nusabali

Gumi Wayah yang Ngempon 13 Pura dan Nyungsung 35 Pura

  • www.nusabali.com-gumi-wayah-yang-ngempon-13-pura-dan-nyungsung-35-pura

Ada 6 pura yang diempon krama Desa Pakraman Timbul melaksanakan pujawali pada saat bersamaan saat Purnamaning Kapat, yakni Pura Puseh, Pura Bale Agung, Pura Jero Agung, Pura Ayu Tukang, Pura Pingit, dan Pura Naga Basuki

Sisi Keunikan Desa Pakraman Timbul, Desa Pupuan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar

GIANYAR, NusaBali
Desa Pakraman Timbul yang masuk wilayah kedinasan Desa Pupuan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar termasuk salah satu desa wayah (tua) yang unik. Desa pakraman berpenduduk 335 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 1.747 jiwa ini ngempon 13 pura, selain juga nyungsung 35 pura.

Tiga belas (13) pura yang diempun krama Desa Pakraman Timbul masing-masing Pura Griya Sakti (piodalan pada Buda Umanis Dukut), Pura Puseh (piodalan pada Purnamaning Kapat), Pura Bale Agung (piodalan pada Purnamaning Kapat), Pura Dalem Kangin (piodalan pada  Buda Umanis Prangbakat), Pura Dalem Kauh (piodalan  pada Tilem Katiga), Pura Pasupati (piodalan pada Saniscara Kliwon Landep), Pura Pingit (piodalan pada Purnamaning Kapat), Pura Ayu Tukang (piodalan pada Purnamaning Kapat), Pura Jeroan Agung (piodalan pada Purnamaning Kapat), Pura Naga Basuki (piodalan pada Purnamaning Kapat), Pura Carik Junjungan (piodalan pada Purnamaning Kapat), Pura Prajapati Dalem Kauh, dan Pura Prajapati Dalem Kangin (piodalan pada Buda Umanis Prangbakat).

Selain jadi pangempon 13 pura, krama Desa Pakraman Timbul juga ikut nyungsung 22 pura di wawidangan Banjar Timbul, Desa Pupuan, Kecamatan Tegallalang. Jadi, Desa Pakraman Timbul total nyungsung 35 pura. Khusus 22 pura lain yang ikut disungusng Desa Pakraman Timbul tersebut ini diempon oleh krama yang tergabung dalam kelompok atau sekaa pangempon dan kelompok krama dalam soroh tertentu.

Ke-22 pura tersebut masing-masing Pura Manik Blabur, Pura Gunung Sari, Pura Taman Sari, Pura Manik Sari, Pura Penyungsungan, Pura Kentel Gumi, Pura Merta Sari, Pura Penataran Alit, Pura Merajan Agung, Pura Merajan Alit, Pura Penataran Sukawati, Pura Dadia Pulasari, Pura Dadia Pasek Sanak Sapta Rsi, Pura Panti Perean, Pura Pasimpangan Tirta Empul, Pura Panti Karang, Pura Dalem Pingit, Pura Subak Kupa Jelijih, Pura Taman, Pura Dalem Mengani, Pura Catur (Padma Buwana), dan Pura Naga Basuki.

Bendesa Pakraman Timbul, AA Gede Rai Puja Arsana, 44, menyatakan hingga kini prajuru maupun tetua setempat belum ada yang menemukan bukti otentik berupa purana, prasasti atau babad, terkait sejarah banyaknya pura di desa wayah ini. Yang jelas, menurut Rai Puja Arsana, di Desa Pakraman Timbul terdapat bukti-bukti arkeologis berupa Sarkofagus, yang kini tersimpan di Pura Taman Sari.

Ada juga benda arkeologis Sarkofagus yang tersimpan di Pura Panti Perean dan Pura Dalem Kauh. Sementara di Pura Puseh, tersimpan arca Lingga-Yoni. Berdasarkan penuturan para tetua yang diwariskan secara turun-temurun, benda-benda arkelogis ini membuktikan Desa Pakraman Timbul merupakan salah satu desa wayah (kuno) di Bali.

“Terkait banyaknya ada pura di Banjar Timbul, kami meyakini bahwa para tetua zaman dulu sangat percaya lokasi ini amat bagus sebagai tempat untuk kegiatan spiritual. Para tetua kami menyebut Banjar Timbul ini gumi wayah,” jelas Rai Puja saat ditemui NusaBali di kediamannya, Minggu (15/4).

Rai Puja mengakui, meski nyungsung 35 pura, krama Desa Pakraman Timbul tidak pernah kesulitan menghaturkan piodalan di masing-masing pura tersebut. Pasalnya, dari 35 pura tersebut, ada beberapa pura yang piodalannya digelar bersamaan pada Purnamang Kapat.

Mengingat banyaknya pura, kata Rai Puja, maka setiap krama yang akan ngaturang piodalan wajib masadok (memberitahukan) kepada bendesa. Selanjutnya, bendesa dan prajuru desa pakraman lainnya mengkoordinasikan pelaksanaan piodalan tersebut.

Menurut Rai Puja, koordinasi ini penting karena menyangkut nuur (mohon) pamangku, pemakaian gong milik desa, dan pembagian kelompok krama yang melaksanakan piodalan, dan lainnya. “Piodalan pura-pura di Banjar Timbul masih kebanyakan nuur (memakai) pamangku Pura Khayangan Tiga. Makanya, harus kami koordinasikan,” jelas suami dari I Gusti Ayu Widiasih, 40, yang menjabat sebagai Bendesa Pakraman Timbul sejak 26 Mei 2017 ini.

Rai Puja mengatakan, para tetua zaman dulu di Desa Pakraman Timbul amat cerdas dalam mengelola parahyangan, sehingga semua pura dapat katuran piodalan. Ada sejumlah pura yang piodalannya digelar bersamaan pada Purnamaning Kapat, seperti Pura Puseh, Pura Bale Agung, Pura Jero Agung, Pura Ayu Tukang, Pura Pingit, dan Pura Naga Basuki. Kebetulan, pura-pura tersebut berada dalam satu lokasi. Dengan piodalan bersamaaan, maka seluruh krama dibagi dalam beberapa kelompok untuk melaksanakan prosesi upacara. Ini sekaligus untuk irit biaya.

Untuk Piodalan Wali Nyatur di enam pura dalam satu areal (Pura Puseh, Pura Bale Agung, Pura Jero Agung, Pura Ayu Tukang, Pura Pingit, dan Pura Naga Basuki), krama Desa Pakraman Timbul kena urunan (iuran) masing-masing Rp 300.000 per KK. Selain itu, kata Rai Puja, krama setempat juga wajib menghaturkan pedagingan (material) berupa beras, kelapa, pisang, sanganan banten, busung (janur), ron, jajahitan, katik sate, kayu bakar, dan ayam caru.

Menurut Rai Puja, Piodalan Wali Nyatur digelar setiap 3 tahun sekali. Sedangkan untuk piodalan biasa di 6 pura tersebut yang digelar setahun sekali, krama setempat kena urunan masing-masing Rp 250.000 per KK.

Kendala cukup berat yang dirasakan krama Desa Pakraman Timbul, kata Rai Puja, adalah untuk biaya perbaikan pura-pura berjumlah 35 unit. “Apalagi, kondisi ekonomi krama kami kan tidak terlalu maju. Untuk perbaikan pura, kami memang sering dapat bantaun sosial (bansos). Ada juga Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari Provinsi Bali. Tahun 2017, kami dapat BKK Rp 200 juta,” kenang Rai Puja. *lsa

Komentar