nusabali

Bupati Ditangkap, Posisi Cabup Tak Boleh Diganti

  • www.nusabali.com-bupati-ditangkap-posisi-cabup-tak-boleh-diganti

Pasca ditangkapnya Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko, oleh KPK me-lalui operasi tangkap tangan (OTT), Sabtu (3/2) sore, Golkar berusaha mencari penggantinya sebagai Cabup ke Pilkada Jombang 2018.

JAKARTA, NusaBali

Namun, upaya Golkar sia-sia, karena posisi Cabup maupun Cawabup tidak boleh digantikan, kecuali berhalangan tetap. Dalam Pilkada Jombang 2018, Nyono Suharli Wiohandoko selaku kandidat in-cumbent berpasangan dengan Subaidi Mochtar di posisi Cawabup. Paket Nyono Suharli-Subaidi diusung PKB-PK-NasDem-PAN-Golkar. Nyono Suharli sendiri adalah Ketua DPD I Golkar Jatim, selain menjabat Bupati Jombang.

Golkar selaku partai pengusung Nyono Suharli di Pilkada Jombang 2018, menyatakan pihaknya akan mengikuti seluruh aturan yang ada. "Pada prinsipnya, Golkar akan mengikuti aturan main yang telah ditetapkan oleh Undang-undang dan Peraturan KPU," kata Ketua Koordinator Bidang Pemenangan Pemili Jawa dan Kalimantan DPP Golkar, Nusron Wahid, dilansir detikcom, Senin (5/2).

Hingga saat ini, kata Nusron, komunikasi antarparpol koalisi tetap berjalan baik. Dia mengaku partainya siap menunggu keputusan KPU. Nusron juga menyatakan sudah menyiapkan pengganti Nyono Suharli untuk maju sebagai Cabup Jombang ke Pilkada 2018, jika diperlukan. Namun, dia enggan membeber calon pengganti Nyono Suharli sebagai Cabup Jombang. “Ya, perkiraan pengganti sih ada. Tapi kan ya masi nunggu konsultasi dengan KPU itu," sebut Nusron.

Menurut Nusron, saat ini pencalonan Nyono Suharli masih bisa dilanjutkan. Se-bab, tidak ada Undang-undang yang secara spesifik dapat menggugurkan penca-lonan Nyono Suharli. "Karena kan kalau mengacu UU, karena sudah ditetapkan, tidak bisa diganti. Kecuali yang bersangkutan berhalangan tetap, seperti meninggal dunia, sakit parah, atau terkena kasus hukum yang sudah berkeputusan hukum tetap. Tapi, ini kan kasus hukum yang belum berkeputusan tetap. Jadi, Nyono belum bisa dinyatakan berhalangan tetap."

Pencalonan Nyono Suharli belum gugur, walaupun telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan dijebloskan ke sel tahanan. Hal ini sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017 Pasal 78 dan Pasal 79. Sesuai aturan ini, calon yang menyandang status tersangka masih tetap bisa mengikuti Pilkada. Pergantian hanya bisa dilakukan terhadap calon yang berhalangan tetap akibat meninggal dunia dan sakit parah, serta menyandang status terpidana berdasarkan putusan tetap dari pengadilan.

Komisioner KPU RI, Ilham Saputra, juga mengatakan posisi Nyono Suharli di Pilkada Jombang 2018 tidak bisa diganti. "Dalam peraturan kita, itu tidak boleh diganti sampai berkekuatan hukum tetap," kata Ilham di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat, Senin kemarin.

"Pasangan calon itu bisa diganti karena pertama dia tidak lolos dalam tahapan kesehatan, kedua berhalangan tetap apa itu, meninggal dunia, atau secara aktivitas dia tidak lagi mampu bekerja sesuai dengan keterangan dokter. Ketiga adalah terkena tindakan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Sementara yang di Jombang ini kan tersangka, dia baru kena OTT, jadi tidak bisa diganti," imbuhnya.

Menurut Ilham, sampai saat ini KPU belum dapat memberikan sanksi bagi Nyono Suharli, karena statusnya masih dalam proses verifikasi. "Karena mereka yang di Jombang ini khususnya dia kan belum sebagai calon, masih dalam proses verifikasi. Jadi, KPU belum menetapkan sanksi kepada dia, karena belum sebagai calon," tandas Ilham.

Bupati Nyono Suharli sendiri ditangkap KPK melalui OTT, Sabtu sore, atas dugaan suap terkait penetapan jabatan definitif Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Jombang. Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengatakan selain menangkap Bupati Nyono Suharli, pihaknya juga mengamankan Plt Kadis Kesehatan Jombang, Inna Sulistyowati, yang diduga memberi suap agar ditetapkan secara definitif menjadi Kadis Kesehatan Jombang.

Bupati Nyono Suharli sendiri ditangkap KPK di Stasiun Solo Balapan, Sabtu sore sekitar pukul 17.00 WIB. Dari tangan bupati, KPK mengamankan uang tunai Rp 25,5 juta dan 9.500 dolar AS. Uang pecahan rupiah diduga merupakan sisa dari pemberian Inna Sulistyowati. Sebelum penangkapan Bupati Nyono Surali, KPK sudah lebih dulu mengamankan Inna Sulistyowati dari sebuah apartemen di Surabaya, Sabtu pagi pukul 09.00 WIB.

Menurut Laode Syarif, ada dua kali pemberian suap dari Inna Selestyowati ke Bupati Nyono Suharli. Pemberian pertama, sebesar Rp 200 juta yang dimaksudkan agar Bupati Nyono menetapkan Inna Sulistyowati sebagai Kadis Kesehatan Jombang definitif, setelah sebelumnya berstus Plt.

"Uang yang diserahkan IS (Inna Sulistyowati) kepada NSW (Bupati Nyono Suharli) diduga berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang, yang dikumpulkan sejak Juni 2017. Total duit sekitar Rp 434 juta, dengan pembagian 1 persen untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang, 1 persen untuk Kepala Dinas Kesehatan, dan 5 persen untuk Bupati," beber Laode Syarif dalam keterangan persnya di Kantor KPK, Jakarta, Minggu kemarin. "Atas dana yang terkumpul tersebut, IS telah menyerahkan kepada NSW sebesar Rp 200 juta pada Desember 2017 lalu," imbuhnya.

Uniknya, uang suap yang diterima Bupati Nyono Suharli justru berasal dari pu-ngutan liar (pungli) di tingkat Puskesmas. "Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa sumber suap diduga berasal dari kutipan pungli perizinan dan jasa pela-yanan kesehatan atau dana kapitasi, yang seharusnya menjadi hak masyarakat jika dimanfaatkan dengan baik dan benar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)," katanya.

KPK mengungkap, dana kutipan yang dikumpulkan selama semester akhir tahun 2017 dari 34 Puskesmas di Jombang. Dari dana yang terkumpul itu, sebagian disetorkan ke Bupati Nyono Suharli. "Kisaran jumlah uang kutipan ke-34 Puskesmas di Jombang dalam rentang Juni-Desember 2017 adalah Rp 500.000, Rp 1.500.000, Rp 7.650.000, Rp 14.000.000, Rp 25.000.000 hingga Rp 34.000.000. Total Rp 434 juta yang sebagian diduga diberikan kepada Bupati," ungkap Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, Senin kemarin. *

Komentar