nusabali

Dulu hanya Kolak, Kini Tersedia Beragam Kue dan Minuman

  • www.nusabali.com-dulu-hanya-kolak-kini-tersedia-beragam-kue-dan-minuman

Menengok ‘Kampung Ramadhan’ di Wanasari, Pemecutan Kaja Denpasar Utara

DENPASAR, NusaBali
Bulan Ramadhan, bulan puasa bagi umat Muslim, identik juga dengan ‘bisnis’ takjil. Karena sebagaimana diketahui, untuk buka puasa umat muslim mengawali dengan menikmati takjil sebagai pembuka. Karenanya ‘bisnis’ takjil, menjadi berkah bagi warga menekuninya. Contohnya Kampung Wanasari Kelurahan Pemecutan Kaja Denpasar Utara.

Setiap sore di bulan Ramadhan, Kampung Wanasari hiruk-pikuk. Bukan saja karena aktivitas warga setempat jelang buka puasa, namun juga karena banyak warga Denpasar dan luar Denpasar yang  sengaja datang untuk mmembeli takjil. Itu karena Kampung Wanasari, salah satu kampung muslim di Denpasar, dikenal  sebagai sentra penjualan takjil.

Penjual takjil yang sebagian besar merupakan warga Kampung  Wanasari menyiapkan takjil di depan warung, toko dan depan rumah mereka pertigaan depan Masjid Baiturahman antara Jalan Kartini, Jalan Ahmad Yani dan Jalan Maruti. “Mulai terasa ramai sejak sekitar 8 tahun lalu,” cerita Burhan, 60, warga setempat, Senin (21/5).

Dikatakan Burhan, hal itu menyusul rampungnya pemugaran dan perluasan Masjid Baiturahman. Sedang sebelumnya, penjualan atau bisnis takjil tidak seramai seperti sekarang ini. Masih relatif sepi. “Malah waktu saya kecil, tak ada yang jual takjil,” katanya.

Ketika itu takjil hanya dibuat untuk buka puasa bagi keluarga, kerabat dan tetangga. Ragamnya juga tidak banyak. “Hanya kolak saja. Dari tepung campur ketela, pisang dan gula,” lanjut Burhan. Jenis penganan lain, seperti jenis aneka kue dan minuman pembuka puasa yang banyak jenis seperti sekarang tidak ada.

Kini keadaannya berbeda. Beragam jenis penganan untuk takjil dengan bentuk dan tampilan mengundang selera ramai dijual di Kampung Wanasari. Mulai dari kolak tentu saja. Yang lainnya, bubur sumsum,  es buah, es belewah, serabi, petulo, kacang hijau hingga es kepal yang lagi ngetren.

Sopi, salah seorang pedagang takjil mengatakan tambahan pendapatan dari berjualan takjilan, merupakan rahmat bagi dia dan keluarganya di bulan Ramadhan. “Saya tidak membuat, tetapi menjual saja,” ujar Sopi.

Walau tidak menyebutkan jumlahnya, namun Sopi mengakui ‘bisnis’ takjil yang dilakoninya cukup menguntungkan. “Setiap sore  pasti ramai,”  ujar Sopi menunjuk suasana penjualan takjil di sepanjang jalan Kampung Wanasari.

Hal senada dikatakan Endang, pembuat sekaligus penjual takjil lainnya. “Antara 100 sampai 150 bungkus rata-rata tiap hari,” kata Endang, menyebut jumlah takjil yang  terjual langsung. Belum termasuk yang dia titip pada pedagang dan penjual lainnya. Hanya saja, menurut Endang, sekarang harga kebutuhan pokok, khususnya bahan takjil yang lebih mahal dari waktu-waktu sebelumnya. “Itu sedikit susahnya,” kata Endang.

Menurutnya keuntungan berkurang, karena harga bahan naik. Contohhnya harga tepung beras Rp 12.000 per kilogram. Gula pasir sampai 13.000 per kilogram. Ubi kayu juga naik dari Rp 4.000 per kilogram, naik menjadi Rp 6.000 per kilogram. Ketela dari Rp 5.000 per kilogram menjadi Rp 6.000 per kilogram. “Ya gimana, tetap kita buat seperti biasa. Tentu saja untungnya berkurang. Karena harga takjil tetap, (seperti tahun lalu),” kata Endang.

Harga jual rata-rata takjil Rp 5.000 per bungkus. Sedang harga pokoknya Rp 4.000 per bungkus. Maksudnya, mereka  yang membuat takjil menjualnya dengan harga Rp 4.000. Sedang pedagang  yang menjualnya Rp 5.000 per bungkus. Setiap bungkus takjil yang laku, keuntungannya Rp 1.000. “Harganya masih tetap seperti tahun lalu,” ujar Endang. *k17

Komentar