nusabali

Bade Tumpang Sia Setinggi 27 Meter dan Berat 9 Ton Masih Digarap

  • www.nusabali.com-bade-tumpang-sia-setinggi-27-meter-dan-berat-9-ton-masih-digarap

Sarana Lembu Cemeng dengan panjang 3,5 meter, lebar 1 meter, lelambang 3 meter, dan berat mencapai 2 ton jadi tontonan wisatawan di jaba sisi selatan puri Agung Ubud

Persiapan Palebon Agung untuk Jenazah AA Niang Agung di Puri Agung Ubud, Gianyar

GIANYAR, NusaBali
Sameton Puri Agung Ubud bersama krama adat sekitar akan menggelar Palebon Agung di Setra Jaba Pura Dalem Puri kawasan Banjar Tebesaya, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar pada Sukra Umanis Kelawu, Jumat (2/3) lusa. Palebon Agung ini dilaksanakan untuk layon (jenazah) AA Niyang Agung, 96, ibu angkat mantan Bupati Gianyar 2008-2013 Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace. Hingga H-3, Selasa (27/2), penggarapan bade palebon setinggi 27 meter dengan berat 9 ton sudah rampung 90 persen.

Pantauan NusaBali, Selasa kemarin, tampak puluhan krama ngayah menyelesaikan bade palebon di jaba sisi (halaman luar) Puri Agung Ubud. Penggarapan bade melibatkan sejumlah tukang yang dikomandoi langsung Tjokorda Gede Raka Sukawati alias Cok De, undagi (arsitek bade) yang notabene adik kandung Cok Ace.

Proses ayah-ayahan membuat bade dan sarana palebon lainnya kemarin diiringi tabuh (gambelan) Gong Lalambatan yang dibawakan Sekaa Gong dari Desa Pakraman Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar. Mereka menabuh di Ancak Saji Puri Agung Ubud.

Suasana ngayah pembuatan bade dan sarana palebon lainnya ini menjadi tontonan menarik bagi para wisatawan asing yang berlibur di kawasan wisata Ubud. Para wisatawan tampak terkagum-kagum menyaksikan pembuatan sarana palebon, terutama bade tumpang sia (9 tingkat) menjulang tinggi 27 meter. Mereka juga tampak sibuk mengabadikan Lembu Cemeng yang dipajang di sisi selatan Puri Agung Ubud.

Undagi Cok De mengatakan, penggarapan bade sudah dilakukan sejak sebulan lalu. Bade setinggi 27 meter ini dominan warna keemasan ini. Tinggi 27 meter dihitung dari pangawak (bodi) berikut gagunung setinggi 17 meter dan tumpang sia (9 undakan) setinggi 10 meter. Lebar bade (antar sayap) sekitar 9 meter, dengan berat mencapai 9 ton.

“Besok pagi (hari ini) para pengayah akan memasang sayap bade. Sehari berikutnya, Kamis (1/3), dilanjut dengan pememasangan tumpang bade,” jelas Cok De yang juga dosen Fakultas Ekonomi Unud.

Sedangkan penggarapan Lembu Cemeng, kata Cok De, sudah kelar 100 persen. Sarana pembakaran layon ini pun telah dipajang di jaba sisi selatan Puri Agung Ubud sejak Minggu (25/2). Lembu Cemeng ini digarap di Puri Anyar, puri khusus milik Cok De yang berada di sisi barat Tukad Tjampuhan Ubud. Cok De sendiri yang mengarsiteki langsung Lembu Cemeng dengan panjang 3,5 meter, lebar 1 meter, lelambang (pondasi pijakan) 3 meter, dan berat mencapai sekitar 2 ton ini.

Menurut Cok De, pembuatan bade tumpang sia (9 tingkat) dengan tinffgi 27 meter dan berat 9 ton ini memerlukan perhitungan matang. Termasuk, perhitungan konstruksi, kekuatan, komposisi, kelenturan, dan desain yang mesti terpadu dan seimbang. “Tidak hanya proses pembuatan yang harus hati-hati, tapi juga pemilihan bahannya mesti cermat, terutama bambu dan kayu pilihan,” jelas perintis Museum Marketing 3.0 di Ubud ini.

Sementara itu, ratusan krama Desa Pakraman Bentuyung, Kecamatan Ubud ngayah membuat tragtag (undakan) dan sarana lain di Setra Jaba Pura Dalem Puri, Desa Peliatan, Selasa kemarin. Setra ini berjarakl sekitar 800 meter arah timur dari Puri Agung Ubud. Ayah-ayahan krama dipimpin langsung oleh Cok Ace, anak angkat almarhum AA Niyang Agung. Tragtag ini dibuat untuk menurunkan layon dari bade saat tiba di setra nanti.

Cok Ace mengatakan, sejak persiapan hingga hari H palebon nanti, merupakan paduan semangat antara sameton Puri Agung Ubud dan desa pakraman di sekitar Ubud. Bukan hanya krama dari sekitar Ubud, pangayah juga datang secara bergiliran dari wilayah Kecamatan Tegallalang, Kecamatan Payangan, Kecamatan Gianyar, hingga Kecamatan Sukawati.

Menurut Cok Ace, sejak zaman dulu, prosesi keagamaan dan adat di Ubud berlang-sung lancar dan tertib sebagai wujud terapan Tri Hita Karana. “Terapan ini karena kuatnya keseimbangan hubungan masyarakat bersama puri, lingkungan sekitar, serta anugerah Ida Batara-batari Sesuhunan,” ujar mantan Bupati Gianyar yang kini Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Bali pendamping Wayan Koster ke Pilgub 2018 ini.

Almarhum AA Niyang Agung, yang diupacarai Palebon Agung, sebelumnya lebar (meninggal dunia) dalam perawatan di RS Bros Niti Mandala Denpasar, 14 Januari 2018 subuh. Sebelum menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 05.00 Wita, AA Niyang Agung sempat selama tiga hari dirawat di RS Bros, sejak 12 Januari 2018. Perempuan sepuh berusia 96 tahun ini dilarikan ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas.

Jenazah almarhum AA Niyang Agung hingga kini masih disemayamkan di Gedong Rata, Puri Saren Agung Ubud. Almarhum AA Niyang Agung adalah kakak kandung dari Panglingsir Puri Agung Ubud, Tjokorda Agung Suyasa (almarhum) dari Puri Saren Kawan Ubud. AA Niyang Agung kemudian menjadi istri kedua dari ayahnda Cok Ace, yakni Tjokorda Gde Agung Sukawati---tokoh perintis pariwisata Ubud.

Sedangkan istri pertama sang ayah adalah AA Niyang Rai Mengwi, namun tak punya anak. Almarhum AA Niyang Rai Mengwi sendiri lebar tahun 2000. Karena tak punya anak dari istri pertamanya, kata Cok Ace, maka ayahnya menikah lagi dengan AA Niyang Agung sekitar tahun 1940.

Pernikahan Cok Agung Sukawati dan AA Niyang Agung dikaruniai seorang anak perempuan, yakni Tjokorda Istri Atun Sukawati alias Cok Atun, 75, yang menikah ke Puri Singapadu, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar. “Karena kakak saya, Cok Atun bersekolah SR (setingkat SD, Red) di  Singaraja, maka saya diangkat jadi anaknya oleh almarhum AA Niyang Agung,” jelas Cok Ace kepada NusaBali, beberapa waktu lalu. *lsa

Komentar