nusabali

Pelaku Bom di Surabaya dari Satu Keluarga

  • www.nusabali.com-pelaku-bom-di-surabaya-dari-satu-keluarga

Usai turunkan istri dan dua anak perempuannya di Gererja Kristen Indonesia, Dita Oepriarto melaju ke Gereja Pantekosta dengan Avanza berisi bom

Serangan di Gereja, 14 Tewas, 41 Luka

SURABAYA, NusaBali
Teror serangan bom bunuh diri terjadi di tiga gereja di Kota Surabaya, Jawa Ti-mur, Minggu (13/5) pagi, hingga menyebabkan 14 orang tewas dan 41 korban terluka. Mirisnya, pelaku teror diduga dari satu keluarga yang melibatkan suami, istri, serta empat anaknya. Bahkan, salah satu pelaku bom bunuh diri yang masih di bawah umur.

Tiga gereja yang menjadi sasaran teror bom di Surabaya kemarin pagi, masing-masing Gereja Katolik Santa Maria Serangan pertama terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya Jemaat Persawahan. Ketiga gereja ini lokasinya tidak berjauhan. Serangan pertama terjadi di Gereja Katolik Santa Maria, Jalan Ngagel Madya Surabaya, Minggu pagi sekitar pukul 06.30 WIB. Ledakan berikutnya terjadi di Gereja Kristen Indonesia, Jalan Raya Diponegoro Surabaya, pukul 07.15 WIB. Terakhir, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS), Jalan Arjuno Surabaya, diserang bom sekitar pukul 07.53 WIB.

Dari total 14 korban tewas, termasuk di antaranya bocah kakak beradik, Vincen-sius Evan berusia 11 tahun dan adik korban bernama Nathanael yang baru berusia 8 tahun.

Dua polisi juga jadi korban terluka ledakan bom di Gereja Santa Maria Tak Ber-cela, Aiptu Junaedi dan Aiptu Ahmad Nur Hadi. Keduanya kini dirawat di RSU dr Soetomo Surabaya. "Kedua polisi ini sekarang sedang menjalani perawatan di RSU dr Soetomo," ujar Kabid Humas Polda Jatim, Frans Barung Mangera, kepada detikcom di Surabaya, Minggu kemarin.

Bom bunuh diri di Gereja Kristen Indonesia (GKI) dilakukan seorang ibu yang mengajak 2 anak perempuannya yang masih kecil dan remaja. Ibu yang menge-nakan kerudung dan penutup mulut ini datang dengan terburu-buru, setelah dirop pengendara motor. "Dia didrop oleh pengendara motor," ujar sorang saksi mata yang bertugas sebagai juru parkir di Gereja GKI Surabaya, Mulia Harton.

Wanita berkerudung ini terburu-buru mendekati gereja. Namun, seorang petugas keamanan gereja yang curiga, Yesaya, berusaha mencegah perempuan bersengkutan. Tiba-tiba, perempuan berkerudung itu meledakan diri hingga setengah tubuhnya terbang ke udara. Sedangkan kedua anak perempuan yang dibawanya langsung terkapar tak berdaya.

Mulia Harton awalnya berinisiatif mendekatinya. Namun, dia tidak menyangka anak kecil tersebut yang menjadi ledakan ketiga. Beruntung, ada temannya yang menyuruhnya untuk menyingkir, sehingga Mulia tidak terkena ledakan bom dari tubuh anak tersebut. “Jaraknya itu 2 meteran dari saya," cerita Mulia.

Sebaliknya, Yesaya yang sempat menghadang pelaku bom bunuh diri, selamat dari maut dalam kondisi luka berat. Luka Yesaya cukup parah karena terkena serpihan bom. "Serpihan-serpihan bom itu nancap semua di sini dengan di sini," jelas Mulia sambil menunjukkan lengan dan pahanya.

Aksi heroik juga dilakukan Aloysius Bayu Rendra Wardhana, petugas keamanan di Gereja Santa maria Tak bercela Surabaya. Bayu Rendra secara heroik menghadang dua pelaku bom bunuh diri, hingga tewas mengenaskan.

Saat itu, dua pelaku bom bunuh diri yang mengendarai motor berupaya menerobos ke gereja, tapi dihadang Bayu Rendra. Seketika, bom meledak. Bayu Rendra tewas mengenaskan dengan meninggalkan istri tercinta, Monic, serta dua anak yang masih kecil, masing-masing usia 6 tahun dan 1 tahun. Kedua pelaku disebut-sebut anak dari wanita berkerudung yang ledakkan bom bunuh diri di Gereja GKI Surabaya.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkap pelaku bom bunuh diri di tiga gereja kawasan Surabaya diduga dari satu keluarga bneranggotakan 6 orang yang terdiri dari suami, istri, dua anak lelaki, dan dua anak perempuannya. "Pelaku ini diduga satu keluarga," ujar Jenderal Tito mengungkap hasil investigasi Tim Polri dalam konferensi pers mendampingi Presiden Jokowi di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu kemarin.

Menurut Jenderal Tito, sang ayah dalam keluaga pelaku bom bunuh diri ini berinisial D, kemudikan mobil Toyota Avanza berisi bom. D ini adalah inisial dari Dita Oepriarto, pimpinan Jamaah Ansarut Daulah (JAD) Surabaya, JAD ini jadi pendukung ISIS di Indonesia.

Kemudian, Dita Oepriarto menurunkan (mendrop) istrinya yang berinisial K serta dua anak perempuannya, FS, 12, dan VR, di Gereja GKI Surabaya. Selanjutnya, Dita membawa mobil yang diduga berisi bom menuju Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Setelah semua keluarga didrop, Dita kemudian meledakan mobil tersebut di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Sedangkan dua anak laki-laki pasutru Dita dan K, masing-masing berinisial Y dan Ir, berangkat sendiri menggunakan motor ke Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya. "Untuk Gereja Santa Maria diserang oleh sosok yang diduga merupakan anak laki-laki dari D dan K," papar Jenderal Tito.

Jenderal Tito menyebutkan, satu keluarga pelaku teror bom tiga gereja di Surabaya kemarin pagi yang terdiri dari ayah, ibu, dan empat anaknya ini tidak terlepas dari jaringan JAD dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), yang merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia.

"Di Indonesia, JAD dipimpin Aman Abdurrahman yang ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua (depok, Jawa Barat). Kelompok satu keluarga ini terkait JAD Surabaya di bawah pimpinan Dita. Aksi ini kita duga motifnya, ISIS ini ditekan oleh kekuatan dari Barat, Rusia, kemudian memerintahkan semua jaringan di luar untuk melakukan serangan di seluruh dunia," papar Jenderal Tito.

Menurut Jenderal Tito, satu keluarga pelaku teror bom bunuh diri tiga gereja di Surabaya ini menggunakan jenis bom yang berbeda-beda. Bom yang dibawa Dita dalam mobil Avanza memiliki daya ekplosif yang tinggi. "Yang dengan Avanza di Jalan Arjuna itu menggunakan bom diletakkan dalam kendaraan, setelah itu ditabrakkan. Ini ledakan terbesar dari 3 lokasi," katanya.

Sedangkan bom yang dibawa sang istri, yakni K, disematkan di ikat pinggang. Menurut Jenderal Tito, ciri khas bom ikat pinggang dapat dilihat dari mayat pelaku yang terbelah dua. "Di GKI itu, bom pada ikat pinggang, pada belt. Ini ciri-cirinya sangat khas karena rusak pada bagian perut. Bagian atas dan bawah masih utuh." Sebaliknya, bom yang diledakkan dua anak lelaki pasutri Dita dan K, yakni Y dan Ir, di Gereja Santa Maria Tak Bercela dibawa dalam tas. *

Komentar