nusabali

Banjir Rob Rendam Rumah Warga

  • www.nusabali.com-banjir-rob-rendam-rumah-warga

Banjir rob di Lingkungan Terora, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, pernah terjadi sekitar 20 tahun lalu. Tetapi banjir kala itu tidak sebesar peristiwa pada Minggu (3/12) malam.

MANGUPURA, NusaBali
Banjir rob merendam pekarangan rumah di Lingkungan Terora, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Banjir yang terjadi pada Minggu (3/12) pukul 21.Wita hingga Senin (4/12) sekitar pukul 01.30 Wita dini hari itu merendam halaman rumah milik 9 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 56 jiwa.

Camat Kuta Selatan I Made Widiana yang dikonfirmasi, Senin kemarin menyatakan, sesaat setelah menerima laporan dirinya langsung menuju lokasi kejadian. Menurutnya, warga setempat mengaku kaget dengan kejadian ini. Air laut pasang ini bahkan masuk hingga ke dalam kamar warga.

“Ketinggian air mencapai 50 cm. Dari penuturan warga setemapat, banjir rob ini pernah terjadi sekitar 20 tahun yang lalu. Tapi peristiwa 20 tahun yang lalu itu tak sebesar yang terjadi kemarin malam itu,” ujar Widiana.

Menurut Widiana, banjir rob ini terjadi disebabkan oleh jebolnya tanggul penahan ombak. Diperparah kondisi lingkungan yang lebih rendah dari air laut ketika air pasang tertinggi.

Dikatakannya, pada kejadian itu tak ada korban jiwa tetapi terdapat korban materi sekitar Rp 51,6 juta. Kerugian itu berupa kerusakan alat-alat rumah tangga seperti 7 unit kulkas, 3 unit mesin pompa air, dan 2 unit mesin cuci.

Untuk mengantisipasi terulangnya kejadian serupa, pihak Kecamata Kuta Selatan berupaya membuat tanggul. Itu dilakukan sendiri oleh pihak kecamatan, bersama-sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Badung. “Kalau kemarin (saat kejadian), kami belum bisa melakukan langkah tindakan apa-apa, selain menenangkan warga yang panik,” tutur Widiana.

Selain di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, dampak air pasang tersebut juga dirasakan di wilayah Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta. Air laut yang meninggi, meluber ke Jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai, tepatnya di sebelah selatan bundaran Simpang Tugu Ngurah Rai.

Seorang tokoh masyarakat setempat, Wayan Sukahita, menyatakan dirinya adalah salah satu korbannya. “Di jalan, akibat air meluber itu saya jadi korban kemacetan. Sementara ketika sampai rumah, saya jadi korban banjir. Karena air anjir rob masuk ke pekarangan rumah saya,” ucapnya.

Selaku nelayan, Sukahita juga kaget oleh kejadian tersebut. Karena biasanya, pasang tertinggi terjadi pada Purnama Kapat. “Harusnya memang saat Kapat, bukan sekarang. Jadi bisa dibilang, ini memang terjadi sedikit pergeseran dari kebiasaan,” kata Sekretaris Himpunan Nelayanan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Badung, ini.

Pasang tinggi semacam itu, menurut Sukahita, dikenal dengan sebutan ‘pasang maling’. Yakni tingginya permukaan air laut di Teluk Benoa ketika malam hari. Dinamakan pasang maling karena datangnya seperti maling, yaitu malam hari. Meski pasang sudah biasa terjadi, Sukahita tetap mengakui, bahwa pasang pada dua hari lalu itu terbilang ekstrem. “Kami berharap pemerintah memperhatikan masalah ini. Harapannya agar segera membuat tanggul penahan air yang tinggi sehingga air tak meluber ke jalan raya dan juga rumah warga,” ucapnya. *p

Komentar