nusabali

Isak Tangis Iringi Pengabenan Susik Bondres

  • www.nusabali.com-isak-tangis-iringi-pengabenan-susik-bondres

Setelah selama sepekan disemayamkan di rumah duka, jenazah seniman bondres I Made Ngurah Sadika alias Susik Bondres, 54, akhirnya akhirnya diabenkan keluarganya di Setra Desa Pakraman Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng pada Anggara Paing Sungsang, Selasa (22/5) pagi.

SINGARAJA, NusaBali
Prosesi pengabenan sang maestro bondres diiringi isak tangis. Sehari sebelum diabenkan, jenazah Susik Bondres telah dilakukan prosesi nyiramang layon di rumah duka, Jalan Puri Kresna V Singaraja kawasan Kelurahan Kendran, Kecamatan Buleleng pada Soma Umanis Sungsang, Senin (21/5). Jenazah Susik Bondres diantar ke Setra Desa Pakraman Panji menggunakan mobil ambulans dari rumah duka, Selasa pagi sekitar 08.30 Wita.

Pantauan NusaBali, seluruh keluarga dan kawan-kawan dekat Susik Bondres ikut mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir. Sebelum dibakar di setra, jenazah Susik Bondres lebih dulu diupacarai terakhir dalam prosesi yang dipimpin sulinggih. Seluruh atribut yang sempat dikenakannya almarhum semasa hidup, termasuk topeng karakter Susik yang telah mengantarkannya pada ketenaran ikut disertakan dalam kampuh (sarana upacara, Red). Namun, topeng Susik dan sejumlah busana tari almarhum ditarik kembali saat jenazah akan disulut api.

Suasana duka dan pilu kembali menyelimuti keluarga Susik Bondres saat jenazah almarhum diturunkan dari mobil dan dibaringkan di tempat pembakaran di setra. Isak tangis orang-orang tercinta tak terbendung. Istri almarhum, Ni Luh Rening, dan anak perempuannya, Ni Made Ari Darmini, 23, menangis histeris. Ibu dan putrinya ini beberapa kali lunglai, hingga harus dipapah kerabat mereka. Sedangkan si sulung I Gede Arya Darmadi alias Cimcim, 28, tampak lebih tegar.

Luh Rening sempat beberapa kali memekikkan kalimat kehilangan atas suami yang dia dampingi selama hampir 30 tahun. “Bapak….adi las gati ngalain, pang tenang pejalan bapake dikedituan (Bapak, tega sekali meninggalkan kami, supaya tenang bapak di alam sana, Red),” sergah ibu dua anak ini di sela-sela persembahyangan bersama di Setra Desa Pakraman Panji.

Rasa kehilangan yang mendalam juga nampak pada raut muka seluruh keluarga dan orang terdekat, termasuk sahabat Susik Bondres sesama alumni 1982 SMAN 1 Singaraja. Bahkan, Ketut Suardana yang selama ini memerankan karakter Loleng dalam grup Susik Bondres, memilih bungkam dan pergi dengan mata berkaca-kaca. Suardana Loleng pilih menjauhi wartawan, karena merasa sangat terpukul setelah kepergian patner seninya sekaligus ayah baginya. “Maaf, saya tidak bisa berkome-ntar, saya tidak tahu kata apa yang harus saya ucapkan,” elak Suardana Loleng.

Sedangkan seorang teman Susik Bondres semasa sekolah, Wayan Putrayasa, 55, mengaku sangat kehilangan sahabat remajanya. Putrayasa yang sekelas dengan Susik Bondres saat SMP, mengaku mengagumi sosok almarhum. Menurut Putrayasa, Susik Bondres memiliki talenta lawak sejak duduk di SMPN 2 Singaraja. Kala itu, almarhum sering melawak dan menghibur teman-temannya dengan spontanitas. “Saya juga satu angkatan dengan almarhum di SMA. Orangnya sangat lucu, periang, sering melawak, meski prestasi akademiknya biasa saja,” tandas Putrayasa.

Kenangan manis bersama Susik Bondres juga tidak terhapuskan di hati Komang Suardika alias Mang Epo, pentolan Sanggar Nong Nong Kling Banyuning, Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng. Mang Epo sempat satu sekaa bondres dengan Susik Bondres, almarhum Nyoman Durpa, dan Wayan Sujana. Menurut Mang Epo, mereka memiliki kenangan yang tidak terlupakan.

“Kalau dulu ngayah nopeng, yang punya sepeda motor hanya Pak Susik. Saat itu almarhum punya motor Astrea 800. Itu kita tunggangi bertiga berangkat dari rumah ke sanggar. Pak Susik yang pegang gas, saya tukang kendali gigi persneling, sementara Pak Sujana tukang rem. Jadi, seirng tidak sinkron antara gas dan over persenling. Hal itu yang tidak bisa saya lupakan,” kenang Mang Epo kepada NusaBali di setra, Selasa kemarin.

Mang Epo menyebutkan, karakter Susik dalam pentas kesenian bondres sangat melekat di hati masyarakat. Kendati almarhum sudah tiada, karakter Susik diyakini akan tetap hidup. Karakter Susik yang berhasil dimainkan almarhum dengan sosok centil dan sok-sokan, telah membawa pengaruh besar pada kesenian bondres di Buleleng. Karakter Susik telah menjadi ikon topeng perempuan dalam pertunjukan bondres.

“Di mana-mana, tidak pandang sanggar dan sekaa bondres mana, asal dari Buleleng dan pakai topeng cewek, itu pasti disebut Susik. Itu seringkali kami jumpai di lapangan,” papar Mang Epo. Dan, sejak Susik Bondres terbaring sakit di nRSUD Buleleng, September 2017, karakter Susik itu dimainkan putra sulung almarhum, Gede Arya Sarmadi alias Cimcim.

Made Ngurah Sadika alias Susik Bondres sendiri menghembuskan napas terakair dalam perawatan di Ruang Flamboyan 2 RSUD Buleleng di Singaraja, Selasa (15/5) dinihari sekitar pukul 04.00 Wita, akibat sakit komplikasi gagal ginjal, diabetes, dan jantung. Sebelum meninggal, seniman bondres yang akrab dengan kalimat ‘nyanan welange jak memek’ di atas panggung ini sempat selama sepekan dirawat di RSUD Buleleng, sejak dilarikan kembali oleh keluarganya ke rumah sakit, Rabu (9/5) lalu. Hingga ajal menjemputnya, seniman bondres kelahiran 22 Agustus 1964 ini masih menjabat sebagai Kabid Pengembangan Perpustakaan dan Budaya Baca Dinas Arsip Daerah Kabupaten Buleleng. *k23

Komentar