nusabali

Petani Tabanan Kewalahan Penuhi Ekspor Beras Merah

  • www.nusabali.com-petani-tabanan-kewalahan-penuhi-ekspor-beras-merah

Beras barak atau beras merah, potensial menjadi salah satu komoditas unggulan ekspor.

TABANAN, NusaBali

Namun karena produksi terbatas, banyak peluang ekspor yang tidak mampu dipenuhi. Akibatnya peluang memperluas pasar ekspor dan pemasukan devisa dari komoditas beras merah, terpaksa dilewati.

Informasi dari kalangan petani, permintaan ekspor beras murah berasal dari beberapa negara. Di antaranya AS, Jepang, Kanada dan negara lainnya. “Beras merah dijadikan salah satu bahan menu, seperti nasi dan tepung yang rendah karbohidrat untuk tanggulangi penderita diabet,”  ujar I Wayan Suka Arta, seorang petani beras merah dari Banjar Piling Kawan, Desa Mangesta Kecamatan Penebel, Tabanan.

Dari beberapa permintaan ekspor tersebut, ungkap Suka Arta, baru permintaan dari AS yang bisa dipenuhi. Sedang dari  Negara yang lain,  terpaksa dilewati. “Kami tidak berani menyanggupi, karena kalau sudah kontrak kan harus pasti jaminan produksinya,” lanjut.

Selama ini, budidaya beras merah dilakukan dengan peralatan tradisional  secara manual. Mulai dari penanganan masa pra tanam, masa tanam hingga panen dan pasca panen. Hal itu karena beras merah merupakan padi varietas lokal Bali (padi Bali). "Untuk memanen kami  gunakan ketam, sebagaimana dulu," ujar Suka Arta. Dan proses seterusnya hingga sangrai.

Karenanya selain produksi yang terbatas, masa budidaya juga tidak pendek. Mulai dari menanam hingga panen butuh waktu minimal 5 bulan. Selanjutnya proses pengeringan dan dan penyimpanan dalam lumbung atau gudang selama 4 bulan. Penyimpanan di lumbung maupun gudang, seperti inkubasi atau pengeraman, agar daging atau biji dalam  berwarna merah. Total butuh waktu 12 bulan atau satu tahun barulah beras merah siap dipasarkan. “Memang prosesnya lama, sehingga produksinya terbatas,” ungkap Suka Arta.

Dia pun berharap ada perangkat yang lebih memudahkan petani untuk menangani padi lokal untuk produksi beras merah.

Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Tanaman Pangan Provinsi Bali I Wayan Sunarta, mengiyakan terbatasnya produksi beras merah atau ‘beras merah Bali’ , sehingga tak mampu memenuhi permintaan ekspor. “Kalau ekspor kan ada MoU, ada kepastian produk dan pengiriman,” ujar Sunarta. Syarat dan kondisi inilah yang belum sepenuhnya bisa dipenuhi petani maupun produsen beras merah di Bali.

Untuk meningkatkan produksi, Pemerintah siap memfasilitasi petani, pada saat masa budidaya dan pasca panen. Bantuan tersebut dari APBN dan  APBD (Provinsi). Rencana bantuan berupa mesin grader (pemisah)  dan sangrai. “Mesin grader dan sangrai, untuk kelompok tani yang sudah ekspor, sehingga produksi mereka meningkat,”  kata Sunarta.

Sedang bantuan budidaya,untuk tambahan perluasan areal tanam 25 hektare di Kabupaten Tabanan dan Buleleng. Luas areal budidaya padi barak/merah di Bali, sekitar 100 hektare, sebagian besar berada di Kabupaten Tabanan. Harga beras merah kini rata-rata Rp 25 ribu per kilogram. Ekspor terakhir ke AS, pada Februari lalu satu kontainer atau 25 ton.“Harapannya dengan bantuan ini nanti, produksi beras merah bisa ditingkatkan,” kata Sunarta.

Dengan produksi yang memadai, diharapkan tidak ada peluang pasar ekspor yang  terpaksa ‘lepas’ karena tidak bisa dicover akibat produksi yang minim. *k17

Komentar