nusabali

6 Bulan Tergolek Kaku, Makan Harus Dipangku dan Disuapi Suami

  • www.nusabali.com-6-bulan-tergolek-kaku-makan-harus-dipangku-dan-disuapi-suami

Suami Ni Made Werti, yakni I Ketut Netra, cari nafkah sebagai buruh petik kelapa dengan upah Rp 50.000 sehari. Selain untuk makan, uang itu juga buat biayai sekolah anak dan tiap hari beli pampes untuk sang istri

Balada Ni Made Werti, Penderita Kelainan Saraf Asal Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur


TABANAN, NusaBali
Malang betul nasib Ni Made Werti, 50, penderita kelainan saraf yang tinggal di Banjar Bantas Bale Agung, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan. Bayangkan, selama 6 bulan terakhir, Made Werti hanya tergolek kaku di tempat tidur, tanpa mampu menggerakkan tubuhnya. Beruntung, sang suaminya I Ketut Natra, 55, setia merawat dan memangku tubuhnya saat hendak makan atau minum dengan cara disuapi.

Made Werti divonis dokter menderita kelainan saraf sejak 5 tahun yang lalu. Belakangan, ibu empat anak ini menjadi lumpuh. Bahkan, sejak 6 bulan terakhir, tubuhnya kaku dan tak bisa digerakkan. Kalau ingin memiringkan tubuh di tempat tidur, sang suami yang membantunya. Kesehariannya, Ketut Netra dengan setia mengurus istrinya yang terbaring kaku ini.

Sebetulnya, pasutri Ketut Netra dan Made Werti memiliki empat anak. Namun, hanya si bungsu I Ketut Aridana, 13, yang tinggal serumah dengan kedua orangtuanya. Siswa Kelas II SMPN 1 Selemadeg Timur ini belum bisa telaten membantu merawat sang ibu.

Sedangkan anak sulung pasutri Ketut netra dan Made Werti sudah sudah meninggal. Sementara anak keduanya, I Wayan Sumadana, pergi transmigrasi ke Poso, Sulawesi Tengah, sejak 10 tahun silam. Sebaliknya, anak ketiga yang satu-satunya perempuan, Ni Made Sridani, sudah menikah ke tempat lain.

Ketika NusaBali berkunjung ke rumahnya di Banjar Bantas Bale Agung, Desa Bantas, Kecamatan Selemadeg Timur, Selasa (10/4), Made Werti tampak tergolek kaku di kamar tidurnya. Perempuan lumpuh ini didampingi suami tercintanya, Ketut Netra. Meski berbulang-bulan tergolek kaku, tubuh Made Werti terlihat bersih, tidak ada luka di bagian punggung sebagaimana layaknya orang yang tak bisa bangun. Ini karena sang suami dengan telaten merawatnua.

Ketut Netra mengisahkan, istrinya ini sudah sakit sejak 5 tahun silam. Awalnya, Made Werti sakit biasa, namun lama kelamaan makin parah, bahkan sampai tidak bisa bangun sama sekali. Ketika pertama diperiksakan ke dokter, Made Werti divonis mengalami kelainan saraf. Sejak itu, dia berkali-kali diajak berobat ke dokter spesialis, namun penyakitnya tak kunjung sembuh.

Karena faktor ekonomi lantaran keluarga tidak mampu, Ketut Netra tidak pernah membawa istrinya rawat inap di rumah sakit. Istrinya hanya dirawat di rumah. Ketut Netra memang mengantongi Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun, dia kepikiran siapa yang menunggui istrinya di rymah sakit dan siapa pula yang cari nafkah?

"Saya tidak bisa ajak istri rawat inap di rumah sakit. Kalau dibawa ke rumah sakit, siapa yang cari nafkah untuk biaya bekal anak saya sekolah? Kalau saya tinggal kerja, siapa yang tunggui istri di rumah sakit?" tutur Ketut Netra yang kesehariannya cari nafkah dengan menjadi buruh petik kelapa.

Menurut Ketut Natra, sudah sejak setahun terakhir istrinya tidak pernah diobati secara medis. Masalahnya, sang istri sebelumnya sudah sering dibawa ke dokter, tapi penyakitnya tidak kunjung sembuh. “Bahkan, dokter sempat mengatakan penyakit istri saya tidak bisa sembuh,” kenang Ketut Netra.

Karena istrinya sakit, segala pekerjaan dilakukan Ketut Netra sendirian, mulai dari memasak, merawat sang istri, hingga bekerja sebagi buruh petik kelapa. Hanya saja, Ketut Netra tidak bisa pergi kerja sampai malam, karena harus merawat istrinya yang tergolek kaku. Saat jam istrihat siang pun, dia harus pulang memberi makan istrinya. "Saya tidak bisa kerja jauh-jauh, karena harus menjaga istri," kata Ketut Netra.

Ketut Netra memaparkan, untuk makan, sang istri harus dipangku sambil disuapi makanan. Sebab, Made Werti sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhnya. “Jika ingin gerak sedikit, istri saya harus dibantu. Sekadar untuk miring posisi tidur dan memindahkan tangan saja, harus dibantu. Untuk palingkan leher juga saya bantu. Pokoknya, tubuh istri saya kaku, tidak bisa apa-apa," jelasnya.

Terkadang, Ketut Netra menjerit dalam hati dan putus asa, karena seorang diri mengurus istrinya yang tergolek kaku. Namun, dia berusaha tegar. “Di rumah hanya ada anak bungsu yang masih sekolah SMP. Sedangkan anak saya yang transmigrasi, jarang pulang. Padahal, kalau dia pulang, istri saya menunjukkan gejala agak membaik,” katanya.

Ketut Natra sendiri hanyalah sorang buruh petik kelapa, dengan penghasilan Cuma Rp 50.000 sehari. Uang tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutahan sehari-hari dan biaya sekolah anak bungsunya. Apalagi, dia harus membeli pampes setiap hari, karena sang istri hanya bisa buang air kecil dan air besar di tempat tidur. "Hampir setiap hari saya harus beli pampes,” keluh Ketut Netra.

Sementara itu, Kelian Dinas Banjar Bantas Bale Agung, Desa Bantas, I Ketut Swastika, mengatakan Ketut Natra belum masuk daftar keluarga miskin. Sebetulnya, Ketut Netra sudah sering didata agar masuk keluarga miskin. Namun, sampai sekarang belum bisa masuk.

“Saya tidak mengerti, kenapa begitu? Warga miskin yang semestinya dapat bantuan, jadi terabaikan,” jelas Ketut Swastika saat dikonfirmai terpisah, Selasa kemarin. “Kami dari pihak banjar dan desa akan terus berusaha supaya Ketut Netra masuk di data keluarga kurang mampu," imbuh Swastika.

Paparan senada juga disampaikan Perbekel Bantas, I Gede Catur Adi Purnawan. Dia mengatakan, pendataan keluarga kurang mampu sudah dilakukan, namun tidak keluar hingga sekarang. "Semua Perbekel mengeluhkan hal ini. Data yang keluar tidak cocok, padahal sudah didata sesuai dengan persyaratan," beber Perbekel Gede Catur.

Gede Catur mengatakan, penyakit Made Wetri tidak kunjung sembuh, mungkin karena beban psikologi lantaran anaknya transmigrasi. “Ketika anaknya yang transmigrasi itu pulang sebulan lalu, Made Werti justru menunjukkan wajah yang sumringah. Setelah anaknya balik ke Poso (Sulawesi Tengah), wajahnya kembali lesu,” jelas Gede Catur.

Menurut Gede Catur, pihaknya selaku Perbekel sempat menawarkan Made Werti berobat ke rumah sakit dan siap menanggung biaya yang di luar tanggungan KIS. Tapi, suaminya yakni Ketut Natra tidak mau, karena kepikiran siapa yang jaga sang istri di rumah sakit. Karena itu, Gede Catur berharap ada yayasan atau uluran tangan dari pemerintah daerah, terutama membantu Ketut Netra dalam membeli pempes buat istrinya. *d

Komentar