nusabali

Novanto Terus Berkelit

  • www.nusabali.com-novanto-terus-berkelit

KPK beri waktu pada Novanto untuk menjadi Justice Collaborator

JAKARTA, NusaBali

Meski mengajukan status Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku kepada Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto disebut masih mengelak di pengadilan.
 
"Sejauh ini kami lihat terdakwa justru masih berkelit dan mengatakan tidak ada penerimaan-penerimaan, termasuk juga penerimaan jam tangan. Padahal, sejumlah saksi sudah mengatakan demikian, dan juga sudah ada kerja sama dengan luar negeri, FBI, juga sudah kita lakukan," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jumat (26/1).
 
Hal itu dikatakannya terkait proses penilaian permohonan JC dari bekas Ketua DPR Setya Novanto oleh KPK. Pengacara Novanto Maqdir Ismail membela kliennya.  "Faktanya, sampai sidang kemarin, tidak ada saksi yang mengatakan bahwa Pak SN menerima uang," ujar, Maqdir Ismail saat dihubungi kompas, Jumat (26/1/).
 
Novanto didakwa mendapat keuntungan 7,3 juta dollar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dollar AS dari proyek e-KTP. Uang diberikan oleh Anang lewat Andi, sementara jam tangan diserahkan oleh Andi dan Johannes Marliem.
 
Setnov kemudian mengajukan permohonan JC kepada KPK pada awal bulan ini. Kuasa Hukumnya, Firman Wijaya, menyebut, pengajuan JC itu adalah karena Setnov hendak membuka nama-nama besar yang diduga turut terlibat kasus e-KTP.
 
Meski begitu, lanjut Febri, KPK masih memberi waktu kepada Setnov untuk menunjukkan keseriusannya dalam pengajuan permohonan JC itu. "Belum terlambat kalau mau membuka pihak-pihak lain. Kalau memang terdakwa mengetahui ada aktor lebih besar untuk membuktikan yang bersangkutan (Setnov) bukan aktor utama, misalnya, itu silakan saja dibuka. Dalam proses hukum tentu kami kroscek dan kami klarifikasi lebih lanjut," tuturnya seperti dilansir cnnindonesia.
 
Dia menggarisbawahi bahwa kelayakan permohonan JC setidaknya dinilai dari tiga hal. Pertama, terdakwa serius mengakui perbuatannya. "Jadi jangan sampai kemudian seseorang mengajukan JC, perbuatannya tidak diakui, tapi perbuatan pihak lain disampaikan," ucapnya.
 
Kedua, mengungkap identitas pelaku lain. Namun, sejauh ini KPK disebutnya belum mendapat informasi signifikan dari Setnov. Ketiga, pemohon bukan pelaku utama. Febri menyebut, beberapa putusan hakim mencontohkan bahwa permohonan JC yang berasal dari pelaku utama akan ditolak. Ia pun meminta Setnov membuktikannya di pengadilan.
 
"Ini juga akan jadi pertimbangan hakim, sejauh mana kemudian terdakwa memang secara serius ingin menjadi JC. Karena status JC tidak bisa diberikan sembarangan," tambahnya. Saat bersaksi untuk dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/1), Setnov kukuh mengaku tak menerima uang dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Direktur Utama PT. Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dalam proyek pengadaan e-KTP.
 
"Masalah saudara Anang dan Andi sampai sekarang saya memang tidak pernah menerima uang," kilahnya. Soal dikabulkan atau tidak permohonan Novanto sebagai JC, Maqdir mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan penilaian KPK terhadap keterangan Novanto.
 
Pengacara dan Novanto menyerahkan permohonan sebagai justice collaborator kepada KPK. "Kalau kami, sepenuhnya kami serahkan saja kepada KPK. Kewenangan untuk memutus dan mempertimbangkan ada di KPK," kata Maqdir. *

Komentar