nusabali

MUTIARA WEDA : Tafsiran terhadap 'Daun, Bunga, Buah, dan Air'

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-tafsiran-terhadap-daun-bunga-buah-dan-air

Siapapun yang dengan bhakti mempersembahkan kepada-Ku daun, bunga, buah, dan air yang didasari oleh cinta dan hati suci, Aku terima sebagai persembahan dari orang yang berhati suci.

Patram Puspam phalam toyam yo me bhaktya prayacchati,      

tad aham bhaktyupahrtam asnami prayatatmanah.
(Bhagawadgita, IX: 26)

 
TEKS menyatakan bahwa dengan mempersembahkan bahan-bahan tersebut, sepanjang hati penuh bhakti dan suci, maka persembahan tersebut diterima oleh Tuhan. Dari pernyataan tersebut akan memunculkan beberapa tafsiran di masyarakat. Pertama, yang paling umum orang mengerti adalah jenis persembahannya. Orang fokus pada ‘daun, bunga, buah, dan air’. Dengan pemahaman ini, orang kemudian mendapatkan justifikasi bahwa dengan mempersembahkan daun, bunga, buah, dan air telah benar melakukan persembahan. Tidak jarang orang yang merasa mendapatkan pembenaran dari teks ini akan mengkritisi jenis persembahan yang lain. Yang lebih buruk lagi, orang ini mulai menyalahkan jenis persembahan yang berbeda yang dipersembahkan oleh orang lain.

Tafsiran kedua, orang melihat bahwa sebutan daun, bunga, buah, dan air hanyalah contoh, sementara apapun jenis persembahan yang dipersembahkan tidak ada masalah. Apapun yang dimiliki bisa dipersembahkan kepada Tuhan. Di sini, yang dipentingkan akan ‘adanya’ persembahan itu. Walaupun tidak memiliki bunga dan buah, boleh sebenarnya yang lain, yang penting ada. Orang yang memiliki penafsiran seperti ini tidak akan pernah menyalahkan jenis persembahan orang lain. Sepanjang orang itu melakukan persembahan, dia tidak akan memprotesnya. Tetapi, jika dia melihat orang lain tidak membuat persembahan, dia baru bermasalah dan mempertanyakan mengapa orang itu tidak membuat persembahan? Dia merasa tidak nyaman mengapa orang tersebut tidak mempersembahkan apa-apa.

Ketiga, orang tidak melihat jenis persembahannya, tetapi melihat ketulusan hatinya. Dia berpikir bahwa kunci dari pernyataan di atas adalah hatinya. Sepanjang hati orang itu suci, maka apapun yang dipersembahkan kepada-Nya akan diterima. Oleh karena yang terpenting adalah hati orang, maka jenis persembahannya tidak masalah. Orang boleh saja tidak mempersembahkan sesuatu dalam bentuk barang, bisa saja dirinya yang dipersembahkan sepanjang hatinya tulus, maka Tuhan akan tetap menerimanya. Orang dengan pemahaman ini tidak akan pernah bermasalah dengan jenis persembahan orang lain. Dia tidak akan pernah mengkritik orang apakah membuat persembahan atau tidak. Dia hanya mempertanyakan, jika dia melihat orang sedang melakukan persembahan, melakukan meditasi, melakukan japa dan yang sejenisnya, apakah orang itu melakukannya dengan hati suci atau tidak. Dia merasa tidak nyaman bukan pada jenis persembahannya, melainkan pada kualitas hatinya. Di pikirannya senantiasa mempertanyakan kualitas bhakti dari orang-orang.

Keempat, ada yang memiliki penafsiran bahwa apa yang disampaikan oleh Krishna itu hanyalah bagi orang yang baru mulai berkembang di jalan spiritual. Orang yang baru menyadari akan kesia-siaan hidup ini sangat penting melewati proses bhakti. Dia harus mencoba mempersembahkan materi apapun yang dimilikinya dalam upaya melatih ketulusan dan ketidakterikatan. Mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan pada intinya adalah untuk melatih pikiran orang bukan menyenangkan Tuhan, sebab Tuhan adalah segala-galanya dan tidak mungkin manusia bisa mempersembahkan sesuatu. Segalanya adalah milik Tuhan. Melakukan persembahan hanyalah semata-mata media untuk melatih diri dari yang awalnya sangat serakah menjadi lebih tulus dan seterusnya. Tujuan tertingginya adalah agar orang itu mampu melepaskan keterikatan duniawi.

Kelima, ada juga yang memiliki penafsiran bahwa pernyataan Krishna tersebut adalah bentuk dari perayaan. Krishna menyarankan agar hidup ini dirayakan. Contoh materi yang dijadikan bahan persembahan di atas hanyalah objek yang dijadikan media untuk perayaan. Pernyataan “Aku terima sebagai persembahan dari orang yang berhati suci” maknanya adalah dia yang telah berada dalam kesadaran Ilahi. Setiap orang diundang oleh Krishna agar mampu mencapai kesadaran ini. Sehingga dengan demikian, materi apapun yang dimiliki bisa dijadikan media untuk perayaan hidup. Daun, buah, bunga, dan air atau materi lainnya adalah sarana untuk merayakan kehidupan. Bhakti adalah bahasa perayaan, bukan sekadar persembahan. Atraksi budaya dan agama yang dijalankan adalah semata-mata perayaan. Inilah mungkin kira-kira interpretasi yang memungkinkan dari teks tersebut, sehingga memunculkan sebuah pemikiran dan praktik yang beragam.

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta  

Komentar