nusabali

Tolak Kelanjutan Proyek PLTU Celukan Bawang

  • www.nusabali.com-tolak-kelanjutan-proyek-pltu-celukan-bawang

Warga Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng yang tergabung dalam ‘Paguyuban Masyarakat Peduli Lingkungan Kecamatan Gerokgak’ menggelar kampanye tolak rencana pembangunan tahap II Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang, Selasa (17/4) siang.

Kapal Greenpeace Ikut Kampanye di Laut

SINGARAJA, NusaBali
Uniknya, kampanye tolak proyek PLTU Celukan Bawang ini dilakukan di tengah laut bersamaan dengan melintasnya Kapal Greenpeace Rain-bow Warior.Kapal Greenpeace Rainbow Warior melintas dan sempat parkir selama 3 jam di periran Celukan Bawang yang berjarak 200 meter dari bibir pantai, Selasa siang sekitar pukul 14.00 Wita. Kapal berbendera Belanda ini sebelumnya melakukan kampanye kelestarian lingkungan di Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan.

Kapal Greenpeace Rainbow Warior ini awalnya masuk ke perairan Indonesia, pertengahan Maret 2018 lalu. Sebelum ke Indonesia, kapal ini berlayar dari Filipina, Hongkong, dan Taiwan. Di Indonesia, kapal ini pertama melintas ke perairan Papua. Dari Papua, lanjut ke perairan Bali. Seusai kampanye di perairan Celukan Bawang, kapal ini langsung berlayar ke Jakarta, kemarin sore pukul 17.00 Wita.

Saat mampir di perairan Celukan Bawang kemarin siang, Kapal Greenpeace Rainbow Warior yang yang dinahkodai Pit Wilckok mendukung kempanye tolak pembangunan tahap kedua PLTU Celukan Bawang. Kampanye penolakan dilakukan dengan cara membentangkan sejumlah spanduk yang diarak menggunakan jukung di perairan Celukan Bawang. Kampanye diawali dengan pembacaan pernyataan sikap di atas Kapal Greenpeace Rainbow Warior.

Sementara, dukungan dari Kapal Greenpeace Rainbow Warior langsung disambut warga Celukan Bawang, dengan kampanye di tengah laut. Kampanye diimpin langsung oleh Ketua ‘Paguyuban Masyarakat Peduli Lingkungan Kecamatan Gerokgak’, Ketut Mangku Wijana.

Pembangunan tahap kedua PLTU Celukan Bawang yang ditolak warga setempat ini rencananya akan dilakukan di sebelah barat pembangkit yang sudah beroperasi (PLTU Celukan Bawang tahap pertama). Nantinya, pembanguna tahap kedua PLTU Celukan Bawang akan menghasilkan listrik sebesar 2 x 330 MW atau dua kali daya dari pembangkit listrik yang sudah ada.

Seusai kampanye di tengah laut kemarin siang, Ketut Mangku Wijana mengatakan pihaknya tegas menolak pembangunan tahap kedua PLTU Celukan Bawang. Alasannya, dengan beroperasinya PLTU Celukan Bawang (hasil pembangunan tahap pertama) dengan bahan batu bara, dampaknya sangat dirasakan oleh masyrakat setempat. Salah satunya, terjadi pencemaran bahan bakar batubara, sehingga pendapatan warga setempat sebagi petani maupun nelayan menurun.

Menurut Mangku Wijana, warga yang sebagian mengandalkan hasil pertanian kebun kelapa, mulai merasakan gagal panen. “Sejak PLTU Celukan Bawang beroperasi, tanaman kelapa menujukkan ciri-ciri akan mati. Daun kelapa menguning dan kecoklatan akibat tingginya suhu,” jelas Mangku Wijana.

Sedangkan warga yang bekerja sebagai nelayan, juga merasa dirugikan, karena ikan tangkapan makin jauh ke dalam sejak beroperasinya PLTU Celukan Bawang. Akibatnya, nelayan setempat harus mengeluarkan biaya operasional lebih tinggi dari sebelumnya untuk mendapatkan ikan.

“Kami intinya menolak pembangunan tahap kedua PLTU Celukan Bawang. Kami berharap perusahaan dapat meminimalkan  dampak yang kami rasakan langsung. Kami tidak menolak pembangkit listriknya, tapi kami menolak penggunaan bahan bakar batubaranya dalam menghasilkan energi listrik,” tegas Mangku Wijana.

Secara pribadi, Mangku Wijana mengaku sering merasakan dampak buruk PLTU Celukan Bawang. Asap yang dihasilkan dari pembakaran batubara saat produksi listrik, menyebabkan cuaca sangat panas, selain juga sangat mengganggu pernapasan. Bahkan, warga setempat seringkali mengalami batuk dan kerongkongan terasa kering saat terjadi pembakaran batubara. “Kami tidak akan keberatan ada pembangunan pembangkit listrik, karena kebutuhan pasokan listrik. Hanya saja, tolong dipertimbangkan dengan menggunakan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan,” katanya.

Menurut Mangku Wijana, warga setempat sejauh ini belum mendapat sosialisasi rencana pembangunan tahap kedua PLTU Celukan Bawang yang izinnya telah keluar. Bahkan, empat desa penyangga juga belum pernah disambangi pihak perusahaan untuk sosialisasi, yakni Desa Tinga Tinga, Desa Pengulon, Desa Tukad Sumaga, dan Desa Celukan Bawang sendiri. “Kami tidak ada dilibatkan, tidak ada sosialisasi, tahu-tahu sudah ada izinnya. Konon, hanya 24 warga yang dinyatakan menyetujui.”

Di sisi lain, Ketua Tim Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Didit Haryo, mengatakan kedatangan Kapal Greenpeace Rainbow Warior untuk memberikan dukungan kepada masyarakat terkait masalah lingkungan. Dengan pastisipasi Kapal Greenpeace, diharapkan penolakan masyarakat tentang energi kotor akibat dampak PLTU Celukan Bawang bisa semakin menggema.

Menurut Didit Haryo, pihaknya juga berharap Indonesia bisa beralih ke energi baru terbarukan dari berbagai sumber yang lebih ramah lingkungan. Sedangkan penggunaan batubara sebagai pembangkit listrik, dikatakan tidak efektif. Apalagi, stok batubara Indonesia sudah semakin menipis. “Kalau tidak segera beralih, kemandirian energi Indonesia ke depannya akan bergantung dari negara lain,” warning Didit Haryo.

Didit Haryo menyebutkan, Bali merupakan provinsi dengan orientasi clean and green. Orientasi ini sangat mudah untuk dicapai, jika mau beralih ke energi baru terbarukan. Berdasarkan hasil kajiannya, untuk mencukupi kebutuhan energi terbarukan di Bali, hanya perlukan 1 persen luas Pulau Dewata buat dimanfaatkan sebagai sumber enegri surya. *k23

Komentar