nusabali

TBC, Stunting, dan Imunisasi Jadi Bahasan Rakerkesda Provinsi Bali

  • www.nusabali.com-tbc-stunting-dan-imunisasi-jadi-bahasan-rakerkesda-provinsi-bali

Dinas Kesehatan Provinsi Bali menyelenggarakan Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) tingkat provinsi guna membahas sejumlah permasalahan kesehatan di Hotel Mercure Harvestland, Kuta, Badung, 19-20 April 2018.

MANGUPURA, NusaBali
Ada tiga fokus yang menjadi topik bahasan, yakni eliminasi Tuberculosis (TBC), penurunan stunting, serta peningkatan cakupan dan mutu imunisasi.Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya menjelaskan, ketiga permasalahan ini menjadi prioritas lantaran masih menjadi masalah utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Seperti masalah kasus TBC, di tingkat dunia, Indonesia menduduki peringkat kedua kasus TBC terbanyak setelah India. Secara khusus untuk Provinsi Bali, Kadis Suarjaya menyebut masih banyak kasus TBC yang belum tertangani. Dari sasaran yang diperkirakan ada 13 ribu penderita TBC, namun yang terdeteksi baru 3 ribu.

“Kendalanya memang deteksi kita masih pasif. Pelayanan kesehatan kita masih menunggu orang sakit datang ke puskesmas, lalu baru bisa kita deteksi. Nah, sekarang kita yang langsung mencari. Kita berharap bisa lebih agresif dan progresif lagi agar semua kasus bisa kita obati, sehingga angka kesembuhan juga akan meningkat,” ujar Kadis Suarjaya usai pembukaan Rakerkesda, Kamis (19/4) kemarin.

Sementara masalah stunting atau kasus balita pendek menjadi topik bahasan karena ternyata di Bali masih banyak ditemukan kasus-kasus stunting. Stunting termasuk disebabkan oleh kurang gizi sejak dalam kandungan sehingga dia lahirnya pendek dibandingkan anak seusianya. Tahun 2013, kata Suarjaya, Gianyar termasuk 100 kabupaten di Indonesia yang tercatat terjadi stunting. Namun, menurut catatannya, selain di Gianyar, ada juga beberapa daerah yang ada kasus stunting seperti Buleleng dan Karangasem. “Ini tentunya harus ada pendekatan terutama pencegahan, agar anak berikutnya tidak lagi stunting. Baik itu pendekatan gizi, maupun dengan cara yang lain. Ini akan dibahas dalam rapat kerja kali ini,” katanya.

Sedangkan masalah imunisasi, kata dia, sebenarnya sudah cukup baik. Cakupan imunisasi di Pulau Dewata sudah mencapai 98 persen lebih. Namun permasalahannya, masih saja ditemukan kasus-kasus infeksi yang terjadi di Indonesia dan di Bali. “Dengan cakupan imunisasi yang tinggi mestinya kan tidak ada lagi kasus penyakit menular. Tapi ternyata masih ada. Seperti difteri. Meski di Bali tidak ditemukan kasus, namun kita terus mengupayakan imunisasi secara berkelanjutan. Nah, kalau di Bali kasus JE (Japanese Enchaphilitis) yang banyak ditemukan. Sehingga imunisasi JE dilakukan bulan Maret-April ini. Setelah itu, di bulan Mei akan menjadi imunisasi rutin,” katanya.

Kadis Suarjaya menambahkan, secara umum rapat tersebut akan membahas tentang program kesehatan dan evaluasi hasil kegiatan yang telah dilakukan. Secara spesifik, mereka akan membahas tiga hal tersebut, karena secara nasional provinsi Bali diharapkan bisa menurunkan secara nyata kasus-kasus dari tiga masalah itu. “Tiap tahun kita rapat. Pertama kita evaluasi apa program kita, trennya bagaimana, kemudian identifikasi masalah-masalah yang muncul. Dari masalah yang ada itu, mana yang akan menjadi skala prioritas. Barulah perencanaan ke depan bagaimana, sedangkan output yang akan dibuat nanti adalah rencana aksi daerah,” bebernya.

Untuk menekan angka kasus dari permasalahan-permasalahan tersebut, Kadis Suarjaya mengajak masyarakat melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Untuk hidup bersih dan sehat, menurutnya tidak sulit, tergantung kemauan. Masyarakat harus terus berupaya meningkatakan kesehatan diri melalui Germas. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. “Kita tidak lagi paradigma sakit, artinya orang sakit yang disembuhkan. Tetapi sudah paradigma sehat, dimana menjaga orang sehat agar tetap sehat,” tandasnya. *ind

Komentar