nusabali

29 Desa di Bangli Ditetapkan Jadi Desa Wisata

  • www.nusabali.com-29-desa-di-bangli-ditetapkan-jadi-desa-wisata

Pemkab Bangli telah menetapkan 29 desa wisata yang tersebar di 4 kecamatan.

BANGLI, NusaBali
Dari jumlah itu, sebagian besar yakni 20 desa wisata berada di kawasan pegunungan Kecamatan Kintamani. Potensi dari 29 desa wisata di Bangli ini beragam, mulai wisata budaya, wisata geologi, wisata agro, wisata spiritual, hingga wisata alam.

Kabid Bina Objek Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Kabapaten Bangli, I Wayan Bona, mengatakan penetapan 29 desa wisata ini dituangkan melalui Peraturan Bupati (Perbup) Bangli Nomor 4 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga atas Perbup Bangli Nomor 16 Tahun 2014 tentang Desa Wisata.

Ada pun 20 desa di wilayah Kecamatan Kintamani yang ditetapkan sebagai desa wisata, masing-masing Desa Terunyan (potensi wisata budaya), Desa Bayung Gede (wisata budaya), Desa Kintamani (wisata alam), Desa Belandingan (wisata alam), Desa Pinggan (wisata alam), Desa Abang Songan (wisata alam), Desa Abang Batudingding (wisata alam), Desa Wisata Songan A (wisata alam), Desa Songan B (wisata alam), Desa Kutuh (wisata agro), Desa Kedisan (wisata geologi), Desa Suter (wisata alam), Desa Buahan (wisata alam), Desa Sukawana (wisata budaya), Desa Wisata Batur Utara (wisata alam), Desa Wisata Batur Tengah (wisata alam), Desa Batur Selatan (wisata alam), Desa Bunutin (wisata alam), Desa Selulung (wisata alam), dan Desa Catur (wisata alam).

Sedangkan 9 desa wisata lainnya tersebar di 3 kecamatan, yakni Desa Penglipuran (Kecamatan Bangli/wisata budaya), Desa Guliang Kangin (Kecamatan Bangli/wisata alam), Desa Pengotan (Kecamatan Bangli/wisata geologi), Desa Sedit (Kecamatan Bangli/wisata spiritual), Desa Undisan (Kecamatan Tembuku/wisata alam), Desa Jehem (Kecamatan Tembuku/wisata alam), Desa Tembuku (Kecamatan Tem-buku/wisata alam), Desa Peninjoan (Kecamatan Tembuku/wisata alam), dan Desa Kayuambua (Kecamatan Susut/wisata alam).

Menurut Wayan Bona, ada beberapa indikator yang menjadi kajian untuk menetapkan sebuah desa wisata. Indikator itu, antara lain, konsep Tri Hita Karana, sistem pengelolaan desa bersangkutan, atraksi atau objek yang diunggulkan, sarana dan prasarana pendukung, akses menuju desa tersebut. Selain itu, juga menyangkut fasilitas umum lainya, baik pelayanan kesehatan maupun perbankan.

“Memang awalnya dari pihak desa yang mengajukan proposal kepada Bupati. Kemudian, ditindaklanjuti di mana kami dari Disbudpar turun untuk melakukan kajian. Bila sudah memenuhi kreteria, bisa direkomendasikan untuk ditetapkan sebagai desa wisata,” jelas Wayan Bona kepada NusaBali di Bangli, Senin (16/4).

Wayan Bona menyebutkan, tujuan ditetapkanya 29 desa wisata, antara lain, untuk merangsang masyarakat setempat buat mengembangkan desanya, sehingga diharapkan bisa mensejahterakan warga setempat. “Selain itu, penetetapan desa wisata juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan penduduk setempat akan pentingnya penataan serta pemeliharaan lingkungan, sebagai upaya mempertahankan keberadaan potensi kebudayaan dan potensi wisata,” tandas Wayan Bona.

Tujuan penting lainnya, lanjut Wayan Bona, penetapan desa wisata penting untuk memberi dorongan atau motivasi dan menciptkan peluang-peluang kepada masyarakat dalam kawasan desa wisata dan sekitarnya sebagai pelaku, pekerja, dan sekaligus pemilik usaha pariwisata. "Selain itu, juga untuk memberikan kesempatakan investor lokal. Kalau belum ditetapkan sebagai desa wisata, ya belum bisa membangun homestay atau sarana akomodasi wisata lainya.”

Wayan Bona tidak menampik ada sejumlah desa wisata di Bangli yang saat ini tidak aktif. Nah, pengelolaan desa wisata kembali kepada komitmen warga setempat untuk aktif mengembangkan desanya. Dari pemerintah tetap memberikan dukungan kepada desa wisata dalam bentuk kegiatan. “Tahun 2018 ini, pemerintah menganggarkan Rp 1,35 miliar untuk pengembangan desa wisata di Bangli,” tegas Wayan Bona.

Sementara itu, tokoh masyarakat asal kawasan Susut yang mantan anggota DPRD Bangli 2009-2014, Ida Bagus Santosa, meminmta Pemkab Bangli agar benar-benar mengkaji desa-desa yang ditetapkan sebagai desa wisata. Tentunya desa yang ditetapkan sebagai desa wisata harus memiliki ciri khas yang bisa dijual, sehingga wisatawan akan tertarik untuk berkunjung.

IB Santosa mengatakan banyak variabe yang bisa menjadi kajian sebelum suatu desa ditetapkan sebagai desa wisata. Pemerintah bisa melibatkan pihak ketiga yang berkompeten di bidangnya untuk melakukan kajian dan hasil dijadikan landasan untuk pengambilan suatu kebijakan. “Biar jangan baru ada homestay atau satu objek di salah satu desa tersebut, pemerintah langsung menetapkan desa itu sebagai desa wisata,” warning IB Santosa kepada NusaBali secara terpisah di Bangli, Senin kemarin.

Menurut IB Santosa, pemerintah harus tahu apa yang menjadi kelebihan suatu desa, ciri khas desa tersebut bisa dikemas dan ditampilkan sebaik mungkin. “Bukannya copy paste objek di tempat lain, karena belum tentu hasilnya sama akan sama,” tandas adik kandung dari mantan Calon Bupati (Cabup) Bangli dari Demokrat, IB Brahmaputra, di Pilkada Bangli 2010 dan Pilkada Bangli 2015 ini.

IB Santosa menambahkan, yang menjadi pertanyaan adalah setelah suatu desa ditetapkan sebagai desa wisata, lalu apa dampak atau hasil yang dirasakan oleh masyarakat setempat? Dia mengingatkan suatu desa tidak hanya ditetapkan sebagai desa wisata, namun harus ada pengembangan. “Banyak-banyak menetapkan desa wisata, namun hanya satu-dua yang terlihat geliatnya,” sindir IB Santosa. *e

Komentar