenangan pungutan PBB dari pusat kepada daerah (kabupaten/kota) termasuk di Bangli. Pemberian kewenangan meliputi tiga sektor; yakni sektor perkotaan dan pedesaan serta sektor pertambangan. Untuk sektor perkotaan dan pedesaan sudah jelas ada kegiatannya, sehingga tidak jadi temuan. Sebaliknya di sektor pertambangan tidak ada kegiatan, namun upah pungut tetap dibagikan. Hal itulah menyebabkan terjadi kerugian negara sekitar Rp 1 miliar. “Itu hitungan sementara dari kami (kejaksaan). Untuk kepastian masih menunggu perhitungan dari BPKP,” kata Bagus Putra Agung. 7 k17

Komentar