nusabali

Mantra-Kerta Dilaporkan Atas Dugaan Money Politics

  • www.nusabali.com-mantra-kerta-dilaporkan-atas-dugaan-money-politics

Pasangan IB Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta), Cagub-Cawagub nomor urut 2 yang diusung Golkar-Demokrat-Gerindra-NasDem-PKS-PBB, dilaporkan ke Bawaslu Bali, Rabu (6/6) siang

Pak Oles: Kami Siap Klarifikasi ke Bawaslu

DENPASAR, NusaBali
Mantra-Kerta dilaporkan seorang warga, I Gede Made Anom Putra, 49, atas dugaan melakukan money politics. Gede Made Anom Putra datang ke Kantor Bawaslu Bali, Jalan Tjokorda Agung Tresna Niti Mandala Denpasar, Rabu siang sekitar pukul 14.00 Wita, dengan didampingi Ketua Bali Corruption Watch (BCW), Putu Wirata Dwikora---yang selama ini konsen  menyoroti kasus-kasus korupsi di Bali. Kedatangan mereka diterima dua anggota Bawaslu Bali, I Ketut Sunadra dan I Wayan Widyardana Putra. Sedangkan Ketua Bawaslu Bali, I Ketut Rudia, kemarin tidak ada di tempat.

Laporan Gede Made Anom Putra ke Bawaslu Bali ini terkait dugaan Cagub-Cawagub nomor urut 2 memberikan janji uang Rp 500 juta kepada desa pakraman di Griya Seba Sari, Kelurahan Renon, Denpasar Selatan, 5 Mei 2018 lalu. Padahal, bantuan desa pakraman itu sebenarnya tidak ada dalam visi misi pasangan calon. Anom Putra juga menyampaikan data-data dugaan memberikan janji uang berindikasi money politics. Termasuk beberapa pernyataan Mantra-Kerta di media massa soal janji pemberian dana Rp 500 juta untuk desa pakraman, yang tidak tercantum dalam visi misi pasangan calon.

Pelapor Anom Putra mengatakan dalam Pilgub Bali 2018, ada klipingan koran yang terindikasi adanya money politics. “Ada kami baca statemen Ketua Bawaslu Bali, terkait dengan dana BKK yang disampaikan paslon, yang tidak tertuang dalam visi misi. Kami tergerak untuk melaporkan ke Bawaslu, bahwa ada penyampaian memberikan dana Rp 500 juta per tahun, itu dugaan politik uang. Kami laporkan ini sebagai bagian slogan Bawaslu Bali ‘Rakyat bersama-sama bergerak awasi Pemilu’,” ujar pria asal Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Tabanan ini.

Sementara, Ketua BCW Putu Wirata Dwikora mengingatkan, pernyataan Ketua Bawaslu Ketut Rudia tentang adanya dugaan politik uang oleh paslon, harus ditindaklanjuti. “Kami minta Bawaslu Bali menindaklanjuti ini, jangan didiamkan. Supaya dalam Pemilu ini bebas dari money politics. Apalagi, janji itu tidak ada dalam visi misi,” jelas Wirata Dwikora.

“Kata Bawaslu, kalau di luar visi misi, disebutkan pelanggaran. Ya harus ditelusuri, supaya masyarakat tercerahkan. Tidak hanya berwacana-wacana. Paslon berwacana, Bawaslu berwacana bahwa itu tidak pelanggaran. Silakan klarifikasi paslonnya, supaya jelas. Melanggar atau tidak?” lanjut aktivis yang mantan wartawan ini.

Di sisi lain, anggota Bawaslu Bali Ketut Sunadra mengatakan, pelapor Anom Putra saat melapor mengajak serta dua rekannya, I Gede Yudi Satria Wibawa dan I Gede Nyoman Janupati, sebagai saksi. Dalam laporannya, Anom Putra menemukan ada dugaan pemberian janji pasangan calon nomor urut 2 yang di luar visi misi. “Ada disertakan bukti-bukti. Pelaporan dan datanya ini masih kita perdalam, baik keterangan pelapor maupun saksi,” ujar Sunadra.

Menurut Sunadra, peristiwa yang dilaporkan adalah dugaaan memberikan janji uang di alamat paslon di Denpasar. “Laporan ini tidak langsung kita simpulkan, karena harus ada kajian, memanggil saksi ahli. Kami punya waktu 3 hari. Apakah paslon akan dipanggil atau tidak, kami kaji dulu. Kami ada pleno dulu. Kami sedang mengumpulkan bahan. Saya tidak mau mendahului keputusan pleno,” ujar pengawas Pemilu asal Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung ini.

Sunadra mengatakan, dalam Pasal 73 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota, memang ada ketentuan pasangan calon dan atau tim kampanye dilarang memberikan/janji uang/materi lainnya kepada penyelenggara atau pemilih. “Tapi, apakah peristiwa yang dilaporkan ini masuk indikasi itu, perlu ada kajian. Pasal ini bisa jadi temuan pengawas, bisa menjadi sebuah laporan. Dan, laporan masyarakat wajib didalami,” tandas Sunadra.

“Apakah peristiwa itu akan terbukti, kami sih belum pernah menemukan apa yang dilaporkan. Hanya berdasarkan berita-berita di media bergulir sejak 5 Mei 2018. Pelapor menggunakan fakta pemberitaan cetak dan online,” lanjutnya.

Menurut Sunadra, Bawaslu Bali akan bergerak bersama tim kepolisian dan kejaksaan. “Kalau pidana, ya ranah Polda dan kejaksaaan. Sekarang kita sudah bersama kejaksaan dan kepolisian. Kami wajib buat kajian awal, karena baru dilaporkan. Kami harus klarifikasi ke pihak-pihak terkait.”

Kalau terbukti, apa sanksinya? “Ini masih pendalaman. Karena masih ada beberapa junctonya dari Pasal 73 ayat (1). Kalau hanya Pasal 73 ayat (1) ayat (2), tidak ada kena apa-apa. Tapi, kalau juncto Pasal 73 ayat (1) dilanggar bisa kena pasal 72 ayat (2). Apa itu? Kalau dilakukan oleh calon, maka dia bisa dibatalkan sebagai paslon. Dengan catatan terpenuhi pasal 135 huruf (A). Dilakukan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) yang terbukti bisa menyebabkan keluarnya rekomendasi Bawaslu, pembatalan sebagai paslon. Ini tanpa melupakan pasal-pasal berikutnya,” sebut Sunadra.

Sunadra mengatakan, kalau berjanji memberikan uang atau materi lainnya kepada penyelenggara atau pemilih, bisa kena sanksi. Dan, sanksi ini tidak hanya berlaku untuk paslon, tapi juga bagi tim kampanye. “Artinya kalau dilanggar oleh tim kampanye, jelas paslonya bisa diskualifikasi,” tegas dosen Fakultas Pertanian Unwar Denpasar ini.

Sementara itu, Ketua Tim Kampanye Mantra-Kerta Provinsi Bali, Gede Ngurah Wididana alias Pak Oles, mengatakan laporan dugaan money politics ke Bawaslu tidak membuat gusar Mantra-Kerta. “Sebaiknya Bawaslu Bali klarifikasi supaya jelas. Kami siap memenuhi undangan Bawaslu Bali untuk klarifikasi semuanya. Ya, tidak apa-apa, kita siap,” tegas Ketua Bappilu DPD Demokrat Bali ini saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Rabu kemarin.

Sedangkan politisi Demokrat lainnya, Tjokorda Ngurah Pemayun, yang mantan Sekda Provinsi Bali, mengatakan bantuan kepada desa pakraman Rp 500 juta per tahun tidak masuk politik uang, karena masih realistis. "Saya ini berpengalaman. Saya mantan Sekda Bali. Saya Ketua Tim Anggaran Pembangunan Daerah (TPAD). Kalau hanya soal bantuan kepada desa pakraman sebesar Rp 500 juta per tahun, itu masih realistis dan tidak melanggar aturan. Kalau dirunut dari persoalan postur APBD, juga masih normal dan tidak melanggar," ujar Tjok Pemayun, Rabu kemarin. *nat

Komentar