nusabali

MUTIARA WEDA : Hartaku

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-hartaku

Harta yang didapat dengan cara kotor, dengan cara bertentangan dengan kebenaran, dan dengan cara membujuk musuh, harta itu bukanlah milikku

Ati klesena ye artha dharmasyati kramena tu,

Satrunam prani patena artha te ma bhavantu me.
(Canakya nitisastra XVI.11)


MENCARI harta untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah kewajiban setiap orang, terutama bagi mereka yang berada pada jenjang grhasta. Namun, sejak zaman dahulu telah dibuatkan aturan mengenai bagaimana cara memperolehnya. Tidak setiap tindakan yang dapat menghasilkan harta dibenarkan. Seperti misalnya teks di atas mengatakan bahwa orang hendaknya tidak mencari uang dengan cara-cara yang kotor, yang bertentangan dengan kebenaran dan dengan cara menipu musuh. Canakya menganjurkan hendaknya setiap orang mencari uang dengan cara yang benar. Mengapa Canakya menginstruksikan seperti itu? Artinya zaman itu telah banyak orang yang mencari harta dengan cara yang tidak benar.

Jika karma vasana sebagai pisau bedah, maka alasan orang mengapa tendensinya suka mencari harta dengan cara yang tidak benar, adalah karena mereka membawa poros itu dari kelahiran-kelahiran sebelumnya. Sejak beribu-ribu kali kelahiran mereka telah terbiasa dengan cara-cara kotor sehingga mereka memiliki pondasi yang kuat untuk terekspresi di masa kehidupan sekarang ini. Perilaku ini telah menjadi insting, natural, sesuatu yang datang terus-menerus di pikiran. Bahkan karena demikian kuatnya, kita sering tidak sadar kalau apa yang dilakukan telah bertentangan dengan kebenaran. Inilah alasan mengapa aturan senantiasa mendukung kebenaran dan melawan keidakbenaran. Tidak ada pelajaran yang mengajarkan orang melakukan tidakan yang tidak benar dan juga tidak ada aturan yang mendukungya, tetapi masih juga banyak orang yang melakukannya.

Arta memiliki magnetnya tersendiri, sehingga walaupun kita tahu dengan baik bahwa korupsi itu tidak baik, tahu dengan pasti bahwa mencuri itu perilaku jahat, tahu benar bahwa cheating itu buruk, tetapi kita tetap saja melakukannya. Bahkan sering kita menghiasi perilaku cheating tersebut dengan kebenaran, sehingga isinya tipu-tipu tetapi kulitnya kebenaran. Kita senang kelihatan agar perilaku kita tampak benar, tetapi kita tidak berada di dalamnya. Eksistensi diri kita penuh dengan tipu daya tetapi keinginan kita selalu ingin tampak benar. Keberadaan diri kita penuh dengan kekotoran, tetapi topengnya bersih mengkilap. Setiap saat kita sibuk membersihkan topeng tersebut agar menarik orang yang melihatnya, dan karena begitu sibuknya, kita melupakan membersihkan yang ada di dalamnya, yang merupakan diri kita yang sebenarnya.

Inilah alasan mengapa aturan yang baik dan orang yang mencoba berjuang untuk menegakkan kebaikan tersebut sering kelelahan dan kehabisan nafas. Orang yang menginginkan agar aturan yang benar harus ditegakkan akan selalu mendapat serangan, baik yang datang dari tendensi dirinya maupun dari orang luar. Walaupun orang itu benar-benar bersih di dalam dirinya akan tetap sulit menegakkan kebenaran karena orang di sekitarnya yang diajak untuk menegakkan aturan tersebut masih memiliki tendensi buruk. Apalagi orang yang berpura-pura ingin berdiri di atas aturan agar kelihatan bersih, sementara tendensi dirinya tidak berbeda dengan orang secara umum, selangkah pun tidak mampu maju menghalau tendensi buruk ini di masyarakat.

Apa yang bisa dilakukan? Hanya ada dua metode yang diberikan oleh Yoga, yakni Abhyasa dan Vairagya, tetapi lagi kita tidak memiliki kekuatan sama sekali untuk menjalankan metode tersebut. Tendensi di dalam diri kita masih jauh lebih kuat dibandingkan dengan niat kita untuk melakukan latihan dua teknik ini. Namun, walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan sepanjang kita mampu menginternalisasikannya kepada anak-anak sehingga terbentuk sebuah karakter yang baru, maka tendensi buruk ini bisa dilenyapkan. Hanya saja masalahnya tetap saja klasik, siapa yang mampu menjadi role model bagi anak-anak sehingga mereka tidak pernah melihat perilaku buruk tersebut, sehingga tendensi besar yang dibawa dari kehidupann anak-anak di masa lalu dapat diputus saat itu juga? Jika tidak demikian, mari kita tetap menyiarkan ajaran kebenaran ini sambil dengan sengaja ataupun tanpa sengaja perilaku kita bertentangan dengan apa yang kita siarkan ke masyarakat. Bahkan yang lebih pasti lagi, kita terus-menerus menyiarkan kebenaran ini justru untuk mencari harta itu sendiri dan kemudian kita menyebut bahwa harta tersebut sepenuhnya rahmat Tuhan. *

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta

Komentar