nusabali

Tabanan Murnikan Padi Merah Cenana, untuk Dapatkan Produk Unggulan

  • www.nusabali.com-tabanan-murnikan-padi-merah-cenana-untuk-dapatkan-produk-unggulan

Untuk mendapatkan bibit unggul sebagai produk andalan Tabanan, Pemkab Tabanan sedang memuliakan bibit padi Cenana yang awalnya berasal dari beras merah Jatiluwih.

TABANAN, NusaBali
Hasilnya saat ini sudah ada 5 galur yang sudah ditanam dan dipanen di Subak Pegadangan, Desa Pangkung Tibah, Kecamatan Kediri, Rabu (21/3).Lima galur tersebut adalah G0, G10, C8, C9, dan C20. Dari 5 galur ini tiga di antaranya akan ditanam kembali yakni G0, G10, dan C20 dan akan dimurnikan kembali untuk memperoleh produk unggulan. Sementara sisanya C8 dan C9 itu tidak ditanam dan dimurnikan karena masih memiliki wujud seperti beras merah Jatiluwih alias susah memurnikan.

Pengawas Benih Tanaman Dinas Pertanian Provinsi Bali I Wayan Susana, menerangkan kelima galur ini ditanam pada 28 November 2017. Dari kelima galur yang ditanam akan dicari 3 galur untuk kembali ditanam dan dimurnikan, supaya mendapatkan bibit unggulan yang nantinya akan ditanam di Desa Jatiluwih. “Dari tiga galur yang ditanam yakni G0, G10, dan C20 akan dicari satu untuk mendapatkan bibit unggulan,” ungkapnya, Rabu (21/3).

Dikatakannya, awal dari memurnikan kelima galur ini supaya beras merah Jatiluwih yang awalnya memiliki umur panjang sampai 180 hari dan produksi sedikit, hanya 4 ton per hektare, jadi memiliki umur pendek dan produksi melimpah, namun tidak menghilangkan produk lokal.

Akhirnya Pemkab Tabanan bekerjasama dengan BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) dimana padi Bali tersebut dibawa dan dilakukan radiasi melalui sinar gama.

“Dari proses itu ada 10 atom yang dibawa ditanam di pembibitan Desa Bongan, Kecamatan Tabanan, dan diseleksi sisakan 5 galur. Sedangkan sisanya susah untuk memurnikan. Proses pemurnian ini sudah dari tahun 2014,” beber Susana.

Lanjut Susana, dari lima galur yang ditanam di Subak Pegadangan dengan luas lahan sekitar 10 are milik Kelian Pekaseh Subak Pegadangan I Made Rasa, hasilnya memiliki keunggulan berbeda-beda.

Mulai dari galur G0 produksi tinggi per hektare menghasilkan 10 ton dan masa tanam 115 hari. Tetapi penampilan batang kurang menarik alias tidak beraturan.

Kemudian G10, spesifik lokal tetap kelihatan, ada bulu menyerupai beras merah Jatiluwih, umurnya 115 hari, dan produksinya melimpah. Tetapi memiliki kelemahan kadar hampa (bulir kososng) masih tinggi.

Lalau C20 bentuk gabah merah bagus menyerupai bibit lamanya, namun umurnya masih 122 hari, tetapi produksinya bagus, namun memiliki kelemahan padi rentan rebah.

Kemudian C8 produksi tinggi capai 9 ton per ha, tetapi masih memiliki umur 130 hari, rentan kena penyakit belas, dan belum homogen. “Artinya pertumbuhanya belum stabil kondisi fisik ada tinggi dan pendek, padahal sudah dua kali ditanam di dataran rendah dan tinggi,” jelas Susana, pejabat asal Karangasem.

Sedangkan terakhir ada C9 produksi bagus sampai 9 ton per ha, tetapi masih memiliki umur 130 hari. “Sehingga dua galur C8 dan C9 sulit untuk memurnikan. Kalau dimurnikan lagi, perlu proses 3 tahun lagi,” tuturnya.

Maka dari itu, yang dipilih akan dimurnikan kembali adalah 3 galur, yakni G0, G10, dan C20 yang nantinya ditanam kembali di Subak Pegadangan, yang termasuk dataran rendah untuk mendapatkan satu galur baru yang nantinya akan menjadi produk unggulan. “Kira-kira tahun depan spesies unggulan baru akan didapat, sehingga bisa dikembangkan menjadi produk andalan tanpa menghilangkan produk lama,” jelas Susana.

Susana menceritakan proses pemeliharaan kelima galur ini hampir sama seperti menanam padi biasa. Tidak ada perlakuan khusus. Hanya untuk C20 masih boros dengan pupuk. Sebab jika tidak dipupuk dengan jumlah standar maka padi akan kelihatan kurus.

Dan soal rasa, karena kelima galur ini sudah pernah dicoba dimasak rasanya masih sama dengan beras merah Cenana Jatiluwih. Tetapi untuk kandungan yang ada nanti akan ada pengujian lebih lanjut. “Hasilnya saya sudah pernah coba, rasanya sama tetapi harus dicampur dengan beras putih. Karena jika beras merah saja, tidak bisa dimakan, rasanya sepet,” tandas Susana. *d

Komentar