nusabali

BPK dan DPR Anggap Data Pangan 'Berantakan'

  • www.nusabali.com-bpk-dan-dpr-anggap-data-pangan-berantakan

Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengkritisi lemahnya data pangan yang dimiliki pemerintah.

JAKARTA, NusaBali

Bahkan kedua lembaga ‘kontrol’ itu menilai data pangan berantakan. Padahal akurasi data dinilai sangat penting dalam menentukan kebijakan pemerintah, terutama terkait impor komoditas pangan.  Anggota BPK Rizal Djalil mengatakan, sebenarnya kebijakan importasi pangan seperti komoditas beras tidak masalah selama datanya tepat. Hanya, Rizal Djalil, melihat selama ini hasil audit menemukan bahwa persoalan data konsumsi beras nasional masih tidak akurat.

"Penetapan angka impor tidak sepenuhnya prudent dan akuntabel. Angka ini tidak dipertimbangkan sepenuhnya, yaitu kebutuhan dan produksi nasional," kata Rizal, di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Senin (21/5).

Selain persoalan data, Rizal juga melihat adanya permasalahan pangan di Indonesia yang di sebabkan sistem pelaporan produktivitas padi nasional tidak akuntabel dan data luas lahan yang tidak akurat. Selain itu, angka cadangan pangan ideal pemerintah yang hingga kini belum ditetapkan.

“Data luas lahan tidak akurat. Terutama di Karawang, alih fungsi lahannya luar biasa. Ini harus kita antisipasi semua bagai mana mencegah alih fungsi lahan ini,” kata Rizal.

Rizal pun menambahkan, selama ini Badan Pusat Statistik (BPS) yang diberi tugas menjadi satu-satunya sumber data. Dia meminta agar lembaga tersebut memperbaiki metode pengumpulan data sesuai perkembangan teknologi. Hal ini penting agar data yang diperoleh bisa lebih cepat dan sesuai kebutuhan.

Pada kesempatan tersebut, Ketua DPR Bambang Soesatyo juga meminta agar pemerintah menyediakan data pangan yang valid untuk menghindari prokontra ketersediaan pangan dan impor.

Selama ini, kata dia, ada perbedaan data yang di miliki antara kementerian terkait. “Intinya begini, masalah data itu penting. Gunakan data tunggal agar stakeholder maupun pengambil keputusan dan presiden bisa mengambil keputusan yang tepat,” ujar pria yang akrab dipanggil Bamsoet itu. Menurut Bamsoet, impor pangan melalui sembilan kebutuhan pokok seharusnya tak per lu dilakukan mengingat kondisi produksi pangan di dalam negeri mencukupi. Impor, kata dia, menunjukkan bahwa ada yang salah dalam pengelolaan antara sembilan kebutuhan pokok masyarakat terkait ketersediaan di lapangan. *ant

Komentar