nusabali

Karena Wahyu dari Pura Gili Menjangan, Sarana Nasi Berbentuk Bumi

  • www.nusabali.com-karena-wahyu-dari-pura-gili-menjangan-sarana-nasi-berbentuk-bumi

Berdasarkan pawisik yang diterima Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari, Ida Batara Ida Batara Ki Barak Panji Sakti minta agar dilaksanakan upacara yadnya Bakti Pertiwi di Pura Jagatnatha Singaraja 

Upacara Bakti Pertiwi untuk Kali Pertama Dilaksanakan di Pura Agung Jagatnatha Singaraja

SINGARAJA, NusaBali
Upacara Bakti Pertiwi untuk pertama kalinya dilaksanakan di Pura Agung Jagatnatha Singaraja pada Sukra Wage Wariga, Jumat (4/5) sore. Yadnya Bakti Pertiwi berupa sesajen nasi saur berisi kacang-kacangan dan sayur mayur yang dibuat seperti bumi. Persembahan ini ditujukan secara khusus kepada Ibu Pertiwi, sebagai penyimbang antara langit dan bumi.

Upacara Bakti Pertiwi ini dilaksanakan berdasarkan wahyu atau pawisik (petunjuk niskala) yang diterima oleh tokoh spiritual I Nyoman Sudiarta, 64, pangempon Pura Pingit Klenting Sari, Gili Menjangan, Desa Pakraman Sumberklamok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng yang telah Madwijati dengan gelar Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari. Upacara Bakti Pertiwidi Pura Agung Jagatnatha Singaraja sore itu dipuput oleh Ida Pedanda Gede Oka Manuaba, sulinggih dari Griya Taman Manuaba, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng.

Menurut Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari, yadnya Bakti Pertiwi ini dipersembahkan khusus kepada Ibu Pertiwi (bumi). Pasalnya, Ibu Pertiwi telah memberikan banyak kehidupan bagi umat manusia, namun selama pelaksanaan yadnya selalu ditujukan kepada Akasa (langit).

Yadnya Bakti Pertiwi ini untuk kali pertama dilaksanakan di Pura Agung Jagatnatha Singaraja. “Kalau di Pura Gili Menjangan, kami sudah tiga kali melaksanakan yadnya Bakti Pertiwi ini,” jelas Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari kepada NusaBali di sela upacara yadnya Bakti Pertiwi sore itu.

Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari mengatakan, digelarnya yadnya Bakti Pertiwi buat kali pertama di Pura Agung Jagatnatha Singaraja ini berdasarkan pawisik yang dia terima. Sesuai pawisik, Ida Batara Ki Barak Panji Sakti minta agar dilaksanakan upacara yadnya Bakti Pertiwi.

“Ada wahyu (pawisik) lagi yang tiyang terima, di mana Ida Batara Ki Barak Panji Sakti minta dilaksanakan upacara yadnya Bakti Pertiwi ini di Pura Agung Jaganatha,” ungkap Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari yang notabene mantan Kepala Bagian Keuangan Pemkab Buleleng di era kepemimpinan Bupati Ketut Ginantra dan Asisten II Pemkab Buleleng di bawah Bupati Ketut Wirata Sindhu.

Dijelaskan, dasar pelaksanaan dari yadnya Bakti Pertiwi adalah Lontar Tanpa Tulis (wahyu, Red) yang diterima Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari sekitar tahun 2015 ketika ngayah di Pura Gili Menjangan. Dalam wahyu itu disebutkan, sudah saatnya manusia sebagai mahluk yang memiliki sabda (bisa bericara), bayu (tenaga untuk hidup), dan idep (pemikiran) mulai sadar dengan alam (Ibu Pertiwi) yang telah me-mberikan banyak kehidupan sampai sekarang.

Menurut Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari, bumi pertiwi ini adalah ibu yang maha suci, ibu yang melahirkan, memelihara, dan menerima kembali semua yang hidup di alam ini ketika waktu kematian. “Begitu besar jasa dari Ibu Pertiwi ini, tapi kita tidak pernah menghatuhkan puji syukur. Selama ini, kita hanya melaksanakan yadnya itu kepada Akasa (langit). Maka, sekarang kalau bisa yadnya kepada Ibu Pertiwi harus tetap ada di setiap upacara,” katanya.

Yadnya untuk Ibu Pertiwi sebagaimana yang dilaksanakan di Pura Agung Jagatnatha Singaraja ini, menurut Prabu Tri Bhuwana, hanya berupa nasi saur berisi sayur mayur yang merupakan hasil bumi. Nasi saur itu dibuat seperti simbol bumi yang bulat, kemudian diletakkan di atas tanah dengan alas tikar. Sarana lainnya, berupa baten suci.

Usai persembahyangan, nasi saur itu dapat dimakan bersama, walapun hanya satu biji nasi. “Banyak-sedikit itu (nasi saur, Red) tergantung. Banyak boleh, sedikit juga bisa. Nanti setelah upacara, nasi suar itu kita tunas (mohon) untuk dapat dimakan sebagai wujud penghormatan atas karunia yang telah diberikan oleh bumi ini,” jelas Prabu Tri Bhuwana.

Prabu Tri Bhuwana menegaskan, untuk pelaksanaan upacara yadnya Bakti Pertiwi sebaiknya dilaksanakan oleh pemerintah, setiap menjelang pergantian musim, baik dari musim panas ke hujan maupun dari musim hujan ke kemarau. “Langkah ini sebagai wujud permohonan agar bumi dapat senantiasa memberikan kemakmuran, keselamatan, dan menajuhkan dari bencana alam,” kata Prabu Tri Bhuwana.

Prabu Tri Bhuwana Tuggal Sari sendiri telah menekuni dunia spiritual bersama istrinya sejak 1997 silam. Pria yang bernama asli Nyoman Sudiarta yang mantan Kabag Keuangan Pemkab Buleleng ini sudah keliling ke tempat-tempat suci. Dari perjalanan spritualnya itu, secara bertahap dia mendapat wahyu untuk membangun parahyangan di Pulau Gili Menjangan, Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak.

“Wahyu pertama tiyang terima tahun 1998 tentang Pulau Menjangan itu. Wahyu ini bertahap, kemudian tahun 1999 tiyang dirikan Turus Lumbung di Pulau Menjangan,” terang tokoh spiritual asal Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Buleleng yang tinggal di Jalan Lingga Singaraja ini.

Semula, Prabu Tri Bhuwana belum sepenuhnya ngayah di Pura Gili Menjangan, karena masih menduduki jabatan Asisten II Pemkab Buleleng. Barulah setelah pergantian kepemimpinan dari Bupati Buleleng Ketut Wirata Sindhu ke Bupati Putu Bagiada, Prabu Tri Bhuwana melepaskan diri dari pemerintahan. Dia mengundurkan diri untuk mengabdi lebih banyak di Pulau Menjangan.

“Kalau dulu ketika masih menjabat, tiyang pulang pergi. Sabtu tiyang ke Pulau Menjangan, Minggu sudah balik ke Singaraja karena Senin-nya harus ngantor. Di tahun 1999, tiyang pilih berhenti dari pekerjaan dan lebih banyak berada di Pulau Menjangan,” jelas tokoh spiritual berusia 64 tahun ini.

Di Pulau Menjangan, Prabu Tri Bhuwana terus mendapat wahyu untuk membangun sejumlah palinggih. “Tiyang bisa dibilang sebagai pamabah (perintis, Red) di Pulaua Menjangan. Perjalanan tiyang niki bisa dibilang perjalalan tidak mebekel (tidak punya uang), tapi selalu saja ada jalan untuk mewujudkan wahyu seperti di Pulau Menjangan,” katanya. *k19

Komentar