nusabali

Meresahkan, Kafe Remang Ditutup

  • www.nusabali.com-meresahkan-kafe-remang-ditutup

"Kami sudah menolak dari awal apalagi kami banyak mendapatkan keluhan warga sejak kafe itu kembali dibuka. Warga sekitar tidak nyaman" (Perbekel Padangsambian Kelod, I Gede Wijaya Saputra)

Tak Kantongi Izin, 7 Pelayan Kafe Diciduk

DENPASAR, NusaBali
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar bekerjasama dengan Kepolisian, TNI, Pecalang, Perbekel dan Pengurus Banjar Adat Padangsambian Kelod menertibkan kafe tak berizin di Perum Padang Galeria, Banjar Padangsumbu Kaja, Desa Padangsambian Kelod, Denpasar Barat, Kamis (3/5) malam sekitar pukul 23.00 Wita. Penertiban ini dilakukan karena pihak desa kerap mendapat keluhan dari masyarakat.  

Dari penertiban kafe yang diketahui bernama Merkuri, sang pemilik asal desa setempat yakni IB Made Suta tidak bisa menunjukkan izin usaha kafe tersebut. Petugas pun langsung menutup kafe saat itu juga. Sebanyak  7 pelayan kafe juga diangkut Kantor Satpol PP untuk dilakukan pemeriksaan, 6 orang diantaranya diketahui tidak memiliki kartu identitas atau e-KTP.

Kasat Pol PP Kota Denpasar, Dewa Gede Anom Sayoga yang memimpin penertiban menjelaskan, pihaknya melakukan penertiban sesuai dengan laporan yang masuk karena meresahkan masyarakat dan tanpa memiliki izin usaha hiburan. Padahal, izin usaha tersebut sudah sering diperingatkan bahkan kafe ini sudah ditolak keberadaannya pada paruman desa adat setempat.

Lanjut dia, kafe tersebut merupakan kedua kalinya dilakukan penutupan sejak berdiri tahun 2012. Dengan penutupan awal yang langsung dilakukan desa adat, ternyata kafe tersebut masih beroperasi kembali sejak Februari 2018 lalu dengan berbeda manajemen atau pengelola. "Dulu sempat juga ditutup dan langsung dilakukan desa adat. Sekarang malah ganti manajemen, sehingga pemiliknya yang berbeda dengan pekerjaan yang sama," ungkap Anom Sayoga.

Dari pemeriksaan tersebut, kata dia, pihak pemilik memang tidak mengantongi izin usaha, sehingga usaha tersebut langsung ditutup. "Kami tindak sesuai Perda Ketertiban Umum, Nomor 1 tahun 2015. Jadi kita akan tindak tipiring dulu sekaligus dengan pelayan kafe atau cewek kafenya. Ternyata dari 7 pelayan tersebut 6 diantaranya memang tidak memiliki identitas yang rata-rata umurnya masih 17 tahunan," ungkapnya.

Sementara Perbekel Padangsambian Kelod I Gede Wijaya Saputra menjelaskan, keberadaan kafe tersebut memang sudah lama dikeluhkan warga karena dianggap mengganggu keamanan dan kenyamanan. Hal ini lantaran lokasi kafe yang berada dekat dengan Pura Banjar Padangsumbu Kaja. "Keberadaan kafenya terlalu dekat dengan banjar bahkan pura yang notabene adalah kawasan suci. Masyarakat telah mengeluhkah hal ini sejak 2012 lalu ketika kafe tersebut masih bernama Kafe TC. Sempat tutup namun dibuka lagi dengan nama berbeda yakni Kafe Merkuri padahal sudah ditolak jelas-jelas pada paruman adat," ungkapnya didampingi Klian Adat Banjar Padangsumbu Kaja IB Gede Sidiarta, dan Kepala Dusun Banjar Padangsumbu Kaja I Wayan Merta.

Dengan paruman adat tersebut, kata Wijaya, pihaknya kembali melakukan penolakan dan meminta Satpol PP untuk tertibkan kafe tersebut. "Kami sudah menolak dari awal apalagi kami banyak mendapatkan keluhan warga sejak kafe itu kembali dibuka. Warga sekitar tidak nyaman," terangnya.

Sementara, pemilik kafe, IB Made Suta mengelak dengan pendirian kafe yang sudah lama beroperasi. Menurut dia usahanya ini baru dua hari dibuka yang sebelumnya merupakan usaha warung biasa. Namun karena sepi pembeli, pihaknya memilih untuk membuka kafe agar usahanya tetap berjalan. "Saya baru buka dua hari. Dulunya cuman buka warung tapi sepi," katanya.

Menurut IB Suta, ketujuh pelayan kare tersebut diakuinya baru datang dua hari yang lalu. "Itu baru dua hari saya ajak kerja, kalau warung dulu bukan mereka yang kerja tapi ada karyawan lain," jelas pensiunan PNS ini.

Pengakuan berbeda diungkapkan salah satu pelayan kafe bernama Lina Kristiana asal Malang, Jawa Timur. Dia mengaku sudah sejak 4 bulan lebih bekerja di tempat ini. "Saya sudah 4 bulan lebih kerja di sini. Ramai yang datang, bahkan pegawai-pegawai ramai kesini," ungkapnya.

Lina mengelak jika dirinya bersama pelayan kafe lainnya sering melayani hidung belang, karena menurut dia, bekerja di tempat tersebut hanya menemani pelanggannya minum dan karaoke. "Kami tidak melayani itu (esek-esek), kami cuman nemenin minum saja. Kami dapat duit kan dihitung dari botolan. Bukan seperti itu," kelitnya. *m

Komentar