nusabali

Masihkah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan Kisruh?

  • www.nusabali.com-masihkah-penerimaan-peserta-didik-baru-ppdb-akan-kisruh

Penerimaan peserta didik baru (PPDB) pada tahun pelajaran 2017/2018 yang lalu menyisakan banyak masalah sebagai buntut dari keluarnya dua Permendikbud, yaitu Permendikbud No. 22 Tahun 2016 dan Permendikbud No.17 Tahun 2017

Permendikbud No.22 Tahun 2016, tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah, yang salah satu butir penjelasannya menyebutkan bahwa jumlah rombongan belajar persatuan pendidikan dan jumlah maksimum peserta didik dalam setiap rombongan belajar dinyatakan seperti tabel berikut ini.


Sedangkan Permendikbud No.17 Tahun 2017, Tanggal 5 Mei 2017 Bab II tentang tata cara penerimaan siswa baru disetiap satuan pendidikan (Ps. 11 mengatur PPDB SD, Ps. 12 mengatur PPDB SMP, Ps. 13 mengatur PPDB SMA/SMK) mensyaratkan agar sekolah menerima siswa dengan mengutamakan jalur zona/wilayah, prestasi, kemudian secara reguler menerima siswa yang mendaftar dengan sistem perankingan sesuai jumlah siswa yang akan diterima di sekolah tersebut.

Dampak dari keluarnya kedua Permendikbud tersebut adalah banyak siswa yang tidak terserap di berbagai sekolah negeri di seluruh Indonesia pada tahun pelajaran 2017/2018. Hal ini tentu menjadi tumpang tindih dengan program wajib belajar (Wajar) 12 tahun yang dicanangkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo agar anak-anak di negeri ini bisa menikmati pendidikan secara murah, bahkan gratis sampai setingkat SMA/SMK.

Di Bali, akibat dari keluarnya kedua peraturan pemerintah tersebut menyebabkan masyarakat menjadi resah karena kesulitan untuk mencarikan anaknya sekolah yang murah dan terdekat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Hal itu  bisa dimaklumi karena kondisi para orang tua/wali murid kemampuan ekonominya sangat tidak merata. Tidak sedikit pula kondisi masyarakat yang masih sulit sekadar untuk makan. Kondisi yang demikian tentu sangat tidak menguntungkan jika anaknya harus bersekolah di sekolah swasta atau jauh dari tempat tinggalnya karena akan ada biaya lebih yang harus dikeluarkan. 

Melihat kondisi seperti itu, Gubernur mengeluarkan Pergub No. 40 Tahun 2017, tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB). Pergub tersebut menuai protes dari berbagai kalangan dunia pendidikan di Bali. Intinya dalam peraturan gubernur tersebut, memperbolehkan sekolah-sekolah untuk menerima peserta didik baru pada gelombang kedua. Tanggapan terhadap keluarnya Pergub tersebut sangat beragam. Ada kelompok masyarakat yang merasa diuntungkan, tentu ada juga yang merasa dirugikan. Yang merasa diuntungkan adalah kelompok masyarakat yang anaknya belum mendapatkan sekolah baru, terutama di sekolah negeri karena keterbatasan biaya. Kelompok masyarakat ini tentu merasa senang ketika anaknya mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih murah, karena biasanya bersekolah di sekolah negeri cendrung gratis. Akan tetapi, tentu pula ada kelompok-kelompok yang merasa tidak nyaman dengan kebijakan ini utamanya sekolah-sekolah swasta yang sudah kecipratan mendapatkan siswa baru sebagai dampak pembatasan penerimaan siswa baru di setiap sekolah karena jumlah siswa dibatasi perkelasnya.

Namun di sisi lain, para pengambil kebijakan di setiap sekolah tentu pula tidak bisa membantu begitu saja masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena terbentur adanya peraturan. Pihak sekolah merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut. Di satu sisi ingin membantu anak-anak agar tidak putus sekolah, di sisi lain dihalangi oleh aturan. Apabila dilanggar peraturan tersebut, tentu berakibat kena sanksi moral, tidak validnya dapodik siswa, tidak cairnya dana bos, atau bahkan sanksi pidana. Yang lebih parah lagi munculnya intervensi dan tekanan-tekanan dari oknum-oknum pejabat internal maupun eksternal yang terkadang memaksakan agar “calonnya” bisa diterima tanpa mau peduli dengan peraturan yang ada. Tidak sedikit pula terjadi praktik suap-menyuap terjadi seperti temuan ombusmance yang dilansir di beberapa media.

Hal itulah yang menyebabkan Gubernur Bali saat itu bersikap tegas dengan mengeluarkan Pergub tentang penerimaan siswa baru tahap kedua. Sebagai pimpinan wilayah, tentu tidak salah rasanya jika Gubernur Bali, Made Mangku Pastika mengayomi dan melindungi masyarakatkan agar mendapat pendidikan yang layak. Bagaimana dampak dari kebijakan gubernur tersebut? Banyak kalangan beranggapan bahwa langkah gubernur sebagai “pahlawan kesiangan”. Yang paling ekstrim adalah pendapat dari kalangan pengelola sekolah swasta yang mengatakan bahwa peraturan gubernur tersebut telah membunuh sekolah-sekolah swasta secara pelan-pelan. 


Komentar