nusabali

Pengaplikasian Teks Usada Kian Banyak Tantangan

  • www.nusabali.com-pengaplikasian-teks-usada-kian-banyak-tantangan

Seiring berkembangnya sistem pengobatan modern, teks-teks Usada jarang diaplikasikan.

DENPASAR, NusaBali
Padahal naskah usada merupakan salah satu bukti kekayaan sistem pengetahuan masyarakat Bali di bidang kesehatan, yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat herbal.

Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana hingga kini memiliki lebih dari 939 cakep lontar, dimana 75 cakep diantaranya adalah naskah usada. Namun menurut Petugas Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana, Putu Eka Gunayasa, untuk aplikasi dari naskah usada memang memiliki sejumlah kendala selama ini, seperti kendala dari bahasa, ketersediaan tanaman obat, hingga mentalitas masyarakat yang semakin meninggalkan sistem pengetahuan usada.

“Ada banyak naskah usada yang kami koleksi, misalnya Usada Taru Pramana, Dharma Usada, Usada Rare, Usada Yeh, Usada Manak, dan masih banyak lagi. Jenisnya mulai dari teks usada yang berbicara tentang pengobatan penyakit umum hingga yang spesifik, mulai dari jenis penyakit ragawi (sekala) hingga penyakit yang bersifat psikomatik (niskala),” ungkapnya, Rabu (21/3).

Dari tiga tantangan itu, pemahaman bahasa merupakan kendala utama. Seperti teks-teks lontar pada umumnya, lontar usada masih menggunakan perpaduan bahasa Bali dan Jawa Kuno. Selain itu, dalam teks-teks usada juga sering ditemukan bahasa metafora yang hanya diketahui oleh orang tertentu.

Dia mencontohkan, seperti istilah tanaman obat 'rangda lumaku' yang secara harfiah dapat diartikan sebagai janda yang berjalan. Istilah ini dalam teks usada ternyata berarti tanaman beluntas. Tanaman beluntas oleh penekun usada disepadankan dengan kata 'balu-mentas', dimana dalam bahasa Bali, kata 'balu' memiliki arti yang sama dengan kata 'rangda' (Jawa Kuno) yang berarti janda, sedangkan 'mentas' berarti sama dengan 'lumaku' (Jawa Kuno) yang artinya berjalan.

“Para penekun usada tampaknya memiliki kode etik tertentu dalam penggunaan bahasa, sehingga tidak bisa diterjemahkan secara gamblang,” jelas Alumnus magister Linguistik Universitas Udayana itu.

Menurutnya, dari pemahaman bahasa yang minim akan berdampak pada ketidaktahuan masyarakat terkait khasiat suatu tanaman obat. Ditambah lagi semakin jarangnya masyarakat menanam tanaman obat di sekitar pekarangan rumah, sehingga ketersediaan obat menjadi sedikit. “Dua kendala ini akan berdampak pada mentalitas masyarakat. Dengan adanya sistem pengobatan modern, masyarakat lebih memilih membeli obat di warung terdekat daripada harus membuat ramuan yang memerlukan waktu lama untuk mencari dan memproses,” tandasnya. *ind

Komentar